Selamat membaca.
Dari kerumunan paling belakang, seorang wanita dengan tudungnya mendekat."Apa yang terjadi disini?"Kaget. Pria paru baya berkumis itu menyapu dadanya karena ada yang bertanya secara tiba-tiba, tapi saat di lihat dari asing wajahnya wanita bertudung itu. Pria paru baya berkumis belah dua itu sadar, kalau itu hanyalah penjelajah yang lewat."Itu, ada seorang putri yang terkena penyakit langkah. Kasihan sekali!" jelasnya."Dan siapa nama putri itu?"Entah mengapa, Almosa yang sedang menyamar berharap kalau bukan nama Emabell yang akan pria itu sebutkan nantinya."Anda tidak mungkin mengenalnya, tapi namanya Emabell!"Positive thingking saja. Mungkin bukan Emabell yang itu, mungkin Emabell yang lain."Emabell?" ulang Almosa, hanya bisa melihat dari tempatnya tampa mengatakan apa-apa.Pria paru baya itu berubah sendu, mulutnya merapar dan matanya berkaca-kaca seakan sangatlah terluka dengan kabar sakitnya Emabell. Lalu dengan berat hati, ia menganggukan kepalanya. "Ya, dia—Emabell kami. Satu-sarunya Emabell di Clossiana Frigga, putri paling terkenal milik Dante dan Angely."DEG! Jantung Almosa menunjukan keterkejutan, begitu juga dengan matanya. Yang terlihat melebar singkat, karena tak menyaka kalau Emabell berbohong soal melanggar aturan territory.Sang pria berkumis itu kembali menjelaskan. "Semua mengenal Emabell, karena selalu datang di saat yang kritis. Benda-benda yang dikatakan gadis itu saat berkunjung di kediamaan yang sakit, anehnya. Adalah obat untuk menyembuhkan pasien.""Dan kalian tak curiga?"Pria berkumis itu tertawa. "Kenapa harus curiga, Emabell kan, selalu memberikan benda yang ia katakan sebagai mainan itu begitu saja. Lalu pulang tanpa tahu manfaat obat yang ia bawa.""Obat?""Ya, biasanya berbahan mentah. Jamur, kerang, bunga, bahkan lumut dan ranting yang anehnya adalah bahan obat-obatan yang sempurna."Penjelasan sang pria paru baya berkumis itu, membuat Almosa yakin. Kalau Emabell telah melanggar hukum Territory yang berlaku, tetapi pertanyaannya—bagaimana bisa ia melakukannya serapi itu? Bahkan dari pihak penghuni pinus tak ada laporan apapun. Jadi, siapakah Emabell?"Jadi saya...."Saat pria paru baya itu hendak bercerita lagi pada wanita di sampingnya, Almosa justru menghilang begitu saja dari tempat tersebut. Lantas, ia pun mencari ke arah kiri dan kanan. "Nona penjelajah? Nona penjelajah...."***Angin malam berhembus menerpaku, sontak aku kembali terbangun dari tidurku lagi. Berjalan menuju jendela, melihat apakah masih ada orang atau tidak? Ternyata sudah kosong."Bagus!" gumamku senang.Berikutnya, ku lepaskan tali rajut berbahan kain ke luar jendela. Lalu turun dengan halus seperti pemadam kebakaran dalam buku yang pernah Nike ceritakan padaku.Sampai ke tanah. Nike sudah menungguku."Lama sekali!" Kesal Nike."Aku ketiduran, maaf. Kita pergi sekarang!" ujarku meminta maaf sambil tersenyum kecil pada Nike, temanku yang selalu ada untukku.Kami berdua, lalu berjalan menuju suatu tempat. Di dekat hutan beringin, menuju ke arah sebuah kereta tua yang tak digunakan lagi, tampak berkarat, berlumut, dan penuhi tanaman rambat—kereta itu dulu, terhubung langsung ke kerajaan-kerajaan timur, barat, selatan dan utara. Tapi aturan Territory memaksa kereta untuk berhenti berobrasi. Sekarang, tinggal fana dengan Fana, abadi bersama dengan abadi."Emabell ayo masuk!" ajak Nike, menarikku masuk ke gerbong kereta.Dan ya, aku terkejut. Buku yang begitu banyak, lampu seadanya. Kunang-kunang yang membantu menerangi. "Luar biasa!""Iyakan." Bangga Nike. "Ini markasku, buku-buku ini harusnya sudah musnah. Tapi kakekku mengumpulkannya, dan memberikan kehormatan menempatinya padaku!"Tetapi semua yang Nike katakan, tak aku dengarkan dengan baik. Karena hanya takjub pada tempat ini. Jadi dia bilang apa barusan?!***Beberapa saat yang lalu, Almosa yang dalam wujud pria dewasa dengan jenggot tipis sedang mengintai di sekitaran rumah Emabell. Tetapi Almosa terkejut, saat melihat seseorang membuka jendela lantai dua."Emabell!"Tebakkan Almosa benar, itu memang Emabell yang sedang melarikan diri dari kamarnya sendiri."Kali ini, apa lagi yang ingin kamu lakukan?" bingung Almosa pada jalan pikir Emabell, yang sakit saja. Tetapi bisa terus terlihat baik-baik saja.Hendak mendekat, membantu Emabell. Tapi semua Almosa urungkan, saat melihat gadis lain yang sudah mengunggu di bawah. Itu, membuat Almosa tersenyum sinis.Mengikuti mereka berdua sampai ke tempat persembunyian mereka, di kereta tua. Sebelum menghilang bagai bayangan yang lewat.Bersambung....Selamat membaca. Di kereta tua. Nike menandangku penuh tanya, tetapi aku juga tahu. Kalau sebenarnya ia juga cemas pada kondisiku. "Jadi bagaimana kamu bisa sampai terkena penyakit itu?" tanya Nike akhirnya. "Aku takut loh Emabell?"Aku lantas tersenyum. "Sama aku?""Bukan, kapan sih kamu pernah serius?" kesal Nike karena aku malah mengajaknya berkelahi dengan kata-kata. "Iya, maaf-maaf!" ucapku meminta maaf. Sebelum aku menjelaskan asal mula mengapa aku bisa sampai sakit seperti ini, sembari membalik lebaran demi lembaran kertas pada sebuah buku besar, yang ada pangkuanku. Tapi mataku berhenti pada sebuah kalimat sederaha namun bermakna. "Darah sang turunan penguasa utara!" Pikirku membatin."Jadi mana penjelasannya?" tuntut Nike. "Iya." jawabku singkat, sebelum kembali membalik buku dan menjelaskan. "Untuk mendapatkan batu karang perak, aku menyelam sampai ke kedalaman lautan terdalam. Aku hampir gagal karena sulit bernafas, tapi seekor ikan pari membantuku. Selama beberapa saa
Selamat membaca. Informasi yang Almosa dapatkan langsung ia sampaikan pada sang raja, dengan detail."Jadi apakah kita harus menangkap gadis itu karena melanggar territory? Almosa?" saran Darka pada Almosa yang sedang menundukkan kepalanya. "Tetapi Almosa, kita bukanlah pihak yang rugikan. Bangsa Pilatasus dari hutan pinuslah yang harus melapor, karena mereka yang dirugikan.""Tapi yang mulia, mereka tak melaporkan apapun selama lebih dari 20 tahun terakhir. Di hitung semenjak Emabell lahir.""Kalau begitu biarkan saja, dia mati ataupun tidak. Bukanlah urusan saya!" ungkap Darka dengan kejamnya. "Tapi yang mulia....""Kamu tidak terlihat seperti Almosa yang kukenal?" sambung Darka. Kali ini Almosa terdiam. Benar, selama melayani Darka. Perasaan seperti ini tak pernah ada, bukan cinta. Tapi rasa penasaran, dan juga rasa untuk menolong dan melindungi. Entah mengapa, Emabell membuat rasa penasaran tergerak. Seolah ada magnet pada diri Emabell. "Baik yang mulia, hamba mengerti!"Dark
Selamat membaca. "Clossiana Frigga!" sebut Kafkan, sembari menutup matanya. Menghirup aroma pedesaan, yang kaya akan danging manudia dan darah manusia yang begitu lekat dirasakannya. Dari bawah gunung batu, perbatasan Clossiana Frigga dan wilayah kerajaan utara. Ia membuka matanya. Lalu berkata. "Haruskah ku bakar saja Desa ini, agar gadis itu keluar dari persembunyiannya?"Pikiran yang mungkin akan membuat Darka dan Almosa murka. Karena kalau sampai gadis itu tak selamat, maka ia juga sudah di pastikan tak selamat. Kafkan hanya bisa mendengus pasrah. Sebelum suara tawa lembut menyambut. ***Beberapa saat sebelumnya.Aku Emabell, menyatakan kalau aku bukanlah orang yang sedang sakit parah sampai keluar pun tidak boleh. Lalu, dengan kesalnya aku keluar alias melarikan diri dari rumah dengan secarik surat yang ku letakan di atas meja. Isinya: "jangan ganggu aku!"Singkat padat dan jelas, harusnya cukup untuk membuat ayah dan ibu tak mencariku. Kali ini. "Maaf Nike!" aku tahu, kalau
Selamat membaca. "Bukankah memaafkan orang itu baik?" tanya Kafkan balik. Itu membuat Emabell berpikir. "Kan?" desak Kafkan , ingin Emabell setuju. "Benar!" jawab Emabell. Sontak Kafkan langsung menjentikan jarinya bangga, merasa pintar dibandingkan siapapun di dunia ini. "Itu dia maksud saya!""Kalau begitu Emabell minta maaf ya.""Tidak mau!" balas Kafkan dengan senyuman liciknya. Sedang Almosa hanya bisa menggelengkan kepalanya, pada tingkah keduanya. Memilih diam, dan menikmati suara Emabell dalam diam yang baginya sangatlah unik. "Kenapa kamu sangat menyebalkan sebagai seorang laki-laki?" "Aku belajar banyak dari manusia yang sedang mengoceh, di depanku saat ini!" Ledek Kafkan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya pada Emabell. Kafkan merasakan Energi berwarna dan indah dari dalam diri Emabell. Saat gadis itu meresponnya sedari tadi. "EMABELLL!"***Suara memanggil namaku lagi. Seperti suara Nike yang panik. "Aku harus pergi!" Pamitku pada mereka. Tak bisa terus-terus
Selamat membaca. "Emabell, sama seperti kamu membantu saya. Saya juga akan membantu kamu Emabell," kata sang tabib. Dia masih muda, tabib kesayangannya Clossiana itu sudah seperti kakak bagiku. Tapi kali ini, ia tak bisa memabntuku. Lantas, aku menundukan kepalaku. Menatap buram ke arah lantai, menahan rasa sakit di hatiku. "Emabell!""Tapi kamu tidak bisa membantuku Tara!" ujarku padanya senbari menatapnya dengan senyuman penuh pilu. Sedang Tara, sang tabib menatapku sendu. Tak percaya kalau aku akan mengatakan hal itu. Lantas. Tara pun mengangguk-anggukan kepalanya dengan rahang yang mengeras, tangannya juga mengepal dengan kuatnya. "Kamu benar, kakakmu ini. Memang tidak bisa menjadi hebat dari seorang Emabell, jadi tolong sembuhlah!"***Permintaan di sertai isakkan yang terdengar sampai di luar, hanya bisa membuat sang ayah menghembuskan nafasnya kasar karena tak bisa berbuat banyak untuk putrinya yang sedang sakit. Diam, membiarkan Seanoasa Tarascyna. Berbicara sebagai ka
Selamat membaca. Saat hampir pagi, aku terbangun dari tidurku. Lalu berjalan turun melewati anak tangga kayu dengan cepat. "Hati-hati nanti..."Brukkk! 'Awww' ya, karena tidak hati-hati dan terlalu terburu-buru, serta ceroboh. Jadi aku jatuh mencium lantai rumah bibi Anne, lagi! Dan seperti biasa kakiku terluka, namun kali ini cukup menyakitkan. Bibi Anne mengobatiku. "Makanya hati-hati kalau menuruni tangga, sekarang berdarah kan!"Tapi aku hanya terkekeh. "Maaf, dan, terima kasih." Setelah di perban, aku bangkit dari dudukku. Lalu berjalan ke arah cermin lama yang terlihat retak, sampai-sampai wajahku menjadi tiga bayang. Tapi masih bisa dipakai. Dan ya. Mataku tidak bengkak, tidak merah lagi. Dan itulah yang membuat aku takut juga suka saat tinggal di rumah bibi Anne, sebab aku kembali menjadi Emabell yang ceria. "Bibi, aku pulang dulu ya. Sampai jumpa, aku mencintaimu bibi!""Hati-hati...."Bukh! Dan lagi. Kepalaku menjedot pintu yang ternyata belum terbuka. Semua karena a
Hatiku sakit saat harus meninggalkan mereka. Tetapi aku harus pergi, aku harus sembuh, aku harus jadi lebih sehat. ***Suara kereta kuda terdengar beriringan memasuki istana hitam. Setiap kereta, diberikan tanda wilayah masing-masing. Setiap perwakilan keluar dari kereta kuda masing-masing. King Herdian Laskaris, dari kerajaan Rulyria bagian barat. King Desadan Sider, dari kerajaan Irlanga bagian selatan. Kemudian, King Nesesbula Safalis dari kerajaan Gratarus, bagian Timur. Giri dari kerajaan Pilatasus, hutan pinus. Dan Emabell dari Clossiana Frigga. Aku tak meminta kalian menghafal nama mereka. Tetapi kalian bisa menandai Nesesbula Safalis, sebagai raja yang kurang menyukai kepemimpinan Raja utama Elydra. "Salam."Kafkan menyambut dengan hormat, mempersilahkan semua utusan untuk masuk ke dalam ruangan rapat tentang Territory. Duduk di tempt masing-masing, dan Emabell berada dipaling jauh dari kursi Raja utama. Almosa masuk. Sebagai perwakilan dari utara. Mengantikan Darka. Tan
Selamat membaca. Pingsan karena serangan penyakit sialanku itu kambuh. Aku akhirnya bisa membuka mataku, meski rasanya begitu berat. Namun…. DEG! Mataku malah membelak, terkejut saat melihat pria asing sedang berada di atasku. "Tenanglah!" Suara, dan tatapan pria itu serta Energi kelam keluar dari tubuhnya. Yang mengartikan kalau pria itu berbahaya! Itu yang otakku peringatkan. Mata kami terus bertemu, sampai ia mengigit lengannya sendiri. Itu membuat mataku semakin terbuka. "Baginda!" ujarku. Sadar. Aku mencoba untuk menghindar dari ranjang. Tapi…."Ku bilang tenanglah!"Pria yang tak lain adalah King Darka itu sendiri. Menarik bahuku, menahanku tetap di tempat semula—aku ingin menangis. Siapapun tolong aku! "Buka mulutmu!" titahnya. Aku mengeleng dengan sangat cepat. Aku ingin sembuh, tapi ini tidak benar. Aku ketakutan—aku menarik kembali keinginanku. "Emabell!"Tiba-tiba…."AKHHH!" Aku meringis saat ia mengingit leherku. "Ba-baginda…" Aku mendorongnya. Tetap menutup mulutku