Share

Bab 5

Maya melangkah gontai keluar dari pintu gerbang perumahan elit tersebut. Namun saat ia melewati pos satpam, ia melihat ada tulisan lowongan pekerjaan yang di tempel di sana.

Dengan takut Maya mendekati tulisan tersebut. "Maaf Pak. Saya mau baca lowongan tersebut. Karena saya lagi butuh pekerjaan," ujar Maya memberanikan diri.

Satpam yang tadi menghardiknya hanya diam. Tapi membiarkan Maya untuk membaca lebih dekat tulisan itu. Namun mata satpam tersebut masih menatap Mata dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Yes!" teriak Maya kegirangan. Dia akan melamar pekerjaan tersebut. 

Sebuah keluarga membutuhkan tenaga kerja perempuan yang mau merawat orang jompo. Seorang perempuan yang sudah berusia 80 tahun.  Syaratnya: perempuan usia 20-50 tahun, bersedia tidur dalam, telaten dan penyabar. Tidak disyaratkan ijazah, KTP dan dokumen lain. Sehingga Mata merasa memenuhi syarat untuk melamar.

Satpam yang mengamatinya dari tadi tampak mulai berubah wajahnya. "Mbak mau cari pekerjaan ini?" tanyanya lebih ramah pada Maya.

"Ya Pak, " jawab Maya tanpa ragu. 

"Sudah banyak yang mencoba melamar, namun mundur pelan pelan," ujar satpam tersebut.

"Hmm memangnya kenapa Pak?" tanya Maya.

"Yang dirawat orangnya cerewet dan banyak maunya," ujar satpam lagi.

"Saya akan mencobanya, Pak," tegas Maya.

"Kalau begitu Mbak pulang dulu, besok pagi datang ke sini saya antar ke rumahnya," ujar satpam menawarkan diri.

"Saya tidak punya rumah Pak. Rumah saya jauh. Belum punya tempat tinggal di kota ini," aku Maya jujur. 

Satpam itu terdiam sejenak. "Hmm kalau begitu Mbak tidur saja di dalam, besok pagi jam tujuh saya antar sekalian saya pulang," kata satpam tersebut.

Maya menuju sebuah ruangan di dalam. Ada kursi kayu panjang yang biasanya digunakan satpam untuk bersantai. Dia merebahkan tubuhnya di situ. "Kalau haus Mbak bisa minum air putih di depan," ujar satpam lagi. 

Namun Maya sudah terbang ke alam mimpinya karena begitu lelah.

Keesokan harinya, Maya terbangun. Kondisinya lebih segar dibandingkan malam kemarin. Ia menuju kamar kecil yang ada di pos satpam tersebut. Ia mandi dan buang hajat paginya. 

Di depan kamar mandi ada cermin dan sisir yang menggantung. "Pak pinjam sisirnya ya," pintanya pada satpam. 

"Ya kamu pakai saja," jawab Satpam.

Setelah mandi dan bersisir Maya ikut duduk di dekat Satpam. Menyaksikan aktivitas pagi perumahan yang mulai hidup. "Siapa ini yang menemanimu?" tanya satpam lain yang baru datang. Jam tujuh akan berganti sift.

"Keponakanku dari desa," ujar satpam tersebut sekenanya.

"Cantik juga keponakanmu," puji satpam yang baru datang seraya melihat ke arah Maya.

"Iya lah. Pamannya juga cakep gini," canda satpam yang berjaga.

"Aku pulang dulu ya, mau antar keponakan cari kerja," pamit satpam semalam yang di dadanya ada tulisan Agus.

"Ya boleh. Eh siapa nama keponakanmu? Belum dikenalkan," tanya satpam dengan nama dada Andi.

"Tanya sendiri," jawab Agus sambil menuju motornya. Maya tertawa dalam hati, bagaimana dia tahu namanya, mereka belum sempat berkenalan.

"Maya, Om," sahut Maya sambil mengikuti Agus yang sudah menyalakan mesin motornya.

"Jangan panggil Om. Aku masih bujang. Belum setua om mu," protes Andi.

Namun Maya hanya tersenyum sambil naik ke motor Agus. 

"Jadi namamu Maya?" tanya Agus 

"Iya Pak," jawab Maya singkat.

Motor yang mereka naiki sampai di sebuah rumah yang sangat mewah. Baru sekali ini Maya menyaksikan langsung rumah sebesar dan semewah itu. Saat di Hongkong ia memang memiliki majikan yang kaya. Tapi tetap tinggal di apartemen. Bukan di perumahan seperti ini.

Dari pintu gerbang menuju rumah utama saja masih perlu berjalan beberapa puluh meter. "Ini rumahnya. Kamu tunggu sini aku akan minta izin masuk," ujar Agus.

Maya mengangguk. Ia sangat bersyukur di sela-sela cobaan yang bertubi-tubi ia masih bertemu orang-orang baik yang mau menolongnya.

"Ayo masuk," panggil Agus di depan gerbang. Maya mengekor di belakang Agus. Sementara di depan keduanya, satpam pemilik rumah menjadi pemandu mereka untuk menemui tuan rumah. 

"Kalau kamu ditanya bilang saja keponakanku ya, biar tidak ruwet," ujar Agus. 

"Ya Pak. Maaf saya sudah merepotkan," ujar Maya sungkan.

"Tidak apa apa, selama kita bisa membantu ya apa salahnya," ucap Agus.

Mereka memasuki ruang tamu yang sangat besar. Ada beberapa set kursi di sana. Maya dan Agus diminta duduk di salah satu set yang berada di ujung. Dekat pintu masuk. 

"Saya kembali ke depan ya Pak. Silahkan ditunggu. Nanti Nyonya Mulia yang akan menemui," ujar satpam tersebut.

"Terima kasih," ujar Agus singkat.

Tidak lama berselang seorang perempuan paro baya datang menemui mereka. "Jadi kamu yang ingin menjadi pengasuh mamaku?" tanyanya to the point.

"Iya Nyonya," jawab Maya pelan.

Perempuan cantik tersebut menelisik Maya dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Kamu asalnya dari mana?" tanya nyonya Mulia.

Maya menyebutkan daerah tempat tinggalnya. 

"Wah jauh sekali," ujar nyonya Mulia kaget.

Maya hanya mengiyakan.

"Jadi kamu sudah siap dengan segala peraturan seperti yang ada di brosur. Termasuk tidur di sini dan menemani mamaku 24 jam?" tanya nyonya Mulia.

"Siap Nyonya. Saya malah seneng bisa tidur dalam sehingga saya tidak perlu kost," jawab Maya.

"Baguslah. Kamu bisa mulai kerja hari ini," ujar nyonya Mulia tersebut.

"Untuk Pak Agus, terima kasih sudah mengantar keponakannya ke sini. Kalau ada perlu dengan keponakannya bisa datang ke sini," ujar nyonya.

"Siap Nyonya Mulia. Nitip Maya. Kalau kerjanya kurang bagus mohon diingatkan," ujar Agus sambil berpamitan.

Selanjutnya nyonya Mulia membawa Maya ke belakang, dekat dengan dapur. "Ini kamarmu ya. Selain kamu ada ART lain di rumah ini yang sekamar denganmu. Tapi sedang masak di dapur," terang nyonya Mulia.

"Ya Nyonya," jawab Maya singkat.

"Bareng bawaanmu bisa kamu taruh di sini. Sekalian kamu ganti baju untuk pengasuh yang ada di lemari situ," tunjuk nyonya Mulia ke sebuah lemari coklat.

"Saya tidak bawa baju Nyonya. Barang-barang saya kecopetan saat turun di terminal," jawab Maya.

"Ya ampun, tragis sekali nasibmu Maya. Kalau begitu segera ganti baju, habis ini saya kenalkan dengan mama saya," ujar nyonya Mulia.

Maya segera masuk kamar. Membuka lemari. Dan benar di sana banyak setelan baju warna biru muda yang bisa ia kenakan sebagai seragam pengasuh.

Setelah berganti baju, Maya kembali menemui nyonya Mulia yang menunggunya di depan pintu. Selanjutnya mereka berjalan ke arah meja makan. Di seberang meja makan inilah kamar nyonya besar yang juga mama nyonya Mulia berada. Kamar ini memiliki view ke arah kolam renang dan taman belakang. Sebuah pemandangan yang menyejukkan.

"Mama, ini aku bawakan pengasuh baru untukmu," ujar nyonya Mulia sambil membuka pintu.

Mama nyonya Mulia atau yang biasa disebut nyonya besar itu menatap Maya beberapa lama. Memindai penampilan pengasuh barunya.

"Aku sudah tidak percaya mereka akan bertahan. Anak sekarang maunya kerja yang gampang gampang tapi bayaran besar," ucap nyonya besar.

Maya beringsut maju mendekati perempuan tua yang masih cerewet tersebut. "Perkenalkan saya Maya Nyonya. Saya akan menjadi pengasuh anda, bila anda berkenan," ucapnya.

Pengalamannya bekerja sebagai TKI ia terapkan di sini. Mengenalkan diri dengan salam perkenalan yang berbeda dibandingkan pengasuh sebelumnya 

Nyonya besar tampak tertegun sesaat. Membiarkan Maya di depannya. "Duduklah," ujarnya kemudian.

"Baik Mama dan Maya, saya keluar dulu ya. Masih banyak pekerjaan yang perlu saya kerjakan," pamit nyonya Mulia.

Maya berdiri dan mengangguk. "Terima kasih Nyonya sudah mengantarkan saya ke sini," ujar Maya dengan sopan 

Nyonya besar masih belum bicara apa-apa. Justru Maya yang bertanya terlebih dahulu. "Nyonya mohon kiranya saya diberi rincian tugas apa yang perlu saya kerjakan setiap hari," ujar Maya.

"Itu biar dijelaskan anakku nanti, sekarang kamu temani saja aku di sini," ujar nyonya besar.

"Baik Nyonya. Bolehkah saya membuka tirai dan jendela kamar ini Nyonya? Biar udaranya lebih segar," tanya Maya.

"Lakukan saja," jawab nyonya besar.

Saat Maya membuka tirai dan jendela, ia mendapati seorang laki-laki muda yang sedang berenang bertelanjang dada. Laki laki dengan tubuh atletis tersebut berdiri di pinggir kolam renang memandang Maya. Dalam waktu yang bersamaan mereka sama-sama saling pandang. 

"Itu kan, itu kan....." ucap Maya dengan gagap.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mama Uwa
penasaran nih
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status