Share

Bab 3. Dingin Dan Angkuh

Mahendra, Rey dan Rizky segera menemui keluarga Mannaf. Mereka mengajak Haidar dan ayahnya untuk berbicara baik-baik, di ruang kerja Mahendra.

“Pak Mannaf, sebelumnya saya minta maaf,” ucap Mahendra saat mereka sudah berada di ruang kerja Mahendra dan duduk saling berhadapan dengan calon besannya.

“Minta maaf untuk apa, Pak?” tanya Pak Mannaf, bingung dengan maksud dari Mahendra mengajaknya berbicara serius di saat acara pernikahan sedang berlangsung.

“Aisyah, putri saya pergi dari rumah. Jadi, ia tidak bisa menikah dengan anak Bapak. saya sangat menyesal dengan kejadian ini," jawab Mahendra. ia tampak menyesal dengan apa yang terjadi.

“Tapi, kalo Haidar dan Pak Mannaf tidak keberatan, kami akan menukar pengantin wanitanya,” sela Rey dengan cepat.

“Maksudnya gimana, Pak Rey?” tanya Pak Mannaf semakin bingung.

“Anak saya bersedia menggantikan kakaknya sebagai pengantin Haidar,” jelas Rey pada Pak Mannaf sambil melirik Haidar yang duduk di samping ayahnya. Entah apa tanggapan Pak Mannaf nanti, ia tidak peduli yang penting keluarganya sudah memberikan solusi buat masalah ini.

“Gimana Haidar? Apa kamu masih mau meneruskan pernikahan ini?” tanya Pak Mannaf pada anaknya.

“Terserah Papi aja! Dengan Aisyah pun aku belum kenal, jadi dengan siapapun aku menikah sama aja, nggak ada pengaruh buat aku,” jawab Haidar. Ucapannya terkesan dingin dan angkuh.

“Sama siapa pun aku menikah, aku nggak peduli yang penting bisa dapat semua warisan Papi. Kalo udah dapat, aku bakal tendang itu cewek,” ujar Haidar dalam hatinya.

Haidar Mannaf adalah pemuda yang dingin terhadap wanita. Tujuan hidupnya hanyalah menimbun uang sebanyak-banyaknya.

“Cocok nih sama Andin, keponakan kesayangan gue, yang centil dan bar-bar. Siap-siap bucin aja lo Haidar. Gue yakin Andin akan membuat hidup lo menjadi nggak tenang,” ucap Rizky dalam hati sambil tersenyum menahan tawanya.

Andin adalah gadis cantik yang bar-bar, tidak ada yang bisa menolak pesonanya. Dia adalah jiplakan dari sang Bunda Anin.

Ia membayangkan bagaimana bar-barnya sang keponakan. Walaupun begitu, tidak ada yang tidak suka sama dia. Dia gadis yang menyenangkan. Walau kelakuannya sangat menyebalkan untuk orang seperti Haidar.

“Baiklah, saya setuju Pak Rey,” ucap Pak Mannaf sambil tersenyum.”Yang penting saya bisa berbesan dengan keluarga ini. Mudah-mudahan bisa mengubah sifat anak saya yang keras kepala,” ujar Pak Mannaf sambil melirik anaknya yang hanya diam saja. 

“Baiklah, Pak. Saya akan mengurus semuanya,” ucap Mahendra.

Setelah selesai berunding. Mereka semua keluar dari ruang kerja Mahendra.

“Mahendra, Rey dan Rizky kembali masuk ke dalam kamar pengantin.

“Haidar udah setuju menikah dengan Andin,” ujar Mahendra sambil tersenyum.

“Rias bidadariku secantik mungkin!” titah Rey pada Inul.

“Okray,” sahut Inul sambil tersenyum. “Yuk, Cin!” Inul mengajak Andin untuk duduk di depan meja rias.

“Bun, masa Bunda nggak kasihan sama anaknya sendiri,” rengek Andin, “Kita nggak kenal satu sama lain. Apa pernikahanku bakal bahagia?” Andin masih merayu sang bunda agar ia bia terlepas dari pernikahan dadakan ini.

“Bunda, sayang sama kamu, Dek. Makanya bunda lebih memilih Bang Haidar untuk jadi suami kamu dari pada si berandal itu,” ujar Aldin, saudara kembar Andin.

“Bang Al, nggak ngerasain gimana rasanya dijodohin,” sahut Andin sambil mengerucutkan bibirnya. 

“Abang malah minta dijodohkan aja. Abang yakin pilihan orang tualah yang terbaik,” ujar Aldin pada adeknya yang membuat Andin langsung terdiam.

Di antara mereka berdua Andin yang lebih bar-bar, sedangkan Aldin dia pendiam dan sangat dingin. Tidak banyak tingkah dan tidak banyak teman juga. Aldin termasuk pemilih dalam berteman. Tidak seperti adiknya yang berteman dengan siapa aja.

“Ini baru anak bunda.” Anin memeluk Aldin. Lalu menciumi Aldin dengan gemasnya.

“Bunda, Abang udah gede. Malu kalo dicium kayak anak kecil begitu,” protes Aldin. Kemudian ia mengelap pipinya yang sudah pasti ada bekas lipstik sang bunda.

“Terus aku anak siapa?” rengek Andin. Ia cemburu melihat sang bunda lebih sayang pada abangnya.

“Kamu anak Ayah, Sayang.” Rey memeluk Andin. “Jadilah anak yang berbakti!” bisik sang ayah di telinga Andin.

“Iya, Yah,” jawab Andin, “Tapi, apa aku bisa membuat suamiku jatuh cinta padaku, sedangkan aku sendiri nggak cinta sama dia. Aku tuh pengin kayak Ayah dan Bunda yang saling mencintai.” Andin melepas pelukan sang ayah. Lalu menatap bunda dan ayahnya secara bergantian.

“Kamu pasti bisa, Sayang! Nggak ada yang bisa menolak pesonamu.” Rizky mencolek hidung mancung keponakan tersayangnya. Kemudian memeluk Andin dan mencium puncak kepalanya.

“Minta ajarin sama Bunda kamu! Gimana caranya bunda meluluhkan Ayah Rey yang dingin seperti gunung es,” bisik Tyas di telinga keponakannya.

Mata Andin membulat sempurna. Ia melepas pelukan papinya. “Apa Bunda dan Ayah juga dijodohkan?!” tanya Andin. Ia penasaran dengan awal kisah cinta orang tuanya.

“Lebih tragis dari perjodohanmu,” sahut Bunda Anin, “Makanya kamu mau ya menikah dengan Haidar! Taklukan para cowok yang anti cewek! Buat dia mengemis-ngemis cinta kita. Seperti Ayah dulu,” ujar Anin sambil melirik suaminya.

“Siap, Bunda!” ucap Andin dengan tegas sambil tersenyum.

“Semangat, Sayang,” seru semua orang yang ada di situ untuk menyemangati Andin.

Walaupun Andin merupakan jiplakan sang bunda Anin, tapi sikapnya yang baperan dan mudah terpengaruh sangat mirip dengan sang ayah.

Andin menganggukkan kepalanya. “Ayo, Nul. Rias aku secantik mungkin supaya si gunung es tuir itu klepek-klepek melihat bidadari dari keluarga Pradipta,” ucapnya dengan percaya diri.

Semua orang tampak menahan senyumnya, melihat Andin yang mirip sekali dengan ayahnya yang mudah sekali untuk dipengaruhi.

“Andin mirip banget sama kamu, Sayang,” bisik Anin di telinga Rey.

“Dia, anakku, Bun,” sahut Rey sambil tertawa pelan.

Andin dirias dengan riasan yang natural. Namun, terlihat sangat cantik dan menawan. Rambutnya hanya di sanggul sederhana dan ditambah kain veil berwarna senada dengan gaun pengantin.

Anin terlihat sangat elegan ditambah dengan perhiasan yang berkilau. 

“Yey, cakra birawa,” ujar Inul saat Andin selesai dirias.

“Apa lagi tuh?” tanya Andin. “Aku bingung sama bahasa kamu, Nul.” 

“Kamu, cantik banget,” jawab Inul sambil tertawa pelan.

“Aku udah cantik dari orok! Lihat aja Bunda dan ayahku, cantik dan ganteng ‘kan? Kalo aku jelek, bakal nggak diakuin sama mer eka,” sahut Andin yang membuat semua orang tertawa.

Nenek Marisa dan Kakek Herman masuk ke dalam kamar pengantin. “Sayang, cucu nenek yang cantik, ayo kita keluar!” Nenek Marisa memutar Andin sehingga berhadapan dengannya.

“Andin!” ucap nenek Marisa sambil memegangi dadanya.

***

Mohon kritik dan sarannya! Silakan sertakan di kolom komentar. Kalo ada yang nggak ngerti bahasa bangsa cowok setengah matang, boleh ditanyakan di kolom komentar. Semoga kakak-kakak sekalian suka dengan ceritanya.

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Yaltri Yaltri
cerita ny bagus
goodnovel comment avatar
SSIC FAMILYS
sepertinya menarik utk dibaca
goodnovel comment avatar
Willny
bgs ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status