Share

Bab 4. Ceroboh

Author: Anggrek Bulan
last update Last Updated: 2023-02-10 19:35:37

"Akhhhhh!" Nadia segera menutup wajahnya, dia merasa sangat malu setelah sadar kalau sosok pria yang dilihatnya saat ini adalah Daniel.

Daniel pun terkejut dan langsung membalikkan badannya, merasa kaget sekaligus canggung. “Kenapa kamu ke sini?!”

"Ma-maaf, Tuan. Saya pikir ini kamar Sean, saya juga sudah ketuk, tapi–"

"Keluar," titah Daniel tak memberi kesempatan untuk Nadia menyelesaikan kalimatnya.

Seketika, Nadia pun langsung lari keluar kamar dan membanting pintu tertutup. Jantung gadis itu berdebar kencang, merasa sangat malu karena telah melakukan kesalahan konyol.

Akan tetapi, kemudian Nadia teringat dengan dada bidang Daniel. ‘Umm … bagus juga sih ….’ Namun, sekejap gadis itu menampar dirinya sendiri. ‘Nadia! Sadar! Itu majikan! Sudah bagus nggak langsung dipecat!’

Di sisi lain, Daniel yang masih terdiam di kamarnya menghela napas berat. Dia menyisir rambutnya yang setengah basah dan bergumam, “Ceroboh.”

**

"Kakak kenapa?" tanya Sean sembari mendekatkan wajahnya ke wajah Nadia. Mata bulat bocah yang sedang dimandikan itu terlihat penasaran, terlebih karena baby sitter barunya sedari tadi melamun dengan wajah memerah.

Seketika, Nadia sadar dari lamunan nya. Dia tersenyum canggung.

“Ah, nggak apa-apa, Tuan Muda,” balas Nadia sembari menyentuh pipi Sean, menghapus noda di wajah mungil dan lembutnya.

“Panggil Sean, Sean! Nggak usah Tuan Muda!” pekik Sean, dengan cepat rasa penasarannya teralihkan.

“Iya, Sean,” balas Nadia sembari tertawa.

Setelah memandikan dan memakaikan seragam sekolah tuan mudanya itu, Nadia pun menggendong Sean turun ke lantai bawah.

“Lama sekali,” komentar seseorang saat Nadia dan Sean mencapai tangga terakhir.

Detik itu juga, pandangan Nadia bertemu dengan netra hitam sang majikan yang sedang duduk di ruang makan. Hal itu membuat Nadia langsung membuang wajah. 'Duh! Mati aku,' batinnya ketakutan.

Di sisi lain, Daniel mengabaikan kecanggungan Nadia. Matanya mendarat pada tubuh sang putra dan keningnya pun berakhir berkerut.

"Sean … apa-apaan pakaianmu itu?"

Nadia tersentak kaget, dia segera menoleh dan ikut memperhatikan seragam Sean. Menurutnya, tak ada yang salah. Sean juga terlihat tampan dengan seragam sekolahnya.

"Apa ada yang salah, Tuan?"

Daniel tak menjawab, pria itu hanya mendengus kesal dan meminta anaknya untuk mendekat.

Dengan cekatan, Daniel memperbaiki seragam Sean. Entah bagaimana jadinya jika dia tak melihat keanehan ini, Sean mungkin akan terlihat memalukan di sekolahnya nanti.

"Sudah, duduk."

Sean mengangguk dan langsung duduk di kursinya. Namun, dia diam sejenak dan berbalik menatap sang baby sitter yang hanya diam di belakang kursinya.

"Kakak, Sean mau sarapan."

Nadia tersentak kaget, dia sedikit canggung dan langsung mendekat. Karena begitu khawatir dengan sosok Daniel, Nadia hampir lupa dengan pekerjaannya.

"Ah, i-iya. Sebentar, ya. Kakak ambilkan sarapannya dulu," cicitnya dengan kikuk.

"Uhm!"

Sean tersenyum tipis. Sedangkan Daniel merasa heran dengan tingkah aneh anaknya. Sean tak biasanya seperti ini, dia selalu makan sendiri tanpa meminta orang lain untuk menyiapkan ataupun menyuapinya.

Tapi, Daniel kini bisa melihat adanya binar mata kebahagiaan ketika anaknya itu disuapi oleh Nadia. Tawa yang sejak lama hilang, kini kembali menghiasi wajah Sean.

Hatinya yang dingin kini mulai hangat, tanpa sadar sudut bibirnya naik hingga membentuk senyum tipis yang samar. Secara kebetulan, Nadia menoleh. Tapi, Daniel dengan cepat langsung membuang muka.

Nadia mengerutkan keningnya. 'Aneh. Pria rese itu … bisa senyum?'

Setelah makan pagi, Nadia dengan cepat menyiapkan bekal para majikannya. Namun, saat di tengah persiapan, dia mendengar suara sopir berseru, “Mbak Nadia! Cepat, Mbak! Kalau nggak jalan sekarang nanti Tuan Muda Sean terlambat!”

Mendengar seruan itu, Nadia pun bergegas memasukkan bekal ke dalam tas Sean dan satu tas lagi khusus untuk Daniel. Hanya setelah memberikan dua bekal itu, barulah mobil melesat pergi.

Sembari mengelap keringat di dahinya, Nadia menggerutu, “Ya ampun, pagi-pagi saja sibuk banget!”

**

“Ini dokumen terakhir, Pak Daniel,” ucap Dion, asisten pribadi sekaligus sahabat dekat Daniel, sembari menyerahkan beberapa lembar kertas yang perlu ditandatangani.

Seusai menyelesaikan pekerjaannya, Daniel merenggangkan ototnya. Pria itu akhirnya bisa bernapas dengan lega setelah mengecek beberapa dokumen.

Kembali ke mejanya, Dion melihat Daniel mengeluarkan tas bekal. “Hari ini bawa bekal, Pak?” tanyanya. “Bu Anggun siapkan bekal apa?” Dia terlihat penasaran, terlebih karena Anggun, kepala pelayan Daniel, menarik perhatian Dion.

Daniel hanya diam, dia membuka bekalnya. Namun seketika, dia langsung menutupnya kembali. Raut wajahnya yang datar terlihat makin dingin, dahinya berkerut.

"Kok ditutup lagi?" tanya Dion bingung.

“Nggak perlu tahu,” balas Daniel ketus. Dia berniat untuk menyimpan bekal makanannya lagi. Sayangnya, Dion sudah merebutnya lebih dulu.

"Kalau nggak mau, buat saya saja, Pak! Lumayan masakan Bu Anggun!"

Dengan wajah panik, Daniel berseru, "Dion, kembalikan!" Ekspresi datar dan dingin pria itu terlihat goyah.

Namun, Dion sama sekali tak berniat untuk mengembalikannya. Dia justru membuka kotak bekal itu dan … seketika matanya membulat dengan mulut melongo.

Detik berikutnya, tawa meledak di ruangan itu. "Hahaha! Bekal makanan Bapak imut banget!” Dion tertawa terbahak-bahak, tidak lagi mempertahankan sikap formalnya kepada Daniel. “Siapa yang masakin ini? Nggak mungkin Bu Anggun!"

Perut Dion rasanya dikocok. Dia tak bisa menahan tawa sama sekali. Image Daniel yang dingin dan berwibawa itu seketika musnah dari pikirannya ketika melihat isi bekal makanannya.

Nasi yang dibentuk mirip anak ayam, telur digulung dan dihiasi sampai mirip seperti bunga sampai buahnya saja dibentuk lucu seperti makanan anak kecil.

Dion meletakkan bekal makanan itu dan kembali terkekeh pelan. "Pantesan Bapak nggak mau kasih liat, ternyata selera Bapak sekarang imut, ya?" godanya.

Daniel mengerutkan kening dengan tatapan tak suka yang kini memenuhi wajahnya. Pria itu segera mengambil tutup bekal dan menutupnya kembali.

Jari-jari Daniel kini memijat dahinya, dan dia pun menggeram dalam hati, ‘NADIA! Dua kali kamu berulah! Awas kamu!’

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Agus Roma
Untung masih cuek Bebek pak Daniel dengan bekal keliru tempat kali.........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pengasuh Duda Lima Puluh Juta   Bab 347. Beruntung Memilihmu (Ending)

    "Bagaimana perasaan kamu? Apa sudah lega?" Daniel bertanya pada Nadia yang saat ini memakai gaun berwarna marron, yang membuat dia nampak elegan.Nadia menghela nafas panjang dan kemudian menarik kedua sudut bibirnya. "Tentu saja, rasanya plong banget!" ucapnya dengan mata berbinar.Daniel tersenyum lega juga, karena bahagia Nadia tentu bahagianya juga. "Aku nggak mau lagi keras kepala deh! Yang kamu bilang, memang bener banget!" Nadia kecuali berucap, dia menyesalkan kejadian di kampus. Jika saja dulu dia mengikuti perkataan Daniel, tentu kejadian memalukan dan menyesakkan di kampus itu tak akan pernah terjadi. Keras kepala Nadia ternyata berakhir dengan derita saat ini. Daniel mengacak sedikit rambut Nadia karena merasa sangat gemas saat itu. Tak ayal hal itu langsung membantu Nadia protes. "Duh jail banget sih!? Kalau sampai riasan ini rusak, kamu harus tanggung jawab!" seru Nadia kesal. Daniel malah terkekeh dan malah memencet hidung Nadia. "Salah sendiri menggemaskan! Nanti m

  • Pengasuh Duda Lima Puluh Juta   Bab 346. Ungkapkan Semuanya

    "Kak, aku ingin bicara sama kamu. Penting."Pagi itu, Nadia menemui Alvin ketika kelas belum dimulai.Alvin menarik sudut bibirnya, senyum manis terpancar disana. "Tumben. Ok! Mau kapan?"Dari raut wajahnya nampak jika saat ini Alvin merasa sangat senang.Pemuda itu pun sebenarnya bingung tetapi juga bercampur dengan rasa bahagia. Selama ini Nadia selalu saja menghindar darinya, tetapi kini malah sang gadis pujaan hati itu mengajaknya bicara. Ini bukan mimpi kan?"Sekarang! Ayo!" Nadia yang masih nampak kecewa dengan wajah seriusnya pun langsung berjalan tanpa memperdulikan banyak mata yang sampai saat ini masih nampak menatap sinis padanya. Tanpa banyak tanya lagi Alvin pun mengekori dari belakang."Lo mau ngajak gue kemana sih?" tanya Alvin ketika Nadia malah menuju ke area parkiran. "Kenapa ngobrolnya nggak di tempat yang privat aja?"Nadia mendengus kasar dan sesaat menoleh sebentar ke belakang. " Jangan banyak tanya! Bentar lagi sampai!" Kemudian dia pun meneruskan langkahnya.S

  • Pengasuh Duda Lima Puluh Juta   Bab 345. Harusnya Sejak Dulu

    "Daniel! Mengapa kamu merahasiakan semua ini dari mama dan papa?" Ketika Daniel baru saja sampai di rumah, Martha dan Hendrawan pun langsung menghampiri putranya itu. Mengejar dengan banyak pertanyaan yang intinya mereka merasa tak suka jika Daniel terus menyembunyikan apa pun tentang Nadia."Rahasia ap---" Daniel mencoba mengelak karena memang sebenarnya dia belum mengerti, beberapa hal yang terjadi di kantor membuatnya harus sedikit melupakan tentang yang terjadi di rumah.Martha langsung memotong ucapan anaknya itu. " Nadia di teror dan difitnah seperti itu, tapi kenapa sepertinya kamu malah tenang tenang saja?" Wanita tua itu tak dapat menyembunyikan raut wajahnya yang khawatir. Nadia menghampiri ketiga orang yang masih berdiri di ambang pintu itu, ada rasa tak enak karena sang suami menjadi bahan kemarahan orang tuanya karena dia."Maaf, tadi aku memang sudah menceritakan semuanya pada Mama," tukas Nadia yang seperti biasa malah merasa bersalah.Daniel menarik kedua sudut bibir

  • Pengasuh Duda Lima Puluh Juta   Bab 344. Ceritakan Nadia!

    "Apa aku sekarang juga harus mengatakan semuanya ya?" Nadia makin bimbang saat ini. Dua pilihan yang nyatanya membuat dia merasa sangat dilema. Pilihan A akan membuat semua orang di kampus mengetahui jati dirinya dan itu berarti akan membuat semua orang mengetahui jika dia bukan dari kalangan biasa. Tetapi dengan begitu justru akan membuat dia lebih tenang menjalani perkuliahan. Sedangkan pilihan B, dengan diam dan membiarkan semua orang menganggapnya misterius, justru mungkin akan membuat berita keliru itu semakin menjadi-jadi saja. Sempat terbersit dalam pikiran Nadia untuk tak lagi melanjutkan kuliah dan fokus pada keluarganya. Tetapi itu sama saja artinya dengan dia menghapus mimpi dan cita-cita yang dulu pernah dia pupuk semenjak kecil."Kenapa kamu terlihat sedih, Sayang?"Ketika Nadia sendang melamun seperti itu, terdengar suara lembut Martha. Sang mertua yang baik hati itu ternyata kini sudah berada tepat di sampingnya."Ah Mama." Dengan sigap Nadia pun langsung menyalami

  • Pengasuh Duda Lima Puluh Juta   Bab 343. Siap Tanggung Jawab

    Putri mengepalkan tangannya dengan arah ketika merasakan sesuatu mulai terbakar di hatinya. Dia tak terima sama sekali setelah mendengar perkataan Alvin dan itu sudah berhasil membuat hatinya sangat sakit."Kak Alvin kenapa masih belain dia? Nadia itu …" Putri merasa tak kuasa untuk melanjutkan ucapannya, dia hanya bisa menahan diri dan memalingkan wajahnya.Namun Alvin tahu dengan jelas apa yang ingin dikatakan oleh Putri dan dia dengan cepat pun langsung menegaskan segalanya sambil meraih tangan kanan Nadia. "Nggak peduli gimana masa lalunya, gue bakalan tetap suka sama dia dan perasaan ini nggak bakalan berubah," tuturnya.Nadia terlihat sedikit kaget ketika mendapatkan perlakuan itu dan tentu saja dia sekarang berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman Alvin.Perkataan Alvin barusan terlalu berlebihan dan mengisyaratkan bahwa dia akan melakukan apapun demi bisa mendapatkannya.Nadia merasa kalau ini semua tak benar dan dia harus kembali meluruskannya. Tapi yang paling penting

  • Pengasuh Duda Lima Puluh Juta   Bab 342. Karena Iri

    "Jangan bawa-bawa namaku untuk memvalidasi akal busukmu!"Putri dan Alvin seketika langsung menoleh, mereka berdua mendapati sosok Nadia. Nadia berjalan mendekat dengan langkah yang dipenuhi dengan amarah. Sudah cukup rasanya karena sejak tadi dia memang telah mendengarkan perkataan Putri dan itu sudah berhasil membuatnya merasa sangat kecewa karena sempat menganggapnya sebagai teman."Aku pikir kamu nggak pernah memiliki niatan buruk untuk menghancurkanku sampai seperti ini, Put. Aku pikir kamu benar-benar menganggapku sebagai teman. Tapi apa?"Putri terlihat kaget, tapi dia dengan cepat langsung mengelaknya. "Ngomong apaan sih?! Jangan–""Aku sudah punya buktinya dan aku bahkan juga tahu kalau kamu membayar seseorang untuk mencelakaiku, kan?" Bersamaan dengan perkataannya itu, Nadia segera memberikan bukti-bukti yang akurat dan menambahkan, "Aku nggak nyangka kalau kamu bisa bertindak seperti ini untuk menghancurkanku. Apa aku pernah melakukan kesalahan padamu?"Hubungan keduanya da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status