Share

Chapter 59

Auteur: Lia.F
last update Dernière mise à jour: 2025-07-06 18:35:00

“Kenapa harus Italia?” Juliete akhirnya membuka suara, suaranya pelan, sedikit bergetar oleh kehangatan air dan hembusan napas Jaiden di lehernya. Jemarinya meraba tangan Jaiden yang membelit pinggangnya, membandingkan besar tangan pria itu dengan jemarinya sendiri yang ramping.

Jaiden terkekeh pelan, membenamkan wajahnya sedikit lebih dalam di ceruk leher Juliete, menghirup aroma kulitnya.

“Aku punya kasino di sana, aku harus memantau beberapa hal,” jawabnya, suaranya terdengar malas, tapi lembut, menenangkan.

Juliete menghela napas kecil. “Dari semua tempat di dunia…kenapa harus Italia? Kenapa bukan Paris, atau Maldives?”

Jaiden terdiam sejenak. Ia lalu menyelipkan dagunya di pundak Juliete, matanya menatap pantulan wajah istrinya di permukaan air.

“Tidak ada alasan khusus, Mrs. Cavendish…” gumamnya pelan. “Aku hanya ingin semua orang di sana tahu, terutama stafku, bahwa aku memiliki istri. Dan istriku sangat cantik.”

Juliete mengerucutkan bibir, pura-pura tak senang, me
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Chapitre verrouillé

Latest chapter

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 76

    Setelah suara tembakan menggema, keheningan sempat menelan seluruh rumah tua itu. Juliete menempelkan punggungnya di dinding koridor, napasnya memburu, jari telunjuknya masih membidik gagang pintu. Lalu… suara kriet — derit jendela kayu terbuka. Suaranya samar, tapi cukup memecah fokus Juliete. Dia menajamkan telinga, mendengar langkah tergesa. Dengan hati-hati, dia mendorong pintu kamar terbuka kembali. Pistol teracung mantap di kedua tangannya, tubuhnya setengah menunduk siap bidik. Ruangan itu kini kosong — hanya debu beterbangan di udara, dan tirai renda yang berkibar liar ditiup angin. Jendela besar di sudut kamar terbuka lebar. Juliete maju beberapa langkah, mendekat ke jendela. Tepat saat dia mencondongkan tubuh, matanya menangkap bayangan hitam pria bertopeng itu — melompat turun ke halaman belakang. Tanpa pikir panjang, Juliete menekan pelatuk. BRAK! — peluru menembus angin, melesat nyaris mengenai bahu pria itu. Tapi sosok hitam itu hanya sedikit terhuyung, lalu langsun

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 75

    Juliete dan Joane akhirnya tiba di Nottingham tepat di jam makan siang. Begitu keluar dari pintu kedatangan bandara, sebuah SUV hitam berlogo kecil Hawthorne & Carter LLP sudah menunggu di tepi trotoar — fasilitas resmi yang disediakan firma untuk mempermudah pekerjaan para pengacaranya. Setelah makan siang singkat di sebuah restoran bergaya klasik tak jauh dari bandara, keduanya langsung melanjutkan perjalanan ke lokasi tanah sengketa. Selama di perjalanan, Juliete lebih banyak diam, menatap jendela mobil — memorinya sibuk mencocokkan poin-poin sengketa dengan peta yang ditunjukkan Joane di tablet tadi. Hanya butuh sekitar dua puluh menit hingga mereka tiba di pinggir jalan beraspal lebar, di mana hamparan tanah kosong terbentang — nyaris seperti ladang liar yang dibiarkan tumbuh semak liar. Di kejauhan, tampak pohon-pohon tua merapat membentuk jalur setapak samar. Joane melirik Juliete yang menurunkan kaca jendela, membiarkan angin dingin Nottingham masuk sebentar. “Ini tanah wa

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 74

    Bunyi ding lift terdengar pelan. Pintu logam bergeser membuka di lantai tiga menampakkan sosok Margaret berdiri di ambang pintu, bahu tegap, wajah anggun seperti biasa. Matanya membulat sedikit, melihat putra sulungnya dan menantunya berdiri terlalu rapat di sudut lift. “Wah…” Margaret terkekeh kecil, senyum lembutnya muncul di sudut bibir. “Pasangan favorit mommy rupanya sedang bermain di lift, ya?” Suaranya ringan, tapi tatapannya tajam menembus Jaiden. Juliete reflek ingin melepaskan pelukannya di pinggang Jaiden, wajahnya memanas seketika. Namun tangan Jaiden justru merapatkan cengkeramannya di lengan Juliete menahan, sengaja memerangkap. Sebuah senyum licik merayap di sudut bibir Jaiden, tatapannya menatap Margaret tanpa dosa. Juliete hanya mendesah kecil, mengumpat dalam hati. Margaret melangkah masuk ke lift, berdiri anggun di samping mereka. Sorot matanya bergeser ke arah tangan Jaiden yang menahan tangan Juliete di perutnya. Ia tersenyum simpul, nada bicaranya hangat

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 73

    Lima dummy di hadapan Juliete roboh nyaris serempak, suara tembakan bergema di ruang latihan senjata Cavendish. Nafas Juliete masih teratur meski pelipisnya berkeringat, kacamata pelindung masih bertengger di hidungnya. Di belakangnya, Jaiden berdiri terlalu dekat, satu tangan membungkus pinggangnya, bibirnya sibuk mencium kulit leher Juliete — menebarkan gigil di antara bau mesiu yang masih segar. “Kau makin cantik saat sedang menembak, sayang…” bisik Jaiden, suaranya berat menelusup di tengkuk Juliete. Juliete menggeram kecil, jemarinya masih menekan pelatuk, namun tembakan terakhir hanya menghantam dada dummy — bukan kepala, bukan sasaran sempurna seperti yang dia mau. Dengan kesal, Juliete menurunkan senjata, membuka kacamata pelindungnya, dan menatap Jaiden dengan tatapan tajam penuh protes. “Shit?!” desisnya, hampir mendesis seperti kucing marah. Jaiden terkekeh pelan, pura-pura mengangkat bahu seolah dirinya tak bersalah. Senyum miringnya menambah panas kuping Julie

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 72

    “Kau akan menjadi bagian dari mereka mulai hari ini, Mrs. Cavendish,” ujar Brandon pelan namun tegas. Suaranya nyaris tenggelam di antara deru printer dan bisik diskusi para pengacara di luar. Tanpa menunggu jawaban, pria berambut putih itu kembali melangkah, dan Juliete tetap membayangi di belakangnya. Tumit sepatunya beradu pelan dengan lantai kayu, menahan napas saat Brandon mendorong pintu kayu tua bertulis Senior Partner Room. Ruangan di baliknya memancarkan kesunyian lain. Dinding berlapis rak buku penuh berkas kulit, satu jendela tinggi menatap langit London yang mendung. Di tengahnya, meja kerja Brandon terhampar rapi, dengan lampu baca yang menyorot beberapa map berwarna biru gelap. “Silakan duduk, Mrs. Cavendish,” kata Brandon, nadanya nyaris tak berubah. Ia menarik kursinya sendiri, membiarkan Juliete duduk di seberang. “Kita akan langsung membicarakan kasus pertamamu.” Mata Juliete sontak melebar, seolah itu bisa menahan detak jantungnya yang melesat cepat. Bukanka

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 71

    Langit London mendung ketika mobil hitam Jaiden berhenti tepat di depan gedung berarsitektur Victoria — Hawthorne & Carter LLP. Plakat kuningan di depan pintu kayu tua berukir nama firma hukum yang bagi banyak orang, berarti prestise. Tapi bagi keluarga Cavendish, ini lebih dari sekadar kantor pengacara, ini benteng rahasia yang menahan banyak rahasia tetap rapi di balik tumpukan berkas legal. Juliete berdiri di trotoar basah, mengenakan mantel hitam. Matanya menatap gedung itu dengan campuran gugup dan semangat. Di sampingnya, Jaiden berdiri tenang, satu tangan di saku, menatap istrinya puas. “Selamat magang, Mrs. Cavendish…” Jaiden berbisik pelan di telinganya, nadanya setengah menggoda, setengah perintah. “Bekerjalah baik-baik… Hawthorne & Carter bukan kantor hukum mainan. Mereka rekanan keluarga kita sejak ratusan tahun lalu.” Juliete menoleh, matanya sedikit menyipit antara kagum dan tetap terjerat dalam pesona pria yang kini menuntun langkahnya. “Jadi ini tetap milikmu

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status