Usai menegur Chun atas ucapan yang baru saja dilontarkan oleh pelayannya itu kepadanya... Yu Jie pun membersihkan wajahnya dengan air hangat yang dibawakan Chun untuknya serta mengganti pakaiannya yang kotor. Ia membiarkan Chun merapikan rambutnya juga mengoleskan salep pada memar yang terdapat di kedua betisnya. Pelayan setianya itu mengoles dengan sangat hati-hati agar tidak menyakitinya. Meski begitu, pada wajah Chun... Yu Jie bisa melihat kalau Chun sedang menahan amarahnya.
"Chun?" ia mencoba menegur Chun dengan lembut untuk meredakan kemarahan yang dirasakan oleh gadis belia itu yang usianya hanya terpaut satu tahun darinya."Chun benar-benar tidak mengerti Nona." Chun mengangkat wajahnya, ia menatap Yu Jie dengan tatapan protes. Ia tidak mengerti mengapa Yu Jie selalu bersikap sabar kepada Ibu tirinya juga kedua Saudara tirinya. Padahal Yu Jie adalah Cucu satu-satunya yang diakui oleh Nyonya Besar.Yu Jie yang menerima tatapan itu hanya tersenyum kepada pelayan setianya. Jika saja meridiannya tidak bermasalah dan akar kultivasinya bisa terbuka... Ia tentu tidak akan tinggal diam di saat ia diperlakukan tidak manusiawi oleh Ibu tirinya juga kedua Saudara tirinya. Tetapi untuk sekarang, baginya bersabar adalah satu-satunya jalan untuk menghindarkan dirinya dari hukuman lebih berat yang kemungkinan akan diberikan oleh Ibu tirinya padanya."Hukuman ini... Aku masih sanggup untuk menanggungnya," ucap Yu Jie masih dengan senyum di bibirnya."Tapi Nona, ini sudah empat tahun sejak hamba memasuki kediaman. Dan hamba pikir, mungkin saja Nona telah menerima hukuman seperti ini jauh dari sebelum hamba datang," lontar Chun sembari menekuk bibirnya. Ia menutup tempat salep yang baru saja ia pergunakan kepada Yu Jie dan meletakkan tempat salep tersebut di atas dipan di samping Yu Jie. Kemudian ia membantu Yu Jie untuk menurunkan celana panjangnya yang berbahan katun tipis."Chun?" Yu Jie membungkukkan tubuhnya dan menyentuh punggung tangan Chun dengan lembut, "Dengar! Luka ini hanyalah luka luar. Aku tidak akan mati hanya dengan luka seperti ini!" terangnya, ia menatap Chun lalu menggeleng pelan ketika wajah pelayan setianya itu menunjukkan kalau Chun akan kembali memprotes ucapannya. "Daripada memikirkan lukaku, bagaimana jika kamu menceritakan tentang perjalananmu ke Kuil bersama Nenek pagi ini? Kali ini apalagi yang Nenek minta dari Dewa?" tanyanya mencoba mengalihkan pembicaraan, agar Chun tidak lagi memikirkan apa yang telah terjadi padanya.Chun menghela nafas, baginya walaupun kesabaran Yu Jie membuatnya tak habis pikir... Tetapi sikap lembut Yu Jie inilah yang telah membuatnya sangat menghormati Nonanya ini."Nona, tadi Nyonya Besar meminta jimat keselamatan untuk Nona. Kata Nyonya... Sebentar lagi akan ada pemilihan untuk Selir Kaisar Gao. Dan Nyonya Besar bermaksud mengirim Nona ke Istana untuk mengikuti pemilihan itu. Tapi..." Chun menggantungkan kalimatnya, ia menundukkan kepalanya sembari mengepalkan kedua tangannya dengan keras."Tapi apa?" tanya Yu Jie penasaran."Sepertinya Nona Qui juga akan mengikuti pemilihan itu Nona," lapor Chun dengan wajah menahan kesal, "Wanita sepertinya yang terlahir dari rahim wanita simpanan Tuan dan dari hasil hubungan terlarang... Apakah pantas untuk memasuki harem kekaisaran?!" cetus Chun emosi.Yu Jie lagi-lagi tersenyum, ia sangat mengerti mengapa Chun terlihat sangat marah. Lagi pula semua yang diucapkan oleh pelayan setianya itu memang benar adanya. Tanpa menyandang marga Ayahnya, Li Qui sama sekali tidak berhak mengikuti pemilihan Selir. Karena semua yang berhak mengikuti pemilihan itu hanyalah putri-putri para Bangsawan yang memiliki garis keturunan yang jelas dan terlahir dari rahim istri sah."Emmm, itu... Apakah Nenek telah mengatakan kepadamu kapan pemilihan Selir itu akan dilakukan?" tanya Yu Jie lagi.Chun berpikir sejenak sembari menyentuh dagunya, "Menurut Nyonya Besar, itu sekitar..." Ia menurunkan tangannya dan mulai menghitung dengan menggunakan jemarinya, "Sekitar dua minggu lagi Nona," tukasnya seraya mengangkat dua jarinya di hadapan Yu Jie."Jadi begitu?" Yu Jie manggut-manggut, "Baiklah, sekarang temani aku untuk bertemu dengan Nenek. Ada sesuatu yang ingin kutanyakan kepada Nenek," ucapnya sembari beranjak dari duduknya.Chun yang sedari tadi duduk di lantai dengan cepat berdiri tegak. Meski pagi ini ia tidak bisa melindungi Yu Jie, tetapi sekarang ia sudah berada di kediaman dan siap untuk menghadapi Li Mei bersama kedua anaknya demi Yu Jie."Mari Nona!" Ia merangkul lengan Yu Jie dengan manja. Ia telah melakukannya sejak pertama kali ia menjadi pelayan setia Yu Jie, dan Yu Jie lah yang telah memintanya untuk tidak perlu bertingkah terlalu sopan di hadapan Nona Besarnya itu. Jadi... Ia pun terbiasa untuk merangkul lengan Yu Jie dan bertingkah selayaknya seorang adik yang baik bagi Yu Jie sekaligus Sahabat yang bisa Yu Jie andalkan.Di sisi lain, tingkah Chun itu berhasil membuat Yu Jie kembali menyunggingkan seraut senyum di bibirnya yang berwarna peachy. Baginya Chun bukan hanya sekedar pelayan. Apalagi di kediaman ini ia merupakan putri satu-satunya dari Ibunya yang telah wafat, maka dari itu kehadiran Chun sangatlah berharga untuknya. Ia bahkan merasakan seolah memiliki seorang Saudari sedarah. Saudari yang selalu siap melalui susah senang bersamanya."Ayo!" Yu Jie mengajak Chun sembari mulai melangkahkan kakinya yang kini tidak lagi terasa sakit setelah Chun mengoleskan salep untuknya. Salep yang khusus dipesan oleh Neneknya hanya untuknya.Dalam banyak hal Ayahnya memang tidak menyayangi Yu Jie, tetapi Yu Jie bersukur bahwa ia masih memiliki seorang Nenek yang sangat mencintainya dengan sepenuh hati. Tanpa ia minta, Neneknya akan selalu menyediakan apapun yang ia butuhkan. Termasuk obat-obatan mahal untuk merawat tubuhnya. Lagipula di kediaman keluarganya ini, kedudukan Neneknya jauh lebih tinggi dari kedudukan Ayahnya.Keluar dari kamarnya bersama Chun... Yu Jie menyusuri selasar kediaman. Dari kejauhan ia melihat sepasang Saudara tirinya tengah bercanda ria di taman, dan hal itu hampir membuatnya mengurungkan niatnya untuk menemui Neneknya. Tetapi, Chun mengeratkan rangkulannya, pelayan setianya itu menatapnya dengan wajah tegas. Melihat tatapan Chun... Akhirnya Yu Jie pasrah dan kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti kala ia melihat kedua Saudara tirinya."Lihatlah! Sepertinya Nona manja telah keluar dari kamarnya."Yu Jie mencoba untuk tidak mengacuhkan sindiran Li Qui, dan dengan wajah datar ia terus melangkahkan kakinya."Aku akan menjadi Selir dari Kaisar Gao!"Chun hampir saja menjawab ucapan Li Qui itu yang menurutnya terlalu percaya diri, seandainya Yu Jie tidak melarangnya. "Kalau gadis tidak tahu malu sepertinya bisa menjadi Selir dari Kaisar Gao... Bukankah itu artinya selera Kaisar Gao terlalu rendah?" batinnya sembari tersenyum sinis.Senyum Chun itu terlihat dari taman kediaman di mana Li Qui dan Saudaranya berada, dan hal itu membuat emosi Li Qui sedikit terpancing. "Heh, pelayan! Apa yang kamu tertawakan di sana?!" bentaknya kesal.Mendengar bentakan Li Qui, Chun sontak menghentikan langkahnya, ia kemudian berpaling pada Li Qui. "Maafkan Chun, Nona Kedua. Tetapi hamba pikir sepertinya saat ini Nona Kedua sedang tidak sehat. Dan jika itu benar, bukankah akan lebih baik jika Nona segera pergi untuk beristirahat di kamar?" Chun sengaja menyindir Li Qui, ia bahkan tidak takut membalas tatapan yang diberikan Li Qui padanya."Kamu... Pelayan tidak tahu diri kamu berani membalas kata-kataku?!" Li Qui yang merasa tersinggung dengan ucapan Chun bergegas melangkah ke arah Chun hingga sebuah tarikan pada lengannya membuatnya berhenti dan berpaling pada Li Qi, Adik lelakinya yang berusia dua tahun lebih muda darinya."Kakak, tenanglah! Jangan terpancing! Ingat, Nenek sudah berada di kediaman sekarang," nasehat Li Qi dengan suara pelan.Peringatan dari adiknya itu membuat Li Qui mengurungkan niatnya untuk menghukum Chun, dan dengan sangat terpaksa ia membiarkan Chun pergi bersama Yu Jie meski ia melihat Chun tersenyum tengil padanya."Pelayan sial ini... Lihat saja! Nanti aku pasti akan membalas perbuatannya itu!" rutuk Li Qui dalam hati.Setelah Raja Iblis dikirim kembali ke Sungai Akhirat-- Feng Huang pun menjentikkan jarinya untuk mengembalikan Kaisar Gao yang sedang terluka ke kapal yang ditumpangi oleh Shu Haocun dan keempat Tetua Sekte. Ia dan Jinlong tidak menghampiri para Kultivator di kapal itu, melainkan hanya melambaikan tangan saja dari atap Istana Jinlong. Di saat yang sama, Hong Hu juga berpamitan pada Feng Huang dan Jinlong untuk kembali ke rakyatnya yang masih berada di hutan perbatasan. Sepeninggal Hong Hu, Feng Huang dan Jinlong memutuskan untuk kembali ke Alam Langit demi menemui para Dewa dan Dewi yang selama lebih dari 500 tahun telah dibiarkan hidup tanpa Pemimpin mereka. ***Keesokan harinya, keadaan di Benua Zhejiang kembali seperti sedia kala. Di Istana Taiyang, dua Tabib Istana sibuk bolak-balik ke ruangan kerja Kaisar Gao untuk mengobati Kaisar mereka itu. "Bagaimana keadaan Yang Mulia?" tanya Gong Fai pada seorang Tabib yang baru keluar dari kamar pribadi Kaisar Gao.Tabib itu mengernyit
Tanpa Feng Huang duga, Jinlong yang sejak tadi telah mencoba untuk tidak tertawa keras-- Kini justru terbahak di sampingnya. Melihat tingkah Suaminya itu, ia pun menghela nafas gusar. "Huftt!" ia mengerucutkan bibirnya lalu melemparkan pandangannya pada Raja Iblis yang saat ini telah berdiri tegak di atas rerumputan sambil menatap ke arahnya.Sejak Feng Huang menampakkan wujudnya, semua yang berada di balik kabut tebal sudah mengetahui di mana ia berada, termasuk Raja Iblis."Sekarang kamu sudah muncul? Bagus, jadi terimalah pembalasanku!!" teriak Raja Iblis yang langsung menyerang Feng Huang dengan senjata andalannya, yaitu pemusnah raga Dewa.Feng Huang menghindari serangan tersebut hanya dengan memiringkan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya pada Jinlong, membuat serangan Raja Iblis itu tidak berhasil menyentuhnya dan justru melewatinya begitu saja."Apakah dia pikir ini adalah pertempuran 515 tahun yang lalu?" dengusnya.Jinlong hanya tersenyum smirk mendengar ocehan Istrinya i
"Bukankah itu maksud kedatanganku ke sini?" "Jika kamu bertemu dengannya, apakah kamu akan melakukan pertarungan dengan jujur kali ini?!" tukas Jinlong sambil menatap Raja Iblis dengan sebelah alis terangkat naik. "Selain itu, aku juga masih ingat bahwa di pertempuran kita yang terakhir kali di Alam Langit-- Saat itu kamu telah melukai Permaisuriku secara diam-diam." Lanjutnya lagi, di saat yang sama salah satu sudut bibirnya terangkat naik membentuk senyum sinis. Senyum Raja Naga itu yang seolah merendahkan kemampuannya, tentu saja membuat Raja Iblis menjadi geram. Ia bahkan berjanji di dalam hatinya akan membuat Raja Naga menyesali apa yang telah dilakukannya dengan cara membunuh Feng Huang di hadapan Raja Naga."Mengapa tidak perintahkan saja Istrimu untuk menampakkan wujudnya?!" cetus Raja Iblis lantang dengan kedua tangan yang terkepal dan rahang yang mengeras.Sesaat kemudian, suara pekikan pheonik memenuhi semua area di balik kabut tebal. Bersamaan dengan itu, seekor pheonik
Di dalam Istana Jinlong, saat ini Jenderal Shui sedang menahan lengan Jenderal Xiao yang sedang terbakar amarah agar tidak mengejar Raja Iblis. Dan sekeras apapun Jenderal Xiao memberontak, ia hanya terus menatap Sahabatnya itu. "Lepaskan, Jenderal Shui!!" teriak Jenderal Xiao garang sambil menyentakkan lengannya yang sedang dipegang oleh Jenderal Shui. Namun Jenderal Shui semakin mengeratkan genggamannya pada lengan Jenderal Xiao hingga ia mendapatkan pelototan dari Jenderal Xiao. Beberapa saat yang lalu, sebelum mengejar Jenderal Xiao ke dalam Istana-- Jenderal Shui dan Hong Hu bekerja sama terlebih dahulu untuk menjatuhkan ketiga bawahan Raja Iblis. Sebab saat itu, Raja Naga sedang menghukum Jenderal Tiong dengan mengurung sebagian tubuh sebelah bawah Jenderalnya itu di dalam bongkahan batu es. Bahkan kedua kepalan tangan Jenderal Tiong ikut dibuat membeku.Setelah membuat ketiga bawahan Raja Iblis tak lagi berkutik, ia lalu menitipkan mereka pada Hong Hu untuk mengejar Jenderal
"Rajaku, hanya 3 Iblis yang masih bertahan sejauh ini. Dan dengan sisa kekuatan ini hamba pikir kita tidak akan bisa menghadapi Raja Naga juga kedua Jenderalnya. Jadi... Bagaimana jika kita..."Raja Iblis tidak menanggapi ucapan dari salah seorang bawahannya itu, ia justru melirik ke arah Istana Jinlong. Kebetulan kini ia telah berada sangat dekat dengan Istana tersebut, jika ia bisa secepat mungkin berkelebat ke dalam Istana untuk menemukan Feng Huang lalu membunuhnya-- Maka pengorbanan beberapa bawahannya kali ini tidak akan sia-sia.Hanya masalahnya, di bagian mana Istana wanita itu berada sekarang?Ketika pertanyaan ini berkelebat di dalam benaknya, Raja Iblis pun mendengus gusar.'Apakah aku benar-benar tidak bisa menemukan wanita itu?' ia lalu mengalihkan pandangannya ke arah pembatas api dan air. Ada beberapa retakan tampak di bagian atas pembatas, melihat hal itu ia tersenyum licik.Namun, tanpa Raja Iblis duga-- Dari Langit tiba-tiba dua buah cincin emas melesat cepat ke arahn
Pertarungan di pulau terjadi dengan sengit, serangan demi serangan bahkan beberapa kali mengenai dinding pembatas api dan air. Saat itu terjadi, semua Kultivator yang berada di luar pembatas menahan nafas menyaksikan pertempuran antar Raja Naga dan Raja Iblis. Dan, di tengah-tengah kecemasannya akan nasib Benua Zhejiang, Kaisar Gao pun berpikir. Ia tidak bisa hanya diam saja mempertahankan pembatas sedangkan nasib semua penduduk di Benua Zhejiang dan sekitarnya sedang berada di ujung tanduk. "Te-Tetua Shu!" panggilnya pada Shu Haocun. Shu Haocun sontak berpaling setelah ia mendengar panggilan itu, netra tuanya nanar menatap Kaisar Gao. Mencoba mencari tahu apa yang ingin Kaisar Gao bicarakan padanya. "Ada apa, Yang Mulia?" tanyanya dengan kening berkernyit. "Bisakah Tetua Shu menjelaskan padaku, di mana aku bisa menemukan Permaisuri Raja Naga?" tanya Kaisar Gao. Shu Haocun berpikir sejenak, kemudian ia berpaling ke arah Biksu Changyi. Setelah saling bertukar isyarat... Shu Haocun
Netra Raja Iblis yang tajam berkeliaran, meneliti satu persatu ruangan Istana Raja Naga. Apa yang dilakukan oleh Raja Iblis itu tidak luput dari pandangan Jinlong, ia bahkan tersenyum tipis kala menyadari apa yang sedang dicari oleh Raja Iblis. Hingga suara erangan tertahan menyentakkannya dari mengamati Raja Iblis. Caping telinganya bergerak pelan mencoba mencari asal suara, sementara netranya berputar mengamati sekitar pulau. Hingga netranya jatuh pada sesosok tubuh yang berada di atas pundak Raja Iblis. Tubuh itu bergerak, dari sanalah erangan yang baru ia dengar berasal. Bukan hanya Jinlong yang tersentak mendengar erangan tadi, Raja Iblis yang tengah fokus mencari Feng Huang juga sama terkejutnya di saat ia menyadari kalau Hong Hu mulai tersadar di pundaknya. Tidak ingin Hong Hu kembali berontak padanya, Raja Iblis pun mengangkat tangannya untuk menyentuh kepala Hong Hu. Namun, tanpa ia duga, tiba-tiba... Wussh!! Hembusan sedingin badai salju memukul pergelangan tangannya. M
"Jenderal Shui, pembatas air!" titah Jinlong. Dengan cambuk air di tangannya, Jenderal Shui berkelebat melewati Raja Iblis dan ke tujuh bawahannya. Ia mengambang 30 kaki dari permukaan Laut Xishi lalu memecutkan cambuknya ke atas permukaan air laut. Permukaan air bergemuruh, air bergolak mengelilingi pulau di balik kabut. Naik ke atas membentuk pembatas air setinggi 100 kaki. "Sekarang, Jenderal Xiao!" teriak JinlongDua tombak Jenderal Xiao beradu, percikan api besar pun meluncur ke angkasa dan membentuk sebuah kubah api raksasa. Dua perpaduan elemen yang saling bertolak belakang dalam membentuk pembatas ini, membuat kagum para Kultivator yang baru saja menembus kabut tebal dengan belasan perahu. "Hentikan perahu!!" teriakan Shu Haocun menggema. Para juru kemudi segera menarik energi kultivasi mereka yang mereka pergunakan untuk menggerakkan perahu agar perahu segera berhenti. Di saat perahu-perahu itu telah berhenti sempurna tak jauh dari pembatas, Shu Haocun segera mendekati
Di pulau di balik kabut, di Istana Jinlong. Prajurit-prajurit Alam Langit yang ditugaskan untuk menjaga Istana, kini sedang mengumpulkan para pelayan yang dulunya merupakan korban persembahan untuk Dewa Naga di dalam sebuah ruangan. Setelah semua pelayan berkumpul di ruangan tersebut, sekeliling ruangan itu langsung disegel dan diberi penghalang oleh Jenderal Xiao. Agar jika Raja Iblis benar-benar menyerang Istana ini nantinya, maka para pelayan itu akan tetap aman. Usai dengan tugasnya, Jenderal Xiao pun pergi menemui Kaisarnya yang menunggu kedatangan Raja Iblis di depan Istananya bersama dengan Jenderal Shui. "Bagaimana dengan tugasmu, Jenderal Xiao?" lontar Jinlong ketika ia menyadari kehadiran bawahannya itu. Jenderal Xiao mengangguk, "Semua sesuai dengan perintah Yang Mulia," sahutnya, sembari mengambil tempat di sisi kanan Jinlong. Seperti halnya Jenderal Shui dan Jinlong, ia ikut melemparkan pandangannya ke arah perairan, di mana saat ini dari kejauhan... Kedatangan Raja Ibl