Share

Bab 4. Ceroboh

"Akhhhhh!" Nadia segera menutup wajahnya, dia merasa sangat malu setelah sadar kalau sosok pria yang dilihatnya saat ini adalah Daniel.

Daniel pun terkejut dan langsung membalikkan badannya, merasa kaget sekaligus canggung. “Kenapa kamu ke sini?!”

"Ma-maaf, Tuan. Saya pikir ini kamar Sean, saya juga sudah ketuk, tapi–"

"Keluar," titah Daniel tak memberi kesempatan untuk Nadia menyelesaikan kalimatnya.

Seketika, Nadia pun langsung lari keluar kamar dan membanting pintu tertutup. Jantung gadis itu berdebar kencang, merasa sangat malu karena telah melakukan kesalahan konyol.

Akan tetapi, kemudian Nadia teringat dengan dada bidang Daniel. ‘Umm … bagus juga sih ….’ Namun, sekejap gadis itu menampar dirinya sendiri. ‘Nadia! Sadar! Itu majikan! Sudah bagus nggak langsung dipecat!’

Di sisi lain, Daniel yang masih terdiam di kamarnya menghela napas berat. Dia menyisir rambutnya yang setengah basah dan bergumam, “Ceroboh.”

**

"Kakak kenapa?" tanya Sean sembari mendekatkan wajahnya ke wajah Nadia. Mata bulat bocah yang sedang dimandikan itu terlihat penasaran, terlebih karena baby sitter barunya sedari tadi melamun dengan wajah memerah.

Seketika, Nadia sadar dari lamunan nya. Dia tersenyum canggung.

“Ah, nggak apa-apa, Tuan Muda,” balas Nadia sembari menyentuh pipi Sean, menghapus noda di wajah mungil dan lembutnya.

“Panggil Sean, Sean! Nggak usah Tuan Muda!” pekik Sean, dengan cepat rasa penasarannya teralihkan.

“Iya, Sean,” balas Nadia sembari tertawa.

Setelah memandikan dan memakaikan seragam sekolah tuan mudanya itu, Nadia pun menggendong Sean turun ke lantai bawah.

“Lama sekali,” komentar seseorang saat Nadia dan Sean mencapai tangga terakhir.

Detik itu juga, pandangan Nadia bertemu dengan netra hitam sang majikan yang sedang duduk di ruang makan. Hal itu membuat Nadia langsung membuang wajah. 'Duh! Mati aku,' batinnya ketakutan.

Di sisi lain, Daniel mengabaikan kecanggungan Nadia. Matanya mendarat pada tubuh sang putra dan keningnya pun berakhir berkerut.

"Sean … apa-apaan pakaianmu itu?"

Nadia tersentak kaget, dia segera menoleh dan ikut memperhatikan seragam Sean. Menurutnya, tak ada yang salah. Sean juga terlihat tampan dengan seragam sekolahnya.

"Apa ada yang salah, Tuan?"

Daniel tak menjawab, pria itu hanya mendengus kesal dan meminta anaknya untuk mendekat.

Dengan cekatan, Daniel memperbaiki seragam Sean. Entah bagaimana jadinya jika dia tak melihat keanehan ini, Sean mungkin akan terlihat memalukan di sekolahnya nanti.

"Sudah, duduk."

Sean mengangguk dan langsung duduk di kursinya. Namun, dia diam sejenak dan berbalik menatap sang baby sitter yang hanya diam di belakang kursinya.

"Kakak, Sean mau sarapan."

Nadia tersentak kaget, dia sedikit canggung dan langsung mendekat. Karena begitu khawatir dengan sosok Daniel, Nadia hampir lupa dengan pekerjaannya.

"Ah, i-iya. Sebentar, ya. Kakak ambilkan sarapannya dulu," cicitnya dengan kikuk.

"Uhm!"

Sean tersenyum tipis. Sedangkan Daniel merasa heran dengan tingkah aneh anaknya. Sean tak biasanya seperti ini, dia selalu makan sendiri tanpa meminta orang lain untuk menyiapkan ataupun menyuapinya.

Tapi, Daniel kini bisa melihat adanya binar mata kebahagiaan ketika anaknya itu disuapi oleh Nadia. Tawa yang sejak lama hilang, kini kembali menghiasi wajah Sean.

Hatinya yang dingin kini mulai hangat, tanpa sadar sudut bibirnya naik hingga membentuk senyum tipis yang samar. Secara kebetulan, Nadia menoleh. Tapi, Daniel dengan cepat langsung membuang muka.

Nadia mengerutkan keningnya. 'Aneh. Pria rese itu … bisa senyum?'

Setelah makan pagi, Nadia dengan cepat menyiapkan bekal para majikannya. Namun, saat di tengah persiapan, dia mendengar suara sopir berseru, “Mbak Nadia! Cepat, Mbak! Kalau nggak jalan sekarang nanti Tuan Muda Sean terlambat!”

Mendengar seruan itu, Nadia pun bergegas memasukkan bekal ke dalam tas Sean dan satu tas lagi khusus untuk Daniel. Hanya setelah memberikan dua bekal itu, barulah mobil melesat pergi.

Sembari mengelap keringat di dahinya, Nadia menggerutu, “Ya ampun, pagi-pagi saja sibuk banget!”

**

“Ini dokumen terakhir, Pak Daniel,” ucap Dion, asisten pribadi sekaligus sahabat dekat Daniel, sembari menyerahkan beberapa lembar kertas yang perlu ditandatangani.

Seusai menyelesaikan pekerjaannya, Daniel merenggangkan ototnya. Pria itu akhirnya bisa bernapas dengan lega setelah mengecek beberapa dokumen.

Kembali ke mejanya, Dion melihat Daniel mengeluarkan tas bekal. “Hari ini bawa bekal, Pak?” tanyanya. “Bu Anggun siapkan bekal apa?” Dia terlihat penasaran, terlebih karena Anggun, kepala pelayan Daniel, menarik perhatian Dion.

Daniel hanya diam, dia membuka bekalnya. Namun seketika, dia langsung menutupnya kembali. Raut wajahnya yang datar terlihat makin dingin, dahinya berkerut.

"Kok ditutup lagi?" tanya Dion bingung.

“Nggak perlu tahu,” balas Daniel ketus. Dia berniat untuk menyimpan bekal makanannya lagi. Sayangnya, Dion sudah merebutnya lebih dulu.

"Kalau nggak mau, buat saya saja, Pak! Lumayan masakan Bu Anggun!"

Dengan wajah panik, Daniel berseru, "Dion, kembalikan!" Ekspresi datar dan dingin pria itu terlihat goyah.

Namun, Dion sama sekali tak berniat untuk mengembalikannya. Dia justru membuka kotak bekal itu dan … seketika matanya membulat dengan mulut melongo.

Detik berikutnya, tawa meledak di ruangan itu. "Hahaha! Bekal makanan Bapak imut banget!” Dion tertawa terbahak-bahak, tidak lagi mempertahankan sikap formalnya kepada Daniel. “Siapa yang masakin ini? Nggak mungkin Bu Anggun!"

Perut Dion rasanya dikocok. Dia tak bisa menahan tawa sama sekali. Image Daniel yang dingin dan berwibawa itu seketika musnah dari pikirannya ketika melihat isi bekal makanannya.

Nasi yang dibentuk mirip anak ayam, telur digulung dan dihiasi sampai mirip seperti bunga sampai buahnya saja dibentuk lucu seperti makanan anak kecil.

Dion meletakkan bekal makanan itu dan kembali terkekeh pelan. "Pantesan Bapak nggak mau kasih liat, ternyata selera Bapak sekarang imut, ya?" godanya.

Daniel mengerutkan kening dengan tatapan tak suka yang kini memenuhi wajahnya. Pria itu segera mengambil tutup bekal dan menutupnya kembali.

Jari-jari Daniel kini memijat dahinya, dan dia pun menggeram dalam hati, ‘NADIA! Dua kali kamu berulah! Awas kamu!’

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status