Maya melangkah gontai keluar dari pintu gerbang perumahan elit tersebut. Namun saat ia melewati pos satpam, ia melihat ada tulisan lowongan pekerjaan yang di tempel di sana.
Dengan takut Maya mendekati tulisan tersebut. "Maaf Pak. Saya mau baca lowongan tersebut. Karena saya lagi butuh pekerjaan," ujar Maya memberanikan diri.
Satpam yang tadi menghardiknya hanya diam. Tapi membiarkan Maya untuk membaca lebih dekat tulisan itu. Namun mata satpam tersebut masih menatap Mata dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Yes!" teriak Maya kegirangan. Dia akan melamar pekerjaan tersebut.
Sebuah keluarga membutuhkan tenaga kerja perempuan yang mau merawat orang jompo. Seorang perempuan yang sudah berusia 80 tahun. Syaratnya: perempuan usia 20-50 tahun, bersedia tidur dalam, telaten dan penyabar. Tidak disyaratkan ijazah, KTP dan dokumen lain. Sehingga Mata merasa memenuhi syarat untuk melamar.
Satpam yang mengamatinya dari tadi tampak mulai berubah wajahnya. "Mbak mau cari pekerjaan ini?" tanyanya lebih ramah pada Maya.
"Ya Pak, " jawab Maya tanpa ragu.
"Sudah banyak yang mencoba melamar, namun mundur pelan pelan," ujar satpam tersebut.
"Hmm memangnya kenapa Pak?" tanya Maya.
"Yang dirawat orangnya cerewet dan banyak maunya," ujar satpam lagi.
"Saya akan mencobanya, Pak," tegas Maya.
"Kalau begitu Mbak pulang dulu, besok pagi datang ke sini saya antar ke rumahnya," ujar satpam menawarkan diri.
"Saya tidak punya rumah Pak. Rumah saya jauh. Belum punya tempat tinggal di kota ini," aku Maya jujur.
Satpam itu terdiam sejenak. "Hmm kalau begitu Mbak tidur saja di dalam, besok pagi jam tujuh saya antar sekalian saya pulang," kata satpam tersebut.
Maya menuju sebuah ruangan di dalam. Ada kursi kayu panjang yang biasanya digunakan satpam untuk bersantai. Dia merebahkan tubuhnya di situ. "Kalau haus Mbak bisa minum air putih di depan," ujar satpam lagi.
Namun Maya sudah terbang ke alam mimpinya karena begitu lelah.
Keesokan harinya, Maya terbangun. Kondisinya lebih segar dibandingkan malam kemarin. Ia menuju kamar kecil yang ada di pos satpam tersebut. Ia mandi dan buang hajat paginya.
Di depan kamar mandi ada cermin dan sisir yang menggantung. "Pak pinjam sisirnya ya," pintanya pada satpam.
"Ya kamu pakai saja," jawab Satpam.
Setelah mandi dan bersisir Maya ikut duduk di dekat Satpam. Menyaksikan aktivitas pagi perumahan yang mulai hidup. "Siapa ini yang menemanimu?" tanya satpam lain yang baru datang. Jam tujuh akan berganti sift.
"Keponakanku dari desa," ujar satpam tersebut sekenanya.
"Cantik juga keponakanmu," puji satpam yang baru datang seraya melihat ke arah Maya.
"Iya lah. Pamannya juga cakep gini," canda satpam yang berjaga.
"Aku pulang dulu ya, mau antar keponakan cari kerja," pamit satpam semalam yang di dadanya ada tulisan Agus.
"Ya boleh. Eh siapa nama keponakanmu? Belum dikenalkan," tanya satpam dengan nama dada Andi.
"Tanya sendiri," jawab Agus sambil menuju motornya. Maya tertawa dalam hati, bagaimana dia tahu namanya, mereka belum sempat berkenalan.
"Maya, Om," sahut Maya sambil mengikuti Agus yang sudah menyalakan mesin motornya.
"Jangan panggil Om. Aku masih bujang. Belum setua om mu," protes Andi.
Namun Maya hanya tersenyum sambil naik ke motor Agus.
"Jadi namamu Maya?" tanya Agus
"Iya Pak," jawab Maya singkat.
Motor yang mereka naiki sampai di sebuah rumah yang sangat mewah. Baru sekali ini Maya menyaksikan langsung rumah sebesar dan semewah itu. Saat di Hongkong ia memang memiliki majikan yang kaya. Tapi tetap tinggal di apartemen. Bukan di perumahan seperti ini.
Dari pintu gerbang menuju rumah utama saja masih perlu berjalan beberapa puluh meter. "Ini rumahnya. Kamu tunggu sini aku akan minta izin masuk," ujar Agus.
Maya mengangguk. Ia sangat bersyukur di sela-sela cobaan yang bertubi-tubi ia masih bertemu orang-orang baik yang mau menolongnya.
"Ayo masuk," panggil Agus di depan gerbang. Maya mengekor di belakang Agus. Sementara di depan keduanya, satpam pemilik rumah menjadi pemandu mereka untuk menemui tuan rumah.
"Kalau kamu ditanya bilang saja keponakanku ya, biar tidak ruwet," ujar Agus.
"Ya Pak. Maaf saya sudah merepotkan," ujar Maya sungkan.
"Tidak apa apa, selama kita bisa membantu ya apa salahnya," ucap Agus.
Mereka memasuki ruang tamu yang sangat besar. Ada beberapa set kursi di sana. Maya dan Agus diminta duduk di salah satu set yang berada di ujung. Dekat pintu masuk.
"Saya kembali ke depan ya Pak. Silahkan ditunggu. Nanti Nyonya Mulia yang akan menemui," ujar satpam tersebut.
"Terima kasih," ujar Agus singkat.
Tidak lama berselang seorang perempuan paro baya datang menemui mereka. "Jadi kamu yang ingin menjadi pengasuh mamaku?" tanyanya to the point.
"Iya Nyonya," jawab Maya pelan.
Perempuan cantik tersebut menelisik Maya dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Kamu asalnya dari mana?" tanya nyonya Mulia.
Maya menyebutkan daerah tempat tinggalnya.
"Wah jauh sekali," ujar nyonya Mulia kaget.
Maya hanya mengiyakan.
"Jadi kamu sudah siap dengan segala peraturan seperti yang ada di brosur. Termasuk tidur di sini dan menemani mamaku 24 jam?" tanya nyonya Mulia.
"Siap Nyonya. Saya malah seneng bisa tidur dalam sehingga saya tidak perlu kost," jawab Maya.
"Baguslah. Kamu bisa mulai kerja hari ini," ujar nyonya Mulia tersebut.
"Untuk Pak Agus, terima kasih sudah mengantar keponakannya ke sini. Kalau ada perlu dengan keponakannya bisa datang ke sini," ujar nyonya.
"Siap Nyonya Mulia. Nitip Maya. Kalau kerjanya kurang bagus mohon diingatkan," ujar Agus sambil berpamitan.
Selanjutnya nyonya Mulia membawa Maya ke belakang, dekat dengan dapur. "Ini kamarmu ya. Selain kamu ada ART lain di rumah ini yang sekamar denganmu. Tapi sedang masak di dapur," terang nyonya Mulia.
"Ya Nyonya," jawab Maya singkat.
"Bareng bawaanmu bisa kamu taruh di sini. Sekalian kamu ganti baju untuk pengasuh yang ada di lemari situ," tunjuk nyonya Mulia ke sebuah lemari coklat.
"Saya tidak bawa baju Nyonya. Barang-barang saya kecopetan saat turun di terminal," jawab Maya.
"Ya ampun, tragis sekali nasibmu Maya. Kalau begitu segera ganti baju, habis ini saya kenalkan dengan mama saya," ujar nyonya Mulia.
Maya segera masuk kamar. Membuka lemari. Dan benar di sana banyak setelan baju warna biru muda yang bisa ia kenakan sebagai seragam pengasuh.
Setelah berganti baju, Maya kembali menemui nyonya Mulia yang menunggunya di depan pintu. Selanjutnya mereka berjalan ke arah meja makan. Di seberang meja makan inilah kamar nyonya besar yang juga mama nyonya Mulia berada. Kamar ini memiliki view ke arah kolam renang dan taman belakang. Sebuah pemandangan yang menyejukkan.
"Mama, ini aku bawakan pengasuh baru untukmu," ujar nyonya Mulia sambil membuka pintu.
Mama nyonya Mulia atau yang biasa disebut nyonya besar itu menatap Maya beberapa lama. Memindai penampilan pengasuh barunya.
"Aku sudah tidak percaya mereka akan bertahan. Anak sekarang maunya kerja yang gampang gampang tapi bayaran besar," ucap nyonya besar.
Maya beringsut maju mendekati perempuan tua yang masih cerewet tersebut. "Perkenalkan saya Maya Nyonya. Saya akan menjadi pengasuh anda, bila anda berkenan," ucapnya.
Pengalamannya bekerja sebagai TKI ia terapkan di sini. Mengenalkan diri dengan salam perkenalan yang berbeda dibandingkan pengasuh sebelumnya
Nyonya besar tampak tertegun sesaat. Membiarkan Maya di depannya. "Duduklah," ujarnya kemudian.
"Baik Mama dan Maya, saya keluar dulu ya. Masih banyak pekerjaan yang perlu saya kerjakan," pamit nyonya Mulia.
Maya berdiri dan mengangguk. "Terima kasih Nyonya sudah mengantarkan saya ke sini," ujar Maya dengan sopan
Nyonya besar masih belum bicara apa-apa. Justru Maya yang bertanya terlebih dahulu. "Nyonya mohon kiranya saya diberi rincian tugas apa yang perlu saya kerjakan setiap hari," ujar Maya.
"Itu biar dijelaskan anakku nanti, sekarang kamu temani saja aku di sini," ujar nyonya besar.
"Baik Nyonya. Bolehkah saya membuka tirai dan jendela kamar ini Nyonya? Biar udaranya lebih segar," tanya Maya.
"Lakukan saja," jawab nyonya besar.
Saat Maya membuka tirai dan jendela, ia mendapati seorang laki-laki muda yang sedang berenang bertelanjang dada. Laki laki dengan tubuh atletis tersebut berdiri di pinggir kolam renang memandang Maya. Dalam waktu yang bersamaan mereka sama-sama saling pandang.
"Itu kan, itu kan....." ucap Maya dengan gagap.
***
Jonathan kecil tampak begitu bahagia. Dia membalas pelukan papanya dengan erat. "Horee, Papa sudah datang." Teriaknya histeris.Berputar putar mengelilingi toko yang mulai sepi karena hendak tutup. Sedangkan Jonathan besar tanpa menunda langsung memeluk kekasih hatinya itu. Segala rindu dia tumpahkan malam itu Sedangkan Maya awalnya sedikit malu malu dan khawatir dengan status Jonathan. Karena terakhir kali dia mendengar informasi dari satpam bahwa Jonathan sedang dalam persiapan menikah dengan gadis Eropa. "Mas, sudah. Tidak enak dilihat anak-anak. Lagian nanti ada yang cemburu lho," ujar Maya seraya mengurai pelukan Jonathan besar."Siapa yang cemburu? Apakah kamu sudah memiliki pacar?" tanya Jonathan sedikit ragu. Kalau suami, dari informasi yang dia dapatkan, Maya tidak sedang menikah dengan siapapun. Namun bisa jadi dia sedang menjalin hubungan dengan laki-laki lain untuk me jadi ayah tiri buat Jonathan yunior. Hal ini yang tidak dia pikirkan selama ini. Jonathan hanya berpik
"Tolong dikirimi list foto-fotonya ya," jawab Jonathan.Tidak beberapa lama kemudian belasan foto contoh buket bunga dikirim ke nomor Jonathan. Jonathan sendiri bingung mana yang harus dia pilih. Karena menurutnya semua bagus."Apakah semua bunga ini dirangkai sendiri oleh pemilik toko?" tanya Jonathan."Dulu begituĜ namun sejak ada pegawai ibu sudah jarang ikut merangkai sendiri. Hanya bantu kalau toko ramai saja," jawab nomor tersebut."Boleh tahu nama pemilik tokonya siapa ya?" tanya Jonathan."Ibu Maya."Deg. Namun Jonathan sendiri tidak tahu nama panjang kekasihnya itu, jadi percuma juga dia menanyakan nama panjang Maya. Malah membuat penyidikannya diketahui saja."Oh ya ya, pernah sekali saya ke toko antar mama pesan bunga. Itu Bu Maya yang sudah memiliki anak laki-laki kecil itu ya?" tanya Jonathan."Anda benar sekali," jawab admin toko."Lucu dan ganteng. Sampai saya pingin mencubit pipinya," kata Jonathan."Banyak customer toko kami yang bilang begitu. Semua gemes gemes sama
Lima tahun kemudian...."Mama, mama belikan es krim itu dong," teriak seorang anak kecil berusia sekitar empat tahun di taman balau kota. "Di rumah kan sudah banyak es krim, mengapa harus beli lagi?" tanya seorang perempuan berusia sekitar 27 tahun yang merupakan ibu dari anak itu Tidak jauh dari ibu dan anak tersebut, seorang laki-laki mengamati dengan takjub. Disampingnya ada perempuan paro baya, yang merupakan ibu dari laki-laki dewasa itu."Mama kok merasa wajah anak kecil itu sangat familier ya. Tapi siapa?" tanya perempuan paro baya yang rambutnya hampir separuhnya beruban.Laki-laki dewasa disampingnya menoleh. Memandang ke arah yang ditunjuk sang mama. Deg.Dia sangat hapal dengan wajah perempuan yang menjadi mama dari bocil imut itu. "Bukankah, bukanlah itu...""Siapa Jo? Kamu mengenalnya?" tanya sang mama."Oh maaf bukan Ma, justru Jo melihat anak kecil itu mirip dengan fotoku saat kecil," ujar laki-laki dewasa yang ternyata adalah Jonathan."Hmm masak sih. Iya juga ya.
Sementara itu di Jerman, Jonathan uring-uringan. Dia mulai merasakan bahwa papanya sengaja mengirimnya ke Jerman untuk dijodohkan dengan Caroline. Bahkan Caroline sendiri tampak aktif untuk mendekati Jonathan."Ma, maksud papa ini apa sengaja menjebak saya untuk dijodohkan dengan Caroline. Jo tidak mau Ma. Jo sudah punya pacar," kata Jonathan saat menelepon mamanya. "Jo, dengarkan dulu. Tidak ada ceritanya orang tua yang ingin menjebak anaknya. Semua orang tua itu ingin memulihkan yang terbaik untuk anaknya. Termasuk untukmu. Apalagi kamu anak tunggal," jawab mamanya di tanah air."Ingat Ma, kalau untuk urusan kerja,oke. Tapi kalau untuk perjodohan,no way" tegas Jonathan sambil menutup panggilan telepon.Nyonya Mulia sedang sarapan pagi dengan suaminya saat Jonathan telepon. "Ada apa dengan Jonathan, Ma?" tanya Tuan Mulia."Biasa curhat," jawab Nyonya Mulia. Dia tidak ingin Jonathan akan terlalu dipaksa dalam perjodohan yang memang sudah mereka rencanakan ini.Memang Nyonya Mulia jug
Maya menyeret kopernya keluar unitnya. Dia membuka pintu dan mengunci dari luar. Sesaat dia memandang dari luar, menitikkan air mata. Tempat yang membuat dirinya sempat melambung, namun kini terhempas ke dasar lembah yang paling dalam."Selamat tinggal," bisiknya lirih.Surat pengunduran diri dan surat untuk Adel sudah dia letakkan di atas meja makan. Agar Adel dengan mudah menemukan. Setelah mengunci apartemennya, dia menuju lift dan turun ke loby. Dia menuju ke resepsionis untuk menitipkan kartu masuk unitnya di sana. Sebab, apartemen tersebut adalah fasilitas perusahaannya. Sehingga pastinya cepat atau lambat akan diminta kembali perusahaan, seiring dengan kepergian dirinya. Dengan pengunduran dirinya."Mbak nitip kartu akses ya. Mungkin nanti akan ada temanku yang mengambilnya," kata Maya.Setelah itu dia memesan taksi online yang akan membawanya ke stasiun terdekat. Maya sudah memiliki kota tujuan yang ingin dia datangi. Yakni Kota Baru Malang. Di sana merupakan kota wisata. Ud
Mobil taksi online segera meninggalkan rumah tersebut. Maya memandang sekilas rumah yang dulu pernah dia tinggali sebulan. Berharap bisa melihat Jonathan di sana. "Sekuriti tersebut tidak berbohong, pasti saat ini Jonathan sedang berbahagia menyambut hari pernikahannya bersama gadis bule," batin Maya. Dadanya terasa sesak mengingat itu. Sampai taksi yang dia tumpangi sampai di bundaran air mancur di tengah tengah perumahan itu. Posisi taman air mancur tersebut memang di tengah tengah perumahan, sehingga siapapun yang masuk ke perumahanku itu akan melewatinya. Demikian juga saat keluar nanti."Pak, boleh berhenti beberapa menit di sini,"ujar Maya masih dengan suara habis menangis.Tanpa menjawab sopir taksi tersebut menepi dan mobil benar-benar berhenti. Maya tidak keluar, tapi hanya memandang air mancur tersebut dari mobil. Kaca jendelanya dia buka. Sehingga dia bisa menghirup udara segar dibawah rerimbunan pohon yang tumbuh sepanjang jalan. Pohon trembesi. Yang terkenal mampu mengi
Maya memejamkan mata. Namun pikirannya justru melayang kemana-mana. Bahkan dia tidak mandi atau mengganti pakaian kerjanya untuk beberapa saat."Akh, mungkin berendam di air hangat membuat pikiranku lebih fresh," ujar Mata sambil melangkah ke kamar mandi.Benar saja, dia berendam di sana. Dalam waktu yang cukup lama. Bahkan hampir satu jam. Bahkan Adel yang mencari Maya untuk diajak makan malam sempat khawatir sahabatnya itu pingsan di kamar mandi."Maya, kamu di kamar mandi kah?" tanya Adel.Tidak ada jawaban untuk beberapa saat. Barulah panggilan ketiga Maya baru menyahut."Iya, aku di dalam," jawab Maya."Syukurlah. Khawatirnya kamu pingsan lagi."Tidak lama kemudian, Maya keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih bugar. "Aku sudah pesan makanan untuk kita berdua," kata Adel."Kamu memang sahabat terbaik.""Aku pesan nasi goreng. Semoga kamu suka," kata Adel lagi."Pasti suka. Kita belum sempat makan sejak siang tadi," kata Maya."Iya, aku sendiri tidak tega meninggalkanmu m
Tidak lama setelah itu, mobil perusahaan disiapkan untuk membawa Maya ke rumah sakit. Bagaimanapun juga kejadian ini terjadi di kantor saat Maya bekerja. Sehingga dihitung sebagai kecelakaan kerja. Adel ikut mengantar Maya ke rumah sakit. Setelah ditangani di UGD lalu dibawa ke ruang perawatan. Di sana Maya baru siuman. Adel ingat saat suster meninggalkan ruangan terserah sempat berpesan, apabila pasien sadar untuk segera menghubungi perawat dengan menekan tombol yang tidak jauh dari tempat tidur Maya. Adel menekan tombol itu.Tidak beberapa lama seorang perawat datang. "Ada yang bisa dibantu?" tanya perempuan berbaju dan rok sebatas lutut berwarna putih itu dengan rambut diikat rapi ke belakang. Di atas rambutnya ada topi kecil. Tampak rapi."Pasien bangun Suster," kata Adel."Syukurlah. Habis ini akan ada dokter jaga yang melakukan visite ke mari. Anda bisa bertanya seputar masalah sakitnya pasien," ujar Suster tersebut kepada Adel."Apa saya tidak boleh bertanya sesuatu Suster?"
Pagi itu Maya bangun dengan malas. Dia merasakan tubuhnya kurang enak badan. Malas beraktivitas dan dada serta perutnya terasa penuh."Apa yang salah denganku?" batinnya.Namun, dia berusaha beranjak bangun dan menuju ke kamar mandi. Menyalakan shower air hangat untuk mandi. Agar tubuhnya bisa kembali bersemangat untuk menjalani aktivitas hari ini.Baru saja dia melepas pakaiannya untuk mandi, perutnya terasa mual. Huek huek huek.Dia menuju wastafel dan menumpahkan isi perutnya di sana. Namun karena belum makan apapun tidak ada yang keluar dari mulut Maya, selain air yang agak berwarna kuning. "Sepertinya aku masuk angin. Maklum cuaca begitu dingin di luar di bulan Juli ini," kata Maya.Usai mandi dan berganti baju, Maya berencana ke dapur. Seperti biasa, dia ingin menyiapkan sarapan pagi. Sebelum itu dia ingin membuat minuman jahe panas agar tubuhnya sedikit hangat. Baru saja dia memanaskan air dan menuang serbuk jahe instan di gelas, perutnya kembali mual. Dia kembali ingin memun