Pagi Hari Bik Sum sudah menunggu di bibir pantai, para nelayan sudah menyandarkan kapalnya kecuali satu kapal milik Ardi. Bik Sum mulai berdiri penuh kecemasan, saat matahari mulai meninggi sementara bendera kapal anaknya saja tak terlihat sedikit pun mendekat ke arah pantai.
“Masih belum sandar kapal Ardi Bik?” tanya Parto, tetangga Bik Sum yang juga seorang nelayan. Ia sudah pulang dari melaut sejak subuh tadi, kini ia heran tak biasanya Ardi pulang terlambat bahkan hingga siang hari. “Belum, ada apa ya? Semoga ia baik-baik saja,” kata wanita tua itu penuh harap. “Apa semalam kamu tidak menjaring di dekat kapalnya?” tanya Bik Sum lebih lanjut. “Aku sempat berada di sekitar kapalnya, tapi hanya sampai jam 11 malam, aku dan teman-teman lalu menuju ke tempat lain karena di sana kami tak mendapat ikan satu pun.”“Lalu apa Ardi tidak ikut pindah?” “Terakhir kali sebelum aku pergi kapalnya masih berdiam diri di sana.”Bik Sum tidak ada pilihan lain selain menunggu di bibir pantai, tempat Ardi bekerja bukan daratan di mana ia bisa datang sambil berjalan dan mencari ke tempat kerjanya. Di depan matanya hanya ada samudera luas, seorang manusia hanya titik kecil di atasnya. Pardi sendiri merasa heran, kemarin malam bahkan tidak ada badai tapi kenapa Ardi begitu terlambat pulang. ‘Ah mungkin dia ketiduran dan terlambat bangun!’ Pardi mencoba menepis semua pikiran negatif yang terus berdatangan. Bik Sum masih berdiri di tepi pantai hingga sore menjelang, ia tidak beranjak bahkan untuk makan. Beberapa orang yang merasa prihatin mulai berinisiatif untuk memanggil Lek Harso Sang Juri kunci lautan. Lelaki yang usianya tak jauh berbeda dengan Bik Sum itu berjalan menghampiri teman masa kecilnya dulu. Jarik wanita tua itu terkibas-kibas oleh angin laut, rambut putihnya yang keluar dari gulungan rambutnya juga menjuntai ke segelah arah terkena embusan angin. “Pulanglah, ia sudah tidak akan kembali!” kata Lek Harso pada Bik Sum, tatapan wanita tua dengan bercak putih katarak di bola hitamnya itu melebar ke arah Lek Harso. Meski teman masa kecil, selama ini Bik Sum selalu menghormatinya sebagai orang yang dituakan sejak ia menjadi juru kunci sepeninggal ayahnya. Tapi kini hatinya begitu panas ketika lelaki itu mengatakan bahwa putranya tak akan kembali. “Pergi saja kamu jika hanya akan memperkeruh suasana!” usir wanita tua itu. “Dia sudah menjadi pengantin Ratu Segara, kamu bahkan sudah menerima maharnya,” terang Lek Harso. Bik Sum semakin mendidih, jemarinya yang keriput mengepal ingin menghantamkan pukulan keras ke wajah pria di depannya, tapi ia begitu lemas. Seharian ia tidak makan dan kabar bawah putranya tak akan kembali lagi membuat kekuatan di tubuhnya menguap.Banyak orang yang mulai bergidik setelah mencuri dengar pembicaraan dua orang tua di bibir pantai itu. Orang-orang memang sedang berkumpul untuk mencari jalan keluar setelah Ardi tak juga pulang seharian ini. “Hai kalian semua!” pekik Bik Sum “Akan kuberikan mobil bak baru anakku bagi siapa saja yang bisa membawa kembali pulang anakku!” Wanita tua itu hilang akal, ia harus menemukan putranya, dan itu berarti ia harus menggerakkan orang-orang untuk memulai operasi pencarian. Tapi ia sadar tanpa imbalan mereka hanya akan tetap diam, karena bagi mereka kata-kata Lek Harso adalah kepercayaan. Lelaki tua itu mereka percayai sebagai penghubung antara daratan dan penguasa samudera. Jika ia bilang tak akan kembali, maka orang itu tak akan pernah kembali. Itu selalu berlaku bagi siapa saja yang pernah tenggelam di laut ini. “Dia gila! Sudah jelas anaknya di incar Ratu Segara sejak lama, itu sebabnya selama sebulan ini mereka di hujani oleh uang!” kata Bu WarniPara ibu-ibu di sebelah wanita itu saling mengangguk seolah mengamini perkataan Bu Warni. “Apakah jika hadiah itu juga termasuk jika kami menemukan jasadnya?” tiba-tiba seorang pria yang juga preman di pulau ini mengajukan pertanyaan yang membuat Bik Sum seperti di hantam batu besar. Ia menelan ludah untuk menenangkan jiwanya. “Iya, termasuk itu!” dengan bergetar ia mengatakan hal yang sebenarnya sangat tidak bisa ia bayangkan tapi Bik Sum tak punya cara lain jika ingin para lelaki di sini menarik mesin diesel kapalnya menuju tengah laut untuk memulai pencarian. Harta tak berarti apa pun baginya jika tanpa Ardi, ia hanya akan menjadi wanita tua sebatang kara yang menunggu giliran mati. “Baiklah, mari kita mulai pencarian. Ratu Segara hanya akan mengambil jiwanya tapi tidak dengan jasad Ardi.”Para pemilik kapal di pulau ini mulai menarik jangkarnya menuju tengah laut. Bahkan jika berhasil menemukan kapal Ardi saja itu adalah harta karun terbesar. Kapal itu baru dan lebih besar dari pada milik mereka. Bik Sum tidak punya anak lain, jadi mereka bisa mengambil alih kapal itu bagi siapa saja orang yang pertama kali menemukan. Pencarian panjang dan melelahkan di mulai, ada banyak kejanggalan yang mewarnai. Sudah tujuh hari mereka melaut sambil mencari kapal Ardi, sebagian dari mereka mulai mundur akibat gangguan yang mereka alami. Bau kematian di tengah laut begitu menyebar. Mereka akan mengalami itu hingga empat puluh hari kematian Ardi.Hari ke lima pencarian Ardi.Beberapa kapal berpencar seperti biasanya, mereka saling mengarahkan cahaya senter ke permukaan laut berharap jenazah Ardi akan mengapung di permukaan. Mereka juga memakai teropong sederhana untuk mencari keberadaan kapal Ardi. Mungkin saja kapal itu kehabisan bahan bakar hingga kapalnya hanya terombang-ambing di tengah lautan luas.“Terasa tidak, sejak Ardi menghilang laut menjadi sunyi dan menyeramkan,” keluh Yoyok.“Iya, karena itu aku mengajakmu ikut naik di kapalku. Aku sekarang bahkan tidak berani melaut sendirian,” jawab Toni.Laut beraroma kematian, itulah yang selalu nelayan keluhkan bahkan hingga nanti hari ke empat puluh hilangnya Ardi.Malam semakin sunyi, kapal lain yang berjauhan satu sama lain membuat rasa sunyi semakin menggelayuti. Bulu kuduk Toni dan Yoyok berdiri, embusan angin bahkan terasa sangat dingin hingga membuat mereka menggigil.“Yo
Pada hari ke tujuh kepergian Ardi, hanya tersisa tiga kapal nelayan yang masih berani melakukan pencarian. Mereka masih mengarungi lautan di sekitar pulau secara berkelompok dari pagi hingga malam hari.Malam ini salah satu kapal yang berisi Johan Si Preman pulau, Khafid dan Johar melihat penampakan kapal Ardi yang tengah terombang-ambing di tengah laut. Mata mereka berbinar, kapal itu adalah harta karun yang bernilai ratusan juta. Bahkan jika mereka berhasil menemukan mayat Ardi di dalamnya maka mereka juga akan mendapatkan mobil bak sesuai janji Bik Sum.Kapal Johan segera mendekati kapal Ardi yang gelap dan tak terdapat pencahayaan sama sekali. Mereka mengaitkan kedua kapal itu dengan sebuah tali.“Khafid, kamu tetap di kapal! Aku dan Johar akan masuk ke kapal Ardi,” titah Johar pada Khafid.Johar dan Johan segera melompat memasuki kapal Ardi. Angin dingin seolah berembus di tiap permukaan kapal kosong ini, menciptakan suasana men
Irawati tak bisa tidur hingga tengah malam, sekeras apa pun usahanya memejamkan mata cerita kengerian kematian anak Bik Sum membuat ia semakin terjaga dalam ketakutan. Irawati selalu merasa sedang ada yang tengah mengawasi dirinya, ia ingin sekali mengarahkan pandangan ke sudut kamar tapi rasa takut membuat ia hanya berani berpaling sementara rasa merinding semakin mengacaukan pikiran dirinya.Ia terus meringkuk dan gemetar, mulutnya tak berhenti berdoa hingga ia tertidur. Di dalam mimpi Irawati tengah berada di sebuah pulau kecil di tengah lautan. Di sana ia sendirian dan ketakutan, hingga sosok wanita tua menghampiri dirinya.“Kamu berikutnya!” Suara serak wanita tua itu begitu menakutkan. Wajahnya yang pucat dan rambut yang terurai basah membuat Irawati menjerit ketakutan.“Buk, bangun buk!” Sekar menggoyangkan tubuh Irawati yang mengigau ketakutan. Tubuh majikan wanitanya itu sudah basah kuyup oleh keringat dingin dan nafa
Irawati bagai di sambar petir, ‘Perjanjian Gaib' adalah hal yang baru ia dengar ditelinganya. Ia gemetar, bahkan kepalanya terasa berputar-putar, ia begitu ketakutan hingga menggigit ujung bibirnya hingga berdarah.“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Irawati dengan suara yang parau, sebagai seorang ibu ia akan melakukan apa pun untuk membuat anaknya kembali bahkan meskipun cara itu terlihat gila dan tak masuk akal.“Sena akan dikembalikan dalam keadaan hidup, tapi saat dewasa ia akan di ambil lagi oleh Ratu Segara sebagai Pengantin Samudera,” jawab Lek Harso.Irawati mundur perlahan, wajah putus asa ibu muda itu terlihat jelas, dengan rambut yang acak-acakan karena angin pantai yang terus menyentuh rambutnya membuat ia terlihat seperti wanita gila.“Baiklah,” jawab Irawati setelah melewati gejolak batin. Setidaknya anak yang ia cintai kembali kepadanya dalam keadaan hidup. Ia akan mencari jalan kel
Irawati mulai membuka mata setelah pingsan selama hampir satu hari penuh. Ia menyapukan pandangan ke sekeliling dan mengenali bahwa ia sekarang sudah terbaring di kamar rumahnya sendiri.“Sena!” Pekik Irawati begitu terbangun.Sekar segera berlari ke kamar majikannya. Ia melihat wajah panik Irawati yang kini sudah berdiri dengan gugup mencari ke setiap sudut keberadaan Sena.“Bu, Sena ada di kamar sebelah. Bidan Desa baru saja pulang setelah memasang infus untuknya,” jawab Sekar menghampiri Irawati.Irawati segera berlari menuju kamar di sebelahnya, di sana ia melihat Sena masih tertidur lelap dengan infus yang berada di tangannya yang kecil.“Terima kasih Tuhan, aku benar-benar sudah membawa ia pulang!”Irawati menyapukan pandangan ke arah telapak kaki Sena sebelah kiri. Ia masih melihat tanda trisula yang membuat tubuhnya gemetaran, dengan sigap ia segera menarik selimut menutupi
“Ayah!” Sena berlari segera memeluk ayahnya yang masih mengenakan handuk. Pelukan tangan kecil itu terasa begitu kencang di pahanya. Ada air hangat yang mulai membasahi pahanya.“Ada apa? Kenapa kamu menangis?”“Kenapa sekarang banyak hantu yang suka jahil sama aku Yah?” tanya Sena sambil terisak.“Dia sudah seperti itu sejak beberapa hari lalu,” jawab Irawati yang sudah terbangun saat putranya Sena berteriak memanggil ‘Ayah!’“Apa sudah di periksakan ke dokter? Biasanya anak menjadi sensitif saat mereka sakit.”“Bidan Desa sudah sempat datang dan memberinya infus,” terang Irawati singkat. Suaminya baru saja pulang setelah sebulan penuh dinas di laut. Ia akan menunggu waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya setelah mendapatkan waktu yang pas.Sena tenang dalam dekapan kedua orang tua di sisi kanan dan kiri tidurnya. Bocah itu tertidur p
Sena sudah melewati beberapa kali proses konseling dengan psikiater, tapi semua itu tak menunjukkan perubahan yang signifikan. Ia terus ketakutan, Sena sering melihat penampakan yang membuat dirinya menggigil ketakutan.Sejak Indera ke enam Sena terbuka, banyak makhluk gaib yang terus berdatangan. Sena sudah seperti magnet tersendiri bagi mereka. Irawati dan Ekawira merasa tertekan, mereka juga kelelahan dan kurang tidur karena Sena yang terus saja terbangun ketakutan.“Sudah kubilang, kita pergi saja dari sini ya?” rengek Irawati setelah merasa begitu putus asa dengan keadaan Sena.Ekawira masih diam membisu, ia hanya memijat keningnya yang terasa sakit.“Baiklah, kita coba membawa Sena ke Mbah Bahar di desa seberang seperti saran Pak RT.” Ekawira akhirnya menerima saran Pak RT agar membawa ke tempat Mbah Bahar, salah satu tetua di pulau ini yang juga di sebut sebagai ‘orang pintar’. Para tetangga
Beberapa hari sepulang dari rumah Mbah Bahar, Sena sudah kembali ceria seperti anak yang berumur 10 tahun lainnya. Ia bahkan mulai masuk sekolah setelah hampir dua minggu absen. Meski kini Sena sudah hidup normal seperti sedia kala, tapi tidak bagi Irawati. Sering kali bekas sayatan keris yang melintang di tangannya terasa begitu sakit meski luka itu sudah mengering. Ia seolah merasakan lagi bagaimana perihnya luka itu ketika ia menaruh telapak tangannya pada air laut saat melakukan perjanjian di malam itu.Semakin ia memikirkan cara keluar dari perjanjian itu, semakin menyiksa pula rasa sakit yang ia rasakan di telapak tangannya.Tok.. tok.. tok..Terdengar suara ketukan pintu, dan suara salam dari Ibu Diah yang tak lain adalah tetangga Irawati.“Ada apa Bu Diah?” tanya Irawati setelah membuka pintu rumahnya.“Apa kamu masih mencari dukun hebat untuk memutuskan perjanjian gaib yang sudah terlanjur dibuat oleh