Share

7. Boleh aku menciummu?

Arletta segera menghindari selatan saat mereka mulai membahas tentang 'keseksian' di sana. Daripada merespon pertanyaan Davian soal melepaskan gaun tersebut, Arletta kini lebih memilih untuk melangkahkan kakinya menjauh dati pria itu. Gadis itu lebih memilih untuk memasuki kamar mandi yang ada di sana. Berniat untuk mandi dan berganti pakaian.

Setidaknya, sampai Arletta menyadari sesuatu. Tentang dia yang bahkan tidak bisa meraih resleting gaunnya di belakang sana dengan tangannya sendiri. Membuat Arletta yang berkali-kali mencoba meraihnya pun hanya mendapat kelelahannya saja. Hingga akhirnya dia terduduk di toilet yang tertutup dengan helaan nafas panjang yang telah dia lakukan.

"Tidak! Tidak mungkin aku minta bantuan dari pria itu!" tegas Arletta pada dirinya sendiri.

Saat dia sempat berpikir jika dia harus meminta bantuan pada Selatan di luar sana. Rasanya yang ada pria itu akan menggodanya lagi dengan ucapan-ucapan yang sebelumnya pria itu katakan. Arletta juga tidak mau kalau akhirnya pipinya itu bersemu merah lagi karena membahas soal hal seperti itu di malam pertamanya ini.

"Tapi, aku harus bagaimana sekarang?! Tidak mungkin aku merobek gaun mahal ini," keluh Arletta pada akhirnya.

Dia tengah bimbang sekarang. Dia benar-benar tidak tahu dengan apa yang harus dia lakukan saat ini juga. Hingga tidak sadar kalau dia telah berada di dalam kamar mandi tersebut selama tiga puluh menit. Sampai satu ketukan pada pintu kamar mandi itu membuat Arletta nyaris terlonjak kaget dari tempatnya.

"Hey, anak kecil. Kau tidak tidur di sana kan?"

Terdengar suara Davian di luar sana.

Arletta hanya mendengus kesal. Anak kecil katanya?! Benar-benar menyebalkan. Siapa juga yang dianggap anak kecil saat Arletta sendiri sudah berusia dua puluh tahun! Hal itu membuat Arletta sama sekali tidak berniat untuk menjawab panggilan pria itu.

"Arletta? Kau masih di dalam bukan? Kenapa berganti pakaian saja lama sekali," tanya Davian sekali lagi dengan beberapa ketukan yang telah dia lakukan pada pintu tersebut. 

Davian juga berkali-kali menoleh ke arah Sena yang sudah dia pindahkan pada box bayi. Memastikan jika bayi itu tidak terganggu dengan ketukan pintu yang dia lakukan. 

"Arletta Divkara?!"

Masih tidak ada jawaban.

Sebab Arletta di dalam sana hanya melipat kedua tangannya di depan dada sambil menatap pintu dengan kesal. Dia benar-benar tidak berniat membuka pintu atau bahkan menjawab panggilan pria itu. Biar saja! Biar pria itu juga merasakan bagaimana kesalnya Arletta saat ini. 

"Shit! Biar aku dobrak pintunya kalau kau tidak membukanya, sialan!" 

Mendengar hal itu, Arletta menjadi panik sendiri. Selatan terdengar begitu serius saat mengatakannya. Membuat Arletta pada akhirnya dengan terpaksa membuka pintu tersebut. Meskipun dia juga merasa malu saat kenyataannya dia belum bisa melepaskan gaun yang melekat pada tubuhnya.

"Kenap—"

Davian tidak melanjutkan kalimatnya saat dia berhasil menatap Arletta yang berdiri di depan pintu. Ya, dia cukup terkejut saat melihat wanita itu masih memakai gaun pernikahannya saat dis sudah menghabiskan waktu selama itu di dalam kamar mandi.

"Are you serious, Arletta? Kau masih memakai gaun itu saat kau sudah menghabiskan waktu lama di dalam kamar mandi?"

Arletta kini hanya bisa menundukkan kepalanya. Dia berusaha menghindari sorot mata Selatan di sana. Ya, jelas dia juga merasa malu. 

"Sebenarnya apa saja yang ka—"

"Aku tidak bisa melepasnya!" Potong Arletta dengan cepat. Mau tidak mau dia harus mengatakannya pada Davian. Karena tidak ada selain Davian yang bisa membantunya melepaskan resleting gaun tersebut. "Aku sudah berusaha melepaskannya, tapi resleting gaunnya tidak bisa aku raih. Jadi, aku tidak bisa melepaskannya," jelas Arletta lebih rinci.

Jujur saja, rasanya Davian ingin tertawa saat mendengar hal itu. Dia ingin menertawakan tentang betapa lucunya Arletta sekarang. Hanya saja, dia berusaha menahan tawanya. Saat dia menyadari kalau dia tidak seharusnya melakukan hal itu di depan Arletta.

"Kemari," ucap Davian pada akhirnya.

Dia lebih memilih untuk mempercepat situasi ini dan membantu Arletta. Dia tidak mungkin juga membiarkan Arletta kembali berjuang sendiri hanya untuk melepaskan gaun itu dari tubuhnya.

"Ya?"

"Mau dibantu tidak?"

"Mau!" Seru Arletta dengan mata yang berbinar.

Seperti baru saja mendapatkan bantuan air di padang pasir, Arletta terlihat begitu antusias pada akhirnya saat mendapat tawaran bantuan dari Selatan. Dia juga cukup senang saat Davian tidak lagi menertawakannya seperti sebelumnya atau bahkan memarahinya.

Seperti yang Arletta katakan sebelumnya, pria itu seolah memiliki beberapa sisi yang berbeda. Di mana sikap dingin dan Arogannya itu yang paling tidak dia sukai. Arletta lebih menyukai Davian yang berbaik hati dan perduli seperti ini tanpa banyak bicara.

"Berbalik," perintah Davian saat Arletta sudah berada di hadapannya.

Tanpa membantah, Arletta segera menurut pada pria itu. Dia segera berbalik dan membiarkan Davian Berhadapan dengan punggungnya dan juga resleting gaunnya.

Melihat punggung Arletta di depannya, Davian malah terdiam sejenak. Saat pikirannya telah melayang membayangkan apa yang pernah dia bicarakan dengan Tiara. Tentang dia dan Tiara yang sempat membahas hal ini terjadi saat melakukan fitting gaun pernikahan mereka.

Kata Tiara, "Nanti kalau kita menikah, kau yang bantu aku lepaskan gaunnya, ya? Perutku sudah sebesar ini, pasti sulit membukanya."

Membayangkan kembali hal itu membuat Davian malah menunduk. Saat dia kembali tersadar kalau itu hanyalah salah satu kenangannya. Saat Tiara kini tidak ada di sampingnya lagi. Saat wanita yang berada di hadapannya dengan gaun pernikahan itu bukan lagi Tiara melainkan gadis lain yang dia jadikan sebagai istri pengganti.

"Tuan Davian?!" Panggil Arletta yang kini sudah kembali berbalik menghadap Davian.

Dia berusaha menyadarkan pria itu dari lamunannya. Sampai Davian cukup terkejut saat Arletta kini sudah menghadapnya. Membuat keduanya saling berhadapan dengan jarak yang cukup dekat satu sama lain.

"Kenapa malah melamun? Cepat bantu turunkan resletingnya!" ujar Arletta pada pria itu.

Davian nampak menyibak rambutnya sendiri ke belakang saat Arletta berkata demikian. Dia juga berusaha menarik diri ke dalam kesadarannya.

"Kemari," ucap Davian sekali lagi pada Arletta di sana.

Namun, bukannya membuat Arletta kembali berbalik memunggunginya, dia malah membuat Arletta mendekat dengan posisi yang sama. Saling berhadapan satu sama lain bersamaan dengan tangannya yang terulur ke belakang tubuh Arletta untuk meraih resletingnya.

Posisi itu membuat Davian terlihat seperti memeluk tubuh Arletta. Membuat Arletta juga hanya terdiam di tempatnya tanpa bergerak sedikit pun. Dia terlihat cukup terkejut saat Davian malah membantunya dengan posisi seperti ini.

"Kau wangi," ucap Davian begitu dia telah mencium aroma tubuh Arletta saat menurunkan resleting gaun gadis itu.

Tidak hanya Davian, pada kenyataannya Arletta juga dapat mencium aroma tubuh pria yang berada tepat di hadapannya. Apalagi, dengan wajahnya yang kini berhadapan langsung dengan leher Davian yang kepalanya tengah menunduk demi meraih resleting gaunnya di belakang sana. Membuat Arletta tertegun sendiri.

Aroma maskulin yang benar-benar nyaris memabukkan dalam jarak yang sedekat ini. Membuat Arletta mendongak dan malah mendapati Davian juga menunduk menatap wajahnya saat resleting itu sudah berhasil dia turunkan. Sampai keduanya kini hanya diam dan saling menatap tanpa mengubah posisi mereka saat ini.

"S–sudah selesai?" tanya Arletta tanpa bergerak sedikit pun.

Sementara Davian juga telah mengangguk tanpa mengubah posisinya sama sekali.

"Vanilla?" tanya Davian.

"Hah?" respon Arletta dengan kebingungan saat pria itu bertanya demikian.

"Parfum yang kamu pakai. Vanilla kan?" tanya Davian sekali lagi.

"Ah, itu. I–iya, Vanilla," jawab Arletta dengan gugup.

Bagaimana tidak gugup saat posisi mereka sedekat ini. Apalagi, saat Arletta dengan jelas bisa melihat jakun pria di hadapannya. Salah satu bagian dati pria yang dia sukai. Jakun yang cukup menonjol dengan tegas. Membuat Arletta menelan ludahnya sendiri saat melihat hal itu sebelum kembali menatap Davian yang masih menatapnya.

"Wangi."

"Terima kasih," jawab Arletta dengan kikuk. "Eum, bisakah kau mund—"

"Boleh aku menciummu?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status