Sesampainya di tempat yang disebut dalam catatan lama itu, sebuah wilayah yang dulunya terpencil di pinggiran kota Tua. Javier turun dari mobil bersama tim dari Ken.
Angin sore berhembus pelan, membawa aroma debu dan tanah kering. Jalanan berbatu yang mereka lalui tampak sepi, hanya beberapa rumah tua berdiri di kejauhan, sebagian besar sudah ditelan semak dan lumut.Salah satu anggota dari timnya Ken membuka peta digital di tabletnya sambil berkata pelan, “Menurut arsip lama, rumah Nyonya Valerie ada di sekitar titik ini. Tapi semua data kepemilikan berhenti di tahun kejadian itu. Setelah itu, catatannya pun menghilang.”Javier mengamati sekeliling dengan pandangan tajam. Ia melangkah ke sebuah area lapang yang dikelilingi pagar karat setengah roboh. Di sana hanya tersisa pondasi retak dan batu bata kusam, tanda bahwa pernah ada bangunan berdiri di tempat itu.Seorang pria paruh baya lewat sambil membawa gerobak buah. Javier segera menghampiriEsok harinya, Jenn kembali ke kampus untuk kuliah. Pertemuan kembali dengan Rena terasa agak kaku, canggung, dan aneh. Namun, Jenn bersikap seolah tidak terjadi apapun, begitu juga dengan Rena. “Jenn, siang nanti kita coba menu baru di kantin, yuk!” ajak Rena, berharap masih bisa terus nyaman sebagaimana mestinya. Dengan cepat Jenn mengangguk. “Oke. Aku juga agak penasaran bagaimana rasanya salmon di kantin.” Rena tersenyum, begitu juga dengan Jenn. Beberapa saat kemudian, mereka pun berada di kantin kampus. Sambil menikmati makanan, Rena akhirnya memulai pembicaraan. “Jenn, soal apa yang aku katakan kemarin, tolong jangan membuat mu terpengaruh ya. Jujur saja, aku sendiri sama sekali tidak pernah bertemu dengan maksud spesial dengan suamimu. Tentang perjodohan yang aku katakan itu cuma pembahasan antara kedua orang tuaku dan Neneknya Kak Javier,” ucap Rena, dia terlihat tidak nyaman,
Begitu mobil berhenti di halaman rumah, Jenn langsung membuka pintu sebelum Javier sempat mematikan mesin sepenuhnya. Javier pun hanya bisa menggelengkan kepalanya, heran. Ia berlari melewati taman depan dengan langkah ringan, gaun kampusnya berkibar, sementara suara tawa kecilnya menggema di antara hembusan angin sore. Sudah tidak sabar untuk bertemu Jack. “Sayang, hati-hati!” seru Javier dari belakang, tapi ia hanya menggeleng kecil, tidak sanggup menahan senyum. Begitu Jenn memasuki rumah, suara Liliana terdengar dari arah kamar bayi. “Eh, Jenn! Jack baru saja bangun!” Tanpa menjawab, Jenn segera menuju kamar itu. Dan di sanalah, di atas ranjang kecil yang dikelilingi mainan lembut dan aroma bayi, Jack terbaring dengan mata bulat menatap langit-langit. Begitu mendengar langkah kaki ibunya, bayi itu menoleh dan tersenyum dengan lebar. “Jack, kesayangan Ibu…” suara Jenn bergetar pelan saat ia meraihnya ke dalam pel
Hari pertama kuliah berjalan jauh lebih baik dari yang Jenn bayangkan kala itu. Rena, dengan sikapnya yang ceria dan ramah, berhasil membuat suasana kaku di antara mereka mencair begitu saja. Mereka menghabiskan waktu istirahat dengan berbincang di taman belakang kampus, membicarakan hal-hal ringan, dari dosen pertama yang terlalu perfeksionis, teman sekelas yang sangat suka mengomel, sampai makanan kantin yang katanya lebih cocok disebut ‘percobaan kimia’. Jenn tertawa kecil. Tidak menyangka kalau kehidupan di kampus juga cukup menyenangkan. Rena mengangkat alis puas. “Nah, akhirnya aku berhasil bikin kau tertawa juga hanya karena hal remeh! Wajahmu saat pagi tadi kayak mau ikut ujian hidup, tahu nggak?” Jenn menggeleng, masih tersenyum. “Aku cuma belum terbiasa aja. Lagi pula, setiap datang ke kampus aku jadi agak sedih karena harus jauh dari keluargaku, yah... walaupun hanya untuk beberapa jam saja.”Jenn sengaja tidak memberi
Pagi itu langit tampak cerah, seakan seluruh udara di sekitar rumah ikut menyambut babak baru dalam hidup Jenn yang akan penuh dengan tantangan baru. Mobil hitam panjang khusus keluarga berhenti di depan gerbang besar sebuah universitas ternama, tempat di mana hanya mereka yang berasal dari kalangan terpandang atau berprestasi luar biasa yang bisa menapakkan kaki dengan leluasa. Jenn duduk di kursi belakang bersama Javier. Di depan, Thomas dan Valerie berbincang pelan dengan nada lembut. Mereka tampak bahagia, akhirnya Jenn bisa melanjutkan pendidikan sebagaimana mestinya, dan tidak sepenuhnya kehilangan masa mudanya. Namun, di balik ketenangan itu, Jenn memegang erat jemarinya sendiri. Dia gugup sekali. Ia masih belum sepenuhnya yakin. Mendaftar kuliah di tempat elit seperti ini terasa seperti mimpi, tapi juga tekanan yang berat karena takut akan mengecewakan. “Aku benar-benar masih tidak yakin ini ide yang tepat,” ucapnya lirih
Sofia mondar-mandir mandir di ruang tengah kediaman Ludrent. Dia menunggu Thomas pulang ke rumah karena ada hal yang harus dia bahas, tapi sudah hampir jam 11 malam, Thomas belum juga sampai di rumah. Dia panik, dia takut, bahkan dia juga tidak bisa tenang sejak pagi. “Thomas, sebenarnya kau pergi ke mana?” gumam Sofia. Sofia benar-benar menunggu Thomas, berharap Thomas juga akan memberikan bantuan padanya. Beberapa waktu belakangan ini bisnis keluarganya makin menurun, saat ini tidak ada jalan lain selain meminta Thomas untuk membantu agar bisnis keluarganya tidak bangkrut. Sofia melihat ke jendela, tanda-tanda Thomas akan pulang masih tidak ada. Entah ke mana perginya pria itu. Sejak beberapa bulan terakhir ini sulit untuk dicari keberadaannya, bahkan kadang orang suruhannya malah dibuat bingung seolah Thomas sudah menyadari kalau sedang diam-diam diikuti. “Sial...” gumam Sofia yang mulai tidak sabaran. Tidak ada banyak waktu lagi, dia harus segera mendapatkan
Javier menghubungi Ken, meminta kepada Ken untuk benar-benar menghentikan semua dukungan yang sebelumnya diberikan kepada Karina dan keluarganya. “Pastikan kali ini Ibuku tidak bisa memiliki pilihan,” ucap Javier tegas. “Dia cuma tahu melarang ku ini dan itu, sudah waktunya dia paham kalau aku tidak akan pernah memenuhi keinginannya.” Di seberang telepon, dengan tegas Ken menjawab, “Baik, Tuan. Saya akan menghentikan total pengiriman uang, berhenti menopang bisnis Ayah tiri anda, dan membiarkan mereka hidup dengan kemampuan mereka sendiri.” Javier mengakhiri sambungan telepon. Dia tidak ingin ada gangguan lagi dalam hubungan rumah tangganya. Terdengar kejam, tapi hanya ini yang bisa Javier lakukan untuk kehidupannya yang seimbang. Ibunya adalah orang yang telah melahirkannya, tetapi bukan berarti Javier boleh diatur sesuka hati, apalagi yang selalu bertentangan dengannya. Selama beberapa bulan ini, sebenarnya Javier buk