Share

Chapter 34

Penulis: Lia.F
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-27 20:56:58

Siang hari di Universitas Oxford. Langit berwarna abu menggantung rendah, menumpahkan cahaya mendung di antara kabut dan bangunan batu tua yang dilingkupi ivy. Suara burung camar dari kejauhan bertemu denting jam tua yang menggaung lambat, membingkai keheningan khas kampus tua.

Mobil SUV hitam berhenti perlahan di sisi selatan halaman parkir — area yang tidak terlalu ramai, dikelilingi pohon mapel yang mulai menggugurkan daunnya. Mereka tiba disini sekitar pukul tiga, karena perjalanan dari London ke Oxford memakan waktu hingga hampir 2 jam lamanya. Juliete meminta sopir berhenti di sini bukan tanpa alasan. Tempat ini strategis — cukup sepi, tapi masih dalam jangkauan pandang.

Sosok Olivia sudah menunggu di dekat patung setengah usang di ujung halaman. Begitu melihat Juliete turun dari mobil, ia langsung berlari dan memeluk sahabatnya itu erat, tubuhnya tampak kecil di tengah siluet bangunan gothic yang menjulang.

“Oh, Julie… kau seperti hilang ditelan bumi,” keluhnya, nyaris m
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 34

    Siang hari di Universitas Oxford. Langit berwarna abu menggantung rendah, menumpahkan cahaya mendung di antara kabut dan bangunan batu tua yang dilingkupi ivy. Suara burung camar dari kejauhan bertemu denting jam tua yang menggaung lambat, membingkai keheningan khas kampus tua. Mobil SUV hitam berhenti perlahan di sisi selatan halaman parkir — area yang tidak terlalu ramai, dikelilingi pohon mapel yang mulai menggugurkan daunnya. Mereka tiba disini sekitar pukul tiga, karena perjalanan dari London ke Oxford memakan waktu hingga hampir 2 jam lamanya. Juliete meminta sopir berhenti di sini bukan tanpa alasan. Tempat ini strategis — cukup sepi, tapi masih dalam jangkauan pandang. Sosok Olivia sudah menunggu di dekat patung setengah usang di ujung halaman. Begitu melihat Juliete turun dari mobil, ia langsung berlari dan memeluk sahabatnya itu erat, tubuhnya tampak kecil di tengah siluet bangunan gothic yang menjulang. “Oh, Julie… kau seperti hilang ditelan bumi,” keluhnya, nyaris m

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 33

    Bunyi klik terdengar pelan. Tanda bahwa pintu kamar Jaiden telah terbuka. Dominic berdiri di ambang pintu, tangannya masih menggenggam gagang pintu. “Silakan, Miss,” ucapnya sopan. “Terima kasih, Dominic. Kau boleh kembali,” balas Juliete, suaranya tenang meski hatinya waspada. Begitu kaki Juliete melangkah melewati ambang pintu, hawa dingin musim dingin menyambutnya bersama aura yang berat dan mencekam. Kamar itu adalah refleksi dari pria yang akan menikahinya. Hitam mendominasi ruang dengan elegansi yang misterius. Dinding-dindingnya dihiasi panel kayu gelap dan ukiran klasik, furnitur-furniturnya berat dan mahal, beraksen emas. Di seberang ruangan, jendela-jendela tinggi berderet, membingkai cahaya keperakan dari langit mendung. Pemandangan luar juga dipenuhi kabut tipis musim dingin. Ia menyisir ruangan dengan matanya, hingga pandangannya jatuh pada sebuah meja kayu mahoni di sudut. Meja kerja Jaiden. Hitam mengilap dan rapi. Ia melangkah pelan ke sana, derit lantai kayu

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Charger 32

    Pagi itu, Juliete terbangun lebih awal. Tanpa berganti pakaian, ia langsung turun ke lantai bawah masih mengenakan gaun tidur satin berwarna putih dan lembut, pilihan Jaiden. Saat tiba di ruang makan, tak ada siapa pun di sana. Namun meja sudah tertata rapi. Sarapan hangat menunggu, lengkap dengan jus jeruk yang baru diperas. Juliete melirik sekilas ke arah jam dinding—baru pukul setengah delapan. Ia menarik kursi dan duduk, tangannya meraih gelas jus sambil menoleh ke arah suara langkah lembut di belakangnya. Ternyata Alice, gadis pelayan itu, diam-diam telah mengikutinya sejak ia turun tangga. “Jaiden di mana?” tanya Juliete, suaranya datar namun menyiratkan sedikit rasa ingin tahu. “Tuan sedang keluar kota, Miss. Beliau baru akan kembali besok,” jawab Alice sopan dan singkat. Juliete mengangguk pelan. Ada bayangan kecewa yang samar di wajahnya. Mungkin, tanpa ia sadari, dirinya mulai terbiasa dengan kehadiran Jaiden. Dan kini, saat pria itu tak ada di tempatnya, kastil in

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 31

    Setelah makan siang, Jaiden tak banyak bicara. Mereka langsung menuju butik perhiasan mewah di jantung kota. Begitu masuk, suasananya tak jauh berbeda—tatapan orang-orang mengarah pada mereka, terutama pada borgol yang masih melingkar di pergelangan tangan Juliete. Tapi tak ada yang berani berkata apa-apa. Siapa pun yang mengenal Jaiden Cavendish tahu batasan mereka. Manajer butik menyambut dengan senyum profesional, nyaris kaku karena gugup. Mereka langsung diarahkan ke ruang VIP—sebuah area tersembunyi dengan layanan eksklusif. Juliete duduk di sofa beludru berkelas, di samping Jaiden. Benjamin berdiri tegak di sudut ruangan, seperti bayangan tak bersuara. Di atas meja, deretan kotak perhiasan dibuka satu per satu. Cincin-cincin berlian berkilau terpampang di hadapan Juliete. Dua pelayan mendampingi, membantu sang manajer menampilkan pilihan terbaik yang dimiliki butik itu. Kini giliran Juliete memilih. Dan semua mata tertuju padanya. “Berikan aku cincin yang paling mahal,

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 30

    Lima belas menit berlalu dalam ketergesaan. Borgol itu kembali melingkar di pergelangan tangan mereka—mengeratkan ikatan, secara harfiah. Jaiden kini sudah berpakaian rapi, jasnya licin sempurna, dasi terikat presisi. Sialnya, tadi pria itu mengenakan semuanya dalam keadaan setengah telanjang, dan sama sekali tidak terganggu oleh keberadaan Juliete. Untungnya, Juliete sempat menyelinap ke dalam wardrobe, jadi tak harus melihat setiap inci tubuh pria itu—walau… otaknya tetap menyimpan cukup visual untuk membuatnya memerah sekaligus. “Aku belum makeup,” keluh Juliete akhirnya. Wajahnya masih polos. Sisa air di ujung rambutnya menetes pelan ke bahu. Jaiden, yang sedang mengancingkan manset tangannya, menoleh. Tatapannya tenang. “Take your time, baby.” Juliete mengangkat tangan mereka yang terikat. “Bagaimana caranya aku make-up dengan satu tangan terikat?!” “Lakukan saja. Aku tunggu.” jawab Jaiden ringan. Satu sudut bibirnya menyeringai—karena tentu saja, dia menikmati sem

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 29

    Cahaya pagi merambat lembut melewati tirai tipis, menyusup ke sela kelopak mata Juliete yang perlahan terbuka. Pandangannya masih kabur, tapi bayangan di hadapannya segera menjadi nyata. Pria itu berbaring di sampingnya, menatap Juliete dengan mata setengah mengantuk dan rambut sedikit berantakan, kini mereka saling berhadapan—entah sejak kapan. Ada sesuatu yang berbahaya sekaligus intim dari caranya memandangi Juliete pagi ini. Tangannya perlahan terangkat, menyentuh pipi Juliete pelan. Ujung jarinya dingin tapi tetap mengalirkan panas ke seluruh pori Juliete. “Sudah bangun, baby?” bisiknya rendah. Juliete hanya mengangguk. Tak ada kata yang mampu ia lontarkan. Kini Juliete sadar Pria ini yang akan ia lihat setiap paginya setelah pernikahan berlangsung. Sialnya ia mulai terbiasa dengan kehadiran Jaiden. Lebih tepatnya pada dominasinya. Tapi bayang-bayang malam sebelumnya kembali menyusup. Arthur. Pernyataan dan kecurigaannya masih menggema di kepala Juliete. Juliete sebenar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status