Selamat membaca.
Terbakar!Rasa panas menjalar menembus tulang, suara teriakan terdengar. Jeritan dan erangan pilu makin menjadi, tetapi aku terkurung dalam ruang yang gelap.Tidak bisa bergerak.Tap! Tap! Tap!Suara langkah kaki berat mendekat, aku tak bisa menoleh. Tubuhku tak bisa dikendalikan, seperti bukan milikku.Tiba-tiba. Sebuah tangan melingkar pada pinggangku. "Syuttt, kamu tidak akan mati!" Seseorang memelukku dari belakang. 'siapa?'Akhhh!!!Mati...dia bilang aku tak akan mati. Ta-tapi mengapa, leherku begitu sakit. Seolah-olah terbakar?!***Dia adalah awal dan akhir sebuah Tradegy. Yang berarti indah, dan bisa berarti menyakitkan.Cahaya yang berbunyi di langit Elydra yang gelap, lahir dan tumbuh di sebuah desa kecil bernama Clossiana Frigga. Tempat manusia tinggal dan hidup dari bayang-bayang hutan pinus penuh misteri, dibatasi gunung batu utara yang curam, serta memiliki lautan dan sugai bening yang tak terjama kedalamannya.Warga desa percaya, kalau ada sesuatu yang mengerikan dalam lautan. Jadi kami mengambil, tidak menyelam. Meski hidup dalam ketakutan dunia luar, desa ini cukup damai dan sejahtera, indah dengan pohon-pohon berwarna jingga layaknya musim gugur. Ada juga yang hijau, tetapi sebagai pohon yang tumbuh di wilayah Clossiana Frigga, adalah jingga, kekuningan, dan coklat. Tumbuh secara natural dari tanah yang subur.***"Emabell!" panggil seseorang, padaku yang sedang menikmati pemandangan dari jembatan kokoh yang menghadap langsung ke utara.Bahkan jebatan ini bisa menampung seluruh warga desa jika sedang banjir, dari sini, bangunan-bangunan desa terlihat sangat kecil. Konon katanya, jembatan ini dibangun oleh raja dari utara ke dua, untuk kekasihnya. Yang berujung perpecahan dunia Elydra.Sekarang, jembatan ini tinggal sejarah saja."Nike?!" Aku tau, orang yang suka datang ke jembatan ini selain aku. Ada Nike—Gadis cantik dengan perawakan tomboy. Nike itu cuma nama samaran, aslinya adalah Nirmala, tetapi ia lebih suka dipanggil Nike biar lebih keren saja katanya."Sedang memikirkan hal fantastis lagi tentang dunia ini Emabell?" tanyanya dengan nada mengejek. Akupun tertawa, "sekarang apa? Menciptakan jalan dengan membelah gunung utara? Atau, menciptatakan sayap untuk menjelajahi hutan pinus?" pikir Nike menyindir semua keinginan Emabell yang sangat mustahil.Tetapi aku tak pernah marah atau tersingung. Nike justru benar, mimpiku hanya terlalu luar biasa.Andai saja tak Aada aturan territory, mungkin hutan pinus bisa dijelajahi, dan gunung utara bisa didaki. "Hah!" Aku menghela nafasku berat. "Mungkin raja yang tinggal disana bisa mengerti, kalau bersama-sama akan jauh lebih baik bagi setiap territory," kataku sembari menatap ke arah gunung utara."Tapi mereka berbeda Abelll!""Memangnya kenapa kalau berbeda Nike? Kita 'kan, sama-sama bernafas!" ujarku sembari membari memayumkan bibirku ke kanan cemberut.Nike malah gemes. "Iya tahu, tapi bukan seperti itu juga konsepnya. Ingat, mereka yang hidup di balik pohon pinus, lautan, dan gunung. Bernafas selamanya, sedangkan kita hanya harus menikmati hidup dengan damai. Abell, bersama ck! Jangan mimpi!" jelasnya lagi."Benar, tapi Nike. Pernahkah kamu berpikir, untuk menaiki kuda, memakai jubah dan anak panah. Melintasi gunung dan lembah, atau berlari di hutan tanpa halang, serta berenang tanpa rasa takut?" tanyaku diakhir.Semuanya terdengar penuh dengan keinginan dan harapan.Nike makin bingung denganku."Bukan berlari di tengah hutan, tapi jadi santapan, bukan juga berenang, tapi mati sia-sia, bukan mendaki...tapi diperkosa oleh penduduk utara!" urainya membenarkan semua akibat dari keinginan Emabell barusan. "Kita manusia, fana, lemah...."Aku menimpali. "Tapi kita punya hati yang tulus....""Dan mereka tidak punya hati untuk membalas ketulusan kita!" sambung Nike kali ini di sertai tawa menyerigai—sebelum Nike mengambil alih keranjang buah yang ada di sampingku yang kosong. "Kita pulang dalam 10 menit lagi, jangan terlambat Emabell!" seru Nike sembari melambaikan tangannya padaku.Sebenarnya, memetik buah adalah tugasku. Akan tetapi, Nike selalu mengambil alih agar aku punya waktu mencari jamur obat untuk warga di dekat hutan pinus.Setiap datang aku hanya melihat sekilas, tak berani masuk karena itu bukanlah wilayah manusia. Jadi, aku hanya mencari di pinggir-pinggir hutan saja.Tetapi beberapa saat kemudian, aku menatap ke arah kiri dan kanan. Mengawasi, sebab di belakang pohon pinus ada jamur putih yang kubutuhkan.Namun saat aku hendak melangkah, lenganku malah di cekal oleh tangan seseorang. "Itu bukan bagian dari Clossiana Frigga!"DEG! Mataku membelalak.Satu yang kupikirkan, 'berbahaya!'Bersambung....Selamat membaca. Namun saat aku menoleh ke arah orang yang dengan berani-beraninya menyentuh, seorang Emabell dengan lancangnya. "Anda siapa?" tanyaku dengan satu alis terangkat saat melihat, kakek tua—yang ku yakini sebagai penjelajah (satu-satunya kaum yang di berikan wewenang untuk keluar masuk territory tanpa jaminan hukum dan keselamatan) bisa dibilang mereka adalah orang-orang yang tidak di lindungi raja, tetapi mematuhui perintah raja utama. Mereka cenderung tak memiliki identitas seperti layaknya nama ataupun rumah. "Sedang mencari jamur ya?" kakek itu bertanya sembari melepas cekalan tangannya dari leganku, lalu berduri dengan postur tegap dan bertata krama. Aku yang diperlakukan baik lantas tersenyum padanya, lalu menganggukan kepalaku sebagai jawaban atas pertanyaannya. Sembari menatap penuh ingin ke arah jamur putih yang ada di sebelah pohon pinus. Melangkah—kakek penjelajah itu, dengan baik hatinya mencabut jamur putih tersebut dan di berikannya padaku. "Anggaplah k
Selamat membaca. "Ya mungkin orang itu hanya halusinasimu saja!" kata kakek itu mengiyakan perkataan dari Emabell. Tetapi Emabell malah terlihat takut, itu membuat sang kakek mengerutkan keningnya bingung."Tapi bagaimana jika itu benar-benar hantu sang raja ke dua utara, yang mengintai, dan bersiap untuk membalas dendam?!" tanya Emabell lagi yang membuat sang kakek tak habis pikir dengan ucapa gadis itu barusan. "EMABELL!" namanya dipanggil dengan kuat. Emabell pun segera bergegas untuk pulang. Sedang kakek itu hanya terus menaruh tatapan penuh tanyanya pada Emabell. Yang bisa begitu santai dan akrap dengab orang yang baru saja ia kenal. "Orang yang selalu melihat ke jembatan ya? Yang mulia, mungkin akan tertarik pada manusia itu. Setelahnya kakek itu menghilang begitu saja seperti angin. ***Di balik sumur, aku bersembunyi agar tak ketahuan ayah dan ibuku karena terlambat pulang lagi. Demi apapun, Aku hanya tidak ingin mendengar cermah yang diulang mengenai sikapku. "Kan aku s
Selamat membaca. Dari kerumunan paling belakang, seorang wanita dengan tudungnya mendekat. "Apa yang terjadi disini?"Kaget. Pria paru baya berkumis itu menyapu dadanya karena ada yang bertanya secara tiba-tiba, tapi saat di lihat dari asing wajahnya wanita bertudung itu. Pria paru baya berkumis belah dua itu sadar, kalau itu hanyalah penjelajah yang lewat. "Itu, ada seorang putri yang terkena penyakit langkah. Kasihan sekali!" jelasnya. "Dan siapa nama putri itu?"Entah mengapa, Almosa yang sedang menyamar berharap kalau bukan nama Emabell yang akan pria itu sebutkan nantinya. "Anda tidak mungkin mengenalnya, tapi namanya Emabell!"Positive thingking saja. Mungkin bukan Emabell yang itu, mungkin Emabell yang lain. "Emabell?" ulang Almosa, hanya bisa melihat dari tempatnya tampa mengatakan apa-apa. Pria paru baya itu berubah sendu, mulutnya merapar dan matanya berkaca-kaca seakan sangatlah terluka dengan kabar sakitnya Emabell. Lalu dengan berat hati, ia menganggukan kepalanya.
Selamat membaca. Di kereta tua. Nike menandangku penuh tanya, tetapi aku juga tahu. Kalau sebenarnya ia juga cemas pada kondisiku. "Jadi bagaimana kamu bisa sampai terkena penyakit itu?" tanya Nike akhirnya. "Aku takut loh Emabell?"Aku lantas tersenyum. "Sama aku?""Bukan, kapan sih kamu pernah serius?" kesal Nike karena aku malah mengajaknya berkelahi dengan kata-kata. "Iya, maaf-maaf!" ucapku meminta maaf. Sebelum aku menjelaskan asal mula mengapa aku bisa sampai sakit seperti ini, sembari membalik lebaran demi lembaran kertas pada sebuah buku besar, yang ada pangkuanku. Tapi mataku berhenti pada sebuah kalimat sederaha namun bermakna. "Darah sang turunan penguasa utara!" Pikirku membatin."Jadi mana penjelasannya?" tuntut Nike. "Iya." jawabku singkat, sebelum kembali membalik buku dan menjelaskan. "Untuk mendapatkan batu karang perak, aku menyelam sampai ke kedalaman lautan terdalam. Aku hampir gagal karena sulit bernafas, tapi seekor ikan pari membantuku. Selama beberapa saa
Selamat membaca. Informasi yang Almosa dapatkan langsung ia sampaikan pada sang raja, dengan detail."Jadi apakah kita harus menangkap gadis itu karena melanggar territory? Almosa?" saran Darka pada Almosa yang sedang menundukkan kepalanya. "Tetapi Almosa, kita bukanlah pihak yang rugikan. Bangsa Pilatasus dari hutan pinuslah yang harus melapor, karena mereka yang dirugikan.""Tapi yang mulia, mereka tak melaporkan apapun selama lebih dari 20 tahun terakhir. Di hitung semenjak Emabell lahir.""Kalau begitu biarkan saja, dia mati ataupun tidak. Bukanlah urusan saya!" ungkap Darka dengan kejamnya. "Tapi yang mulia....""Kamu tidak terlihat seperti Almosa yang kukenal?" sambung Darka. Kali ini Almosa terdiam. Benar, selama melayani Darka. Perasaan seperti ini tak pernah ada, bukan cinta. Tapi rasa penasaran, dan juga rasa untuk menolong dan melindungi. Entah mengapa, Emabell membuat rasa penasaran tergerak. Seolah ada magnet pada diri Emabell. "Baik yang mulia, hamba mengerti!"Dark
Selamat membaca. "Clossiana Frigga!" sebut Kafkan, sembari menutup matanya. Menghirup aroma pedesaan, yang kaya akan danging manudia dan darah manusia yang begitu lekat dirasakannya. Dari bawah gunung batu, perbatasan Clossiana Frigga dan wilayah kerajaan utara. Ia membuka matanya. Lalu berkata. "Haruskah ku bakar saja Desa ini, agar gadis itu keluar dari persembunyiannya?"Pikiran yang mungkin akan membuat Darka dan Almosa murka. Karena kalau sampai gadis itu tak selamat, maka ia juga sudah di pastikan tak selamat. Kafkan hanya bisa mendengus pasrah. Sebelum suara tawa lembut menyambut. ***Beberapa saat sebelumnya.Aku Emabell, menyatakan kalau aku bukanlah orang yang sedang sakit parah sampai keluar pun tidak boleh. Lalu, dengan kesalnya aku keluar alias melarikan diri dari rumah dengan secarik surat yang ku letakan di atas meja. Isinya: "jangan ganggu aku!"Singkat padat dan jelas, harusnya cukup untuk membuat ayah dan ibu tak mencariku. Kali ini. "Maaf Nike!" aku tahu, kalau
Selamat membaca. "Bukankah memaafkan orang itu baik?" tanya Kafkan balik. Itu membuat Emabell berpikir. "Kan?" desak Kafkan , ingin Emabell setuju. "Benar!" jawab Emabell. Sontak Kafkan langsung menjentikan jarinya bangga, merasa pintar dibandingkan siapapun di dunia ini. "Itu dia maksud saya!""Kalau begitu Emabell minta maaf ya.""Tidak mau!" balas Kafkan dengan senyuman liciknya. Sedang Almosa hanya bisa menggelengkan kepalanya, pada tingkah keduanya. Memilih diam, dan menikmati suara Emabell dalam diam yang baginya sangatlah unik. "Kenapa kamu sangat menyebalkan sebagai seorang laki-laki?" "Aku belajar banyak dari manusia yang sedang mengoceh, di depanku saat ini!" Ledek Kafkan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya pada Emabell. Kafkan merasakan Energi berwarna dan indah dari dalam diri Emabell. Saat gadis itu meresponnya sedari tadi. "EMABELLL!"***Suara memanggil namaku lagi. Seperti suara Nike yang panik. "Aku harus pergi!" Pamitku pada mereka. Tak bisa terus-terus
Selamat membaca. "Emabell, sama seperti kamu membantu saya. Saya juga akan membantu kamu Emabell," kata sang tabib. Dia masih muda, tabib kesayangannya Clossiana itu sudah seperti kakak bagiku. Tapi kali ini, ia tak bisa memabntuku. Lantas, aku menundukan kepalaku. Menatap buram ke arah lantai, menahan rasa sakit di hatiku. "Emabell!""Tapi kamu tidak bisa membantuku Tara!" ujarku padanya senbari menatapnya dengan senyuman penuh pilu. Sedang Tara, sang tabib menatapku sendu. Tak percaya kalau aku akan mengatakan hal itu. Lantas. Tara pun mengangguk-anggukan kepalanya dengan rahang yang mengeras, tangannya juga mengepal dengan kuatnya. "Kamu benar, kakakmu ini. Memang tidak bisa menjadi hebat dari seorang Emabell, jadi tolong sembuhlah!"***Permintaan di sertai isakkan yang terdengar sampai di luar, hanya bisa membuat sang ayah menghembuskan nafasnya kasar karena tak bisa berbuat banyak untuk putrinya yang sedang sakit. Diam, membiarkan Seanoasa Tarascyna. Berbicara sebagai ka