Share

Pengantin Pengganti untuk Presdir Lumpuh
Pengantin Pengganti untuk Presdir Lumpuh
Author: Han Hyo Joo

BAB.1 Awal Malapetaka

“Melissa! Ikut ibu sekarang!”

Perintah sang Ibu sontak menghentikan percakapan Melissa dengan sang kekasih. 

Terlebih, Melissa menemukan sang ibu berdiri di ambang pintu menatap dengan pandangan yang sulit untuk diartikan.

Meski tidak mengerti situasi yang terjadi, gegas Melissa berjalan mengikuti ibunya–meninggalkan kekasihnya seorang diri di ruang resepsi pernikahan. 

Ada sesuatu yang tak beres!

Ibunya sangat menantikan pernikahan kakak kembar Melissa–anak kesayangannya–yang akan menikah dengan ahli waris keluarga kaya di Ibu Kota. Tapi, mengapa wajahnya sekarang begitu muram?

“Ibu, ada apa?” tanya Melissa begitu keduanya tiba di ruang rias pengantin. 

“Kakakmu kabur.”

“Apa?!” teriak Melissa terkejut.

Dia berharap Ibunya sedang mengerjainya.

Namun, begitu diperhatikannya ruang rias yang baru dia masuki, Melissa sadar bahwa sang kakak memang tidak ada di sana.

“Dia benar-benar mempermalukan keluarga kita,” ucap Ibu Melissa dengan emosi.

“Lalu apakah keluarga Erlangga tahu?” tanya Melissa perlahan.

“Justru, mereka yang memberitahu pihak kita.”

“Bu–bukankah Marissa sangat mencintai Erlangga? Dia bahkan tidak meninggalkan calon suaminya itu saat tak bisa berjalan lagi semenjak kecelakaan. Terlebih, dokter mengatakan Erlangga memiliki kesempatan untuk berjalan lagi ….” lirih Melissa panik menatap Ibunya berharap perempuan itu memiliki jawaban.

Sayangnya, dia melihat sang Ibu justru menggeleng–pertanda tidak tahu juga alasan masuk akal dari kepergian mendadak kakak kembar Melissa.

Sontak, tubuh Melissa melemas.

“Entahlah. Yang jelas, keluarga Erlangga akan sangat malu di depan kolega mereka. Dan keluarga kita akan dihujat selamanya. Kita ini cuma pekerja untuk keluarga Erlangga, tetapi lancang sekali mempermainkan keluarga mereka.”

Ibunya tampak memejamkan mata dan memijat keningnya–pusing. 

“Lalu, sekarang bagaimana, Bu?” tanya Melissa.

Wanita paruh baya itu lantas menatap Melissa dari atas sampai bawah, lalu raut wajahnya berubah menjadi sedih untuk alasan yang tak Melissa ketahui.

“Bu…?” tanya Melissa mulai gelisah.

“Kau harus menggantikan Melissa,” ucap Ibunya.

“Apa? Aku tidak mau, Bu. Ini namanya penipuan! Kita justru akan lebih menyakiti Erlangga dan keluarganya."

“Ini permintaan keluarga Erlangga, Melissa.”

Deg!

“Bagaimana mungkin? Tidak masuk akal! Setidaknya, kita cari dulu Kakak, Bu!”

“Melissa, hanya kau yang bisa menyelamatkan keluarga kita dan keluarga Erlangga,” mohon wanita paruh baya itu dengan nada memelas.

Tubuh Melissa sontak bergetar hebat.

Seumur hidupnya, Melissa selalu mengikuti “kemauan” sang Ibu–berbeda dengan kakaknya yang selalu dibebaskan baik dari pendidikan ataupun jalan hidup. Tapi, apakah dia tidak bisa memilih calon suaminya?

Ibunya tahu benar bahwa Melissa memiliki kekasih. Pria itu bahkan hadir bersamanya tadi.

“Bu, sekali saja dalam hidup, aku ingin menjalani sesuatu sesuai dengan keinginanku. Aku mencintai Rio,” ucap Melissa sambil menarik napas dalam, “ini sebuah pernikahan. Tidak masalah bahwa aku tidak kuliah demi Marissa. Aku pun tak apa bila mendapatkan semua pakaiannya yang sudah tak ia sukai lagi ataupun bekas dari dirinya. Sekarang, untuk sebuah pernikahan, apa aku juga harus mendapatkan apa yang merupakan miliknya sebelumnya? Ini tidak adil!” 

Suara Melissa terdengar bergetar di akhir. Jelas sekali dia menahan tangis.

Sayangnya, sang Ibu tak tersentuh mendengar itu semua. Wanita paruh baya itu justru menatap Melissa semakin tajam. 

“Lalu, kau mau keluarga kita hancur? Jangan egois, Melissa! Kau harus menikah dengan Erlangga!”

“Tidak mau, Bu!” tegas Melissa lalu hendak pergi meninggalkan ibunya. 

Namun, pintu ruang rias terbuka mendadak, sehingga membuat Melissa menghentikan langkahnya.

“Erlangga?” ucap Ibu Melissa dengan terkejut.

Melissa sontak menatap Erlangga yang kini berdiri di ambang pintu.

Tatapannya kemudian beralih pada sosok paruh baya di belakang kursi roda Erlangga.

Ibu Erlangga–wanita paling baik di dunia ini bagi Melissa, bahkan melebihi Ibu kandungnya–terlihat memasang ekspresi sedih.

Keberanian untuk menolak pernikahan tak masuk akal perlahan lenyap dari dalam diri Melissa. Bagaimana bisa kakak kembarnya itu meninggalkan Erlangga dan keluarganya yang sudah sangat menyayangi dirinya?

“Biarkan aku berbicara dengan Melissa,” ucap Erlangga tenang. Meski demikian, siapa pun dapat merasakan dominasi dari suara bariton pria itu.

Melissa sontak menelan ludahnya dengan susah payah. Kecemasan kini memenuhi dirinya.

Meski pria itu adalah calon iparnya, tetapi Melissa tak pernah dekat dengan Erlangga. 

Pria itu terlampau dingin dan terkesan tak memiliki empati dalam dirinya. Terlebih, sejak kecelakaan naas beberapa bulan lalu. Hanya Marissa yang terlihat mampu mengendalikan pria itu. Namun, sang kakak justru menghilang….

Melissa berharap sang Ibu tak mengizinkan, namun dia justru melihat wanita paruh baya itu mengangguk–memberi izin. “Baiklah.” 

Tak lama, kedua wanita paruh baya itu lantas pergi meninggalkan Erlangga dan Melissa yang kini saling memandang canggung.

“Apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Melissa membuka pembicaraan meski hatinya gugup sekali.

“Langsung saja, aku tidak suka bertele-tele. Kakakmu kabur, dia tampaknya tak ingin menjalani pernikahan denganku.”

“Lalu?” tanya Melissa bingung.

“Semua persiapan pernikahan ini sudah disiapkan sejak jauh-jauh hari. Aku tak ingin membuat malu keluargaku dan keluargamu. Aku juga tidak ingin orang-orang mengasihaniku karena ditinggal oleh calon istriku sendiri di hari pernikahanku,” ucap Erlangga masih dengan ketenangannya.

“Lalu, kau ingin aku menggantikan kakakku? Begitu?” 

“Ya,” ucapnya datar.

“Kau gila! Aku tak mau! Kalau kau mencintai Marissa, kau harus mencarinya, bukannya mencari penggantinya!”  

“Aku tak mau mendengar penolakan, Melissa. Kakakmu pergi atas kemauannya sendiri, bukan kemauan orang lain. Sekalipun aku menemukannya, dia tetap tak ingin menjalani pernikahan ini.”

“Lalu, bagaimana denganku? Aku mencintai kekasihku!” tanya Melissa mulai tersulut emosi.

“Lupakan pria itu. Fokusmu dan aku adalah menjaga nama baik keluarga!” ucap Erlangga setengah membentak. Dia sudah mulai hilang kesabaran.

Hatinya sakit luar biasa karena perlakukan Marissa. Ditambah lagi, harga dirinya yang tak mengizinkan ia dipermalukan di depan banyak orang. 

Lalu, Melissa–orang yang berwajah serupa dengan wanita itu–kembali menolaknya?

Meski tidak adil, Erlangga tidak bisa menahan rasa amarah yang muncul dalam diri melihat Melissa.

“Kalau kau tidak mau, orang tuamu akan menanggung semua akibat dari perbuatanmu sampai akhir hayat mereka,” tambah Erlangga–sedikit mengancam.

Melissa menatap Erlangga dengan tajam. Namun, air matanya tak bisa ia tahan lagi. 

Perkataan Erlangga begitu menghancurkannya. Mengapa semua jadi salah dirinya? 

Seolah hidupnya memang tak pernah berarti bahkan untuk dirinya sendiri.

Dia kalah dengan semua ucapan Erlangga, benar bahwa keluarganya memang berhutang segalanya pada keluarga Erlangga. Namun, haruskah pria itu mengungkit semua itu? Jika Erlangga sakit hati pada kakaknya, jangan melimpahkan emosi pada dirinya!

“Kau keterlaluan,” ucap Melissa dengan suara bergetar. 

“Cepat ganti pakaianmu! Ingat, aku bisa membuat kehidupan kedua orang tuamu seperti di neraka,” ucap Erlangga dengan dingin–sambil memutar kursi roda menuju pintu keluar. 

Dia berusaha tak mempedulikan tangisan gadis itu karena sejujurnya hatinya juga menjerit. 

“Aku tunggu kau di altar, Melissa.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status