Share

Bab 3. Baby Sitter Baru

"Mulai minggu depan, kamu bekerja sebagai baby sitter Sean."

Mata Nadia membulat. Apa dia tidak salah dengar?

"Baby ... sitter?" ulangnya dengan pandangan kosong. "Saya diterima sebagai baby sitter?" tanyanya lagi.

Pertanyaan yang terlontar dari mulut Nadia membuat Daniel menaikkan alis kanannya. "Kamu tidak bersedia?" tanyanya.

"S-saya bersedia, Pak!" balas Nadia setengah berseru.

Tak bisa dipungkiri, Nadia sangat senang. Tanpa sadar wanita itu berteriak kegirangan. Dia seperti anak kecil yang mendapatkan hadiah, membuat Sean terkekeh dalam pelukan ayahnya.

"Papa dipanggil 'Bapak'! Kayak sudah tua!" ejek Sean.

Mendengar hal itu, Daniel melemparkan pandangan tajam kepada Nadia. "Panggil saya 'Tuan' kalau kamu mau bekerja di sini," titahnya.

Mata Nadia berbincar dan dia menganggukkan kepalanya cepat. "Terima kasih banyak, Tuan! Saya akan bekerja dengan baik, sungguh!"

Daniel hanya melirik gadis itu sekilas, lalu mendengus dan mengalihkan wajahnya kembali ke depan, tidak membalas ucapan Nadia. Pria itu berlalu pergi begitu saja sambil membawa anaknya.

Melihat Nadia melambaikan tangan ke arahnya, Sean juga membalas gadis tersebut dengan semangat. Senyuman di wajahnya merekah dan terlihat sangat cerah.

Hanya ketika pintu rumahnya tertutup dan dirinya tak bisa lagi melihat Nadia, barulah Sean terdiam sembari memeluk erat ayahnya. Hal tersebut membuat Daniel melirik sang anak yang menampakkan wajah bahagia.

"Kamu senang sekarang?" tanya Daniel.

Sean terkekeh pelan, sepenuhnya melupakan kejadian mengerikan yang hampir menimpanya. "Uhm! Papa memang yang paling baik!"

Melihat senyuman Sean, pandangan Daniel berubah sendu selama sesaat. Bagaimanapun, anaknya hampir saja diculik. Akan tetapi, dengan cepat Sean melupakan hal tersebut. Hal itu bukanlah suatu hal yang aneh mengingat hal seperti ini sering kali terjadi, bahkan setelah pengamanan kediaman telah diperketat.

Namun, kejadian ini mengajari Daniel satu hal ....

"Menempatkan seorang bodyguard yang di sisi Sean adalah pilihan yang baik,' batin Daniel sebelum kemudian dirinya teringat akan sosok Nadia. ‘Kalaupun gadis itu belum kompeten jadi pengasuh, tapi sepertinya dia cocok jadi bodyguard untuk Sean.’

**

"Sudah hafal semua yang saya jelaskan?"

Pertanyaan itu membuat Nadia tersentak. Dia menganggukkan kepalanya. “Sudah, Kak!”

Hari ini, Nadia mulai bekerja di kediaman Daniel. Dia masih sulit percaya bisa diterima oleh pria tersebut.

Beberapa pasang mata melirik ke arah Nadia dan tersenyum ramah. Mereka adalah orang yang diperkenalkan kepala pelayan sebagai empat pelayan lain dengan tugas masing-masing.

"Bagus, tapi kamu perlu ingat satu hal, Tuan Daniel itu orang yang tegas. Kamu jangan mengganggu dan membantah beliau, apalagi menyinggungnya."

Nadia tidak terlalu terkejut mengenai itu. Lagi pula, dia sudah bertemu dengan Daniel dan melihat sikap pria itu secara langsung.

"Baik, saya paham."

Namun, ada hal lain yang membuat gadis itu bertanya-tanya. Akhirnya, dia memberanikan diri untuk membuka suara.

"Um, Kepala Pelayan ... saya boleh tanya?"

"Silakan."

"Apa Ibu Sean sudah meninggal?"

"Beliau masih hidup, hanya saja sudah bercerai."

Nadia menganggukkan kepalanya perlahan. 'Pantas saja, mungkin mereka bercerai karena sifat jutek pria itu,' batinnya. "Ah, tapi–"

Sebelum Nadia menyelesaikan kalimatnya, kepala pelayan menoleh dan menatapnya. "Nadia, ada hal yang tidak perlu kamu tanyakan kalau hal itu tidak berkaitan dengan pekerjaan."

Nadia seketika terdiam, merasa tidak enak hati. Benar, dia memang tak perlu banyak tanya. Saat ini dia hanya perlu fokus pada pekerjaannya saja.

Kepala pelayan menghela napas sejenak, dia kembali bicara. "Sudah menjelang siang, tugas pertamamu sekarang membangunkan Tuan Muda. Ayo, aku akan–"

"Kepala pelayan!" Seorang pelayan tergopoh-gopoh mendekati mereka berdua.

Kepala pelayan seketika menoleh dan pelayan itu berbisik sejenak. Mata sang kepala pelayan terlihat membulat sejenak, ada masalah penting yang harus diselesaikannya.

"Baik, aku akan segera ke sana." Setelah mengatakan itu, kepala pelayan menoleh lagi ke Nadia.

"Saya harus pergi, ada urusan mendadak yang perlu diselesaikan. Sekarang, kamu bisa pergi ke kamar Tuan Muda yang ada di samping tangga. Kamu bisa ke sana sendiri, kan?"

Nadia tersenyum dan berkata dengan yakin, “Bisa, Kak!”

Setelah kepala pelayan merasa yakin, dia langsung berlalu pergi meninggalkan Nadia sendiri.

Dengan arahan seadanya, Nadia segera naik ke lantai dua. Gadis itu tampak mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Namun, dia berakhir dibuat bingung karena ada dua pintu yang dekat dengan tangga.

"Apa ini kamarnya?” Mengingat dirinya sudah mengikuti panduan kepala pelayan, Nadia pun bergumam, “Sepertinya iya.”

Perlahan wanita itu mulai mengulurkan tangan dan mengetuk pintu. Namun, sayangnya tak ada satu pun jawaban yang terdengar.

Nadia mengerutkan keringnya sejenak. "Hmm, Tuan Muda Sean pasti masih tidur." Dia pun mengambil keputusan. ‘Langsung masuk saja.’

Nadialantas membuka pintu. Namun bukannya melihat sosok bocah kecil yang lucu, mata gadis itu justru mengarah tepat pada dada bidang seorang pria yang kini tampak dihiasi dengan percikan air. Tubuh yang atletis, menggoda dan …

"Akhhhhh!"

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Maryati
lanjut,,,masih teka teki......
goodnovel comment avatar
Sri Guru
makin seru critanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status