Share

6. Lepaskan gaun itu

Terkadang, Arletta sama sekali tidak paham kenapa Davian bisa bersikap dingin dan perhatian secara bersamaan. Dan semua itu nyaris membuat Arletta terpesona dibuatnya. Meskipun dengan cepat dia juga berusaha menepisnya. Tidak mungkin dia malah terpesona pada seorang pria yang bahkan memiliki nama wanita lain di dalam hatinya dan bahkan melibatkan Arletta ke dalam sebuah pernikahan yang tidak diinginkan ini.

Arletta juga harus cepat menyadarkan dirinya sendiri. Kalau dia tidak lebih dari seorang pengantin dan juga ibu pengganti. Dia bukanlah seorang gadis yang dipilih untuk benar-benar bisa merasakan rumah tangga yang bahagia.

"Apa Sena sudah tidur?" tanya Davian saat dia baru saja melihat Arletta keluar dari kamar miliknya di sana.

Arletta menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Davian. "Iya, dia sudah tidur di kamar aku," jawabnya. "Apa acaranya sudah selesai?" tanya Arletta pada akhirnya. Dia bertanya karena memang penasaran.

Sebab, sebelumnya Davian mengatakan akan meyelesaikan acaranya. Mengatakan pada Arletta kalau dia tidak perlu melanjutkan acara resepsinya lagi.

Pun begitu, Arletta menghela nafasnya lega saat Davian nampak menganggukkan kepalanya. "Tapi, ada satu hal yang ingin aku bicarakan," ucap Davian kemudian.

Lantas, rasanya helaan nafas yang dilakukan Arletta sebelumnya harus kembali dia tarik lagi. Saat gadis itu juga dengan jelas melihat raut wajah serius yang ditunjukan oleh Davian. Membuatnya menjadi berdebar sendiri bersamaan dengan rasa penasaran yang sudah dia rasakan sekarang.

"B–bicara apa?" tanya Arletta dengan gugup.

"Masuklah, kira bicara di dalam," ucap Davian pada akhirnya.

Pria itu sudah mengisyaratkan Arletta untuk masuk kembali ke dalam kamarnya. Di mana itu jelas membuat Arletta menjadi semakin gugup dibuatnya. Bagaimana tidak? Bagaimana pun ini adalah malam pertamanya dengan pria tersebut. Meskipun mereka sudah sepakat kalau tidak ada sentuhan atau semacamnya dalam pernikahan mereka berdua.

Setelah masuk ke dalam kamar yang sama, Arletta bisa melihat kalau Davian menutup rapat pintunya. Sekali lagi, itu membuat Arletta harus menelan ludahnya dengan susah payah. Menatap Davian di hadapannya dengan begitu gugup bersamaan dengan tangan yang meremat gaun pengantin yang saat ini masih dia kenakan.

"M–mau bicara apa, Tuan?" tanya Arletta sekali lagi saat dia hanya mendapati Davian yang hanya diam seraya menatapnya.

"Biarkan aku tidur bersamamu malam ini," ucap Davian dengan raut wajah yang masih begitu dingin.

Arletta lantas membulatkan matanya. Dia terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan oleh pria yang baru saja menyandang status sebagai suaminya tersebut. "Apa?! Kenapa harus di sini? Maksudku, kenapa harus bersama aku? Memangnya kenapa dengan kamar milikmu, Tuan. Aku—"

Gadis itu tidak dapat melanjutkan kalimatnya. Saat Davian kini sudah melangkahkan kakinya untuk mendekat ke arah Arletta. Langkahnya begitu yakin tanpa keraguan sama sekali. Membuat Arletta juga harus melangkah mundur demi menghindarinya.

Setidaknya, sampai kaki Arletta sudah menyentuh ranjang dan nyaris terjatuh seandainya tangan milik Davian tidak menahan pinggangnya. Walaupun Arletta kini harus merasakan tubuhnya menempel pada pria itu dengan posisi yang begitu dekat. Hingga dia harus mendongak dan menahan nafasnya untuk beberapa saat ketika menatap wajah dingin Davian di sana.

"Kau gugup?" tanya Davian tanpa merasa bersalah sama sekali.

Sungguh, Arletta benar-benar tidak mengerti dengan pria yang ada di depannya ini. Dia pura-pura tidak mengerti atau memang bodoh? Bagaimana mungkin tidak gugup saat seorang pria meminta tinggal di kamar yang sama dengannya? Dengan tambahan, mereka sedang menjalani malam pertama sebagai suami dan istri sekarang! 

"T–tuan, lepaskan aku!" bisik Arletta padanya.

Dia masih ingat kalau Sena masih tertidur di ranjangnya sekarang. Dia tidak mau jika suaranya dapat membangunkan bayi itu.

"Kenapa? Pipi kamu menjadi bersemu merah seperti itu, Arletta," ucap Davian sekali lagi.

Satu alis pria itu sudah terangkat saat menatap Arletta yang masih berada di dalam rangkulannya. Dia menunduk saat perbedaan tinggi mereka berdua kini terlihat cukup jelas.

Sekali lagi Arletta menelan ludahnya dengan susah payah. Kegugupan itu semain menjadi saat dia sama sekali tidak dapat memberontak di dalam rengkuhan tangan Davian. Pria itu terus menahan tubuhnya dan seolah tidak berniat untuk melepaskan gadis itu. Membuat Arletta hanya bisa mengerjapkan matanya beberapa kali sembari menatapnya.

"Apa yang mau kamu lakukan, Tuan Davian. Kita sudah sepakat untuk tidak saling menyentuh satu sama lain. Di mana itu berarti tidak ada malam pertama!" ucap Arletta pada akhirnya.

Sebenarnya dia tidak mau mengatakannya secara gamblang. Hanya saja, pria di hadapannya yang membuat dia terpaksa mengatakan hal ini. Kembali memperingatkannya atas apa yang sudah mereka sepakati sebelum melakukan pernikahan ini.

Satu.

Dua.

Tiga...

Davian tertawa.

Lebih tepatnya mungkin terkikik geli setelah mendengar penuturan Arletta di sana. Seolah apa yang dikatakan oleh gadis itu adalah hal lucu yang bisa mengocok perutnya. Bak sebuah komedi di tengah malam.

Untuk kali pertama, Arletta dapat melihat tawa Davian. Tawa dari pria dingin yang sebelumnya selalu berwajah dingin dan datar. Pria yang hanya tersenyum palsu saat berhadapan dengan beberapa tamu pentingnya.

"Kenapa malah tertawa begitu?" tanya Arletta dengan kening yang sudah mengernyit menatap Davian.

Baiklah, dia kembali nyaris terpesona pada sisi lain dari seorang Davian Navileon. Beruntungnya dia segera menarik diri ke dalam kesadarannya sebelum terpesona lebih jauh pada pria menyebalkan nan menyeramkan itu.

"Tidak, lupakan!" Tegas Davian yang segera mengubah raut wajahnya begitu saja.

Ya, seperti dua sisi yang berbeda. Sekarang, Davian telah menghentikan tawanya dengan tiba-tiba dan lantas kembali menunjukan raut wajah datarnya. Di mana tangannya juga sudah terlepas dari pinggang ramping Arletta. Sedikit mendorong tubuh kecil itu untuk menjauh darinya.

Rasanya ingin sekali membuat Arletta mendecak dan memaki tepat di depan wajah tampan itu. Sayangnya, dia masih tidak memiliki nyali sebesar itu untuk melakukannya. Saat dia juga sadar siapa dirinya, dan siapa pria yang ada di hadapannya.

"Baiklah, jadi katakan apa maksudmu tidur di sini bersamaku?" tanya Arletta dengan kedua tangan yang sudah terlipat d depan dada.

Dengan satu alis yang kembali terangkat, Davian menatap Arletta di sana. "Hanya tidur di ruangan yang sama. Bukan berarti aku akan menyentuhmu."

Arletta mengernyit bingung. "Tapi kau baru saja menyentuhku! Jangan lupakan kalau tanganmu itu baru saja merengkuh pinggangku, Tuan Davian!"

"Ekhm!" Davian berdeham saat Arletta berkata demikian.

Ya, dia tidak mencoba membantah untuk yang satu itu. Sebab dia juga sadar sekali kalau dia telah kehilangan kendali dan malah melakukan hal seperti itu pada istrinya tersebut. Lebih tepatnya istri pengganti. "Lupakan itu. Tenang saja, aku tidak berniat sama sekali untuk meminta jatah malam pertama!"

Davian melangkahkan kakinya tanpa merasa bersalah sama sekali. Dengan tenang, pria itu kini telah melepaskan jas yang saat ini tengah dia kenakan. Bersamaan dengan melepas kancing pada lengan kemejanya dan menggulungnya hingga sebatas sikut sebelum akhirnya mengambil tempat untuk terduduk di tepi ranjang, tak jauh dari bayinya yang sedang tertidur.

"Bisa kau pindahkan Sena ke box tidurnya sendiri?" ujar Davian yang melirik ke arah Sena dan box bayi di sudut ruangan secara bergantian.

Hal itu kembali membuat Arletta menatap pria itu heran dibuatnya. "Kenapa harus dipindah? Apa kau mau tidur di atas ranjang yang sama denganku?!"

"Ya, memangnya kau mau aku tidur di box bayi yang kecil itu?" tanya Davian sekali lagi dengan sikap tenangnya.

Arletta memutar bola matanya malas. "Ya, sekalian juga lipat tubuh kamu di sana," gumam Arletta dengan begitu pelan.

"Aku bisa mendengarnya."

Gadis itu kembali mendecak kesal. "Yang benar saja. Kita sudah sepakat untuk—"

"Oh, God! Apa sesulit itu untuk memindahkan bayi ini dan cukup tidur saja?!" Kesal Davian. "Ini tidak seperti aku akan membuatmu mendesah di bawah tubuhku! Aku juga tidak akan pernah menyentuhmu, Arletta! Kau tidak lebih seksi daripada Tiara!"

Arletta membulatkan matanya terkejut. Dia tidak menyangka kalau Davian akan berbicara segamblang itu padanya. Dan lagi, apa dia baru saja dibandingkan dengan wanita lain? Itu benar-benar hal yang paling tidak Arletta sukai!

"Tahu darimana aku tidak seksi?! Aku bisa lebih seksi kalau gaun besar ini sudah terlepas dari tubuhku!" Tegas Arletta saat itu juga dengan kesal.

Dan saat itu juga, kedua mata mereka telah saling bersitatap satu sama lain. Dengan Arletta yang sudah merutuki dirinya dalam hati karena telah mengatakan hal seperti itu.

"Apa secara tidak langsung kau mengatakan padaku untuk melepaskan gaun itu, Arletta?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status