Share

Bab 6

Author: Mama Uwa
last update Last Updated: 2024-03-22 11:00:00

"Itu kan, itu kan....." ucap Maya dengan gagap.

Ia segera berbalik. Tidak sanggup bertatap mata dengan laki-laki yang pernah ditemuinya beberapa waktu lalu. Sebuah pertemuan tidak sengaja yang menyebalkan. 

"Ada apa, Maya? Kamu kelihatan bingung," tanya nyonya besar.

"Oh tidak ada apa-apa, Nyonya. Udara pagi ini terasa segar. Apakan anda tidak berminat untuk jalan-jalan di luar, Nyonya? " tanya Maya. Ia mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Kamu menawariku?"  Nyonya besar balik bertanya. Ia heran, belum pernah ada pengasuh sebelumnya yang menawarinya jalan-jalan.

"Tentu saja," ujar Maya.

"Ayo," ajak nyonya besar dengan wajah berbinar.

Maya segera mempersiapkan kursi roda dan beberapa perlengkapan lain untuk itu. Seperti air minum, tisu dan juga sweater. Ia khawatir nyonya besar akan kedinginan saat di luar nanti. 

"Nyonya sudah siap?" tanya Maya.

"Tentu saja. Bahkan saya sangat senang. Belum ada satupun pengasuhku yang menawariku jalan-jalan seperti ini," ujar nyonya besar.

Maya menjadi ragu. Ia pun bertanya tentang keraguannya  "Apakah hal itu karena Nyonya Mulia melarangnya?" tanyanya pada nyonya besar.

"Tidak. Anakku memberi kebebasan kepada siapapun untuk mengajakku keluar. Tapi memang para pengasuhku lebih suka di rumah saja menungguiku sambil bermain handphone," jelas nyonya besar.

"Hmm. Baiklah kalau begitu. Ada baiknya saya minta izin dulu kepada nyonya Mulia," kata Maya lagi.

"Terserah," jawab nyonya besar singkat.

Seraya mendorong kursi roda. Maya mencari keberadaan nyonya Mulia. Ternyata yang dicari sedang berada di dapur. Mengechek persiapan sarapan pagi.

"Ada apa Maya?" tanya nyonya Mulia.

"Saya mau mengajak nyonya besar untuk jalan-jalan di komplek perumahan ini, Nyonya. Apakah diizinkan?" tanya Maya.

"Boleh, tapi jangan jauh -jauh ya. Dan jangan sampai keluar dari pintu masuk perumahan. Kamu belum mengenal daerah sini," ujar nyonya Mulia.

"Baik, Nyonya," jawab Maya.

"Oiya, satu lagi. Sebelum pukul 08.00 harus sudah kembali. Karena mama saya harus sarapan dan minum obatnya," ujar nyonya Mulia lagi.

Maya menjawabnya dengan sebuah anggukan. Ia segera mendorong kursi roda nyonya besar ke ruang depan. Lagi lagi, saat mendorong kursi roda tersebut ia berpapasan dengan Jonathan. Ia segera menunduk seakan tidak mengenal laki-laki itu.

"Ada apa Jo? Mengapa kamu melihat Maya seperti mau menerkamnya?" tanya nyonya besar.

"Mengapa Oma  mau menerima pengasuh seperti dia?" tanya Jonathan.

"Suka-suka Oma kan. Toh bukan pengasuhmu saja. Kenapa kamu yang sewot?" ucap nyonya besar.

Jonathan masih memandang Maya dengan pandangan tidak suka. Ia merasa hari-hari ke depannya bakal menyebalkan karena adanya gadis itu di rumahnya.

Maya berusaha tidak mempedulikan itu. Baginya ia bekerja. Dan ini satu-satunya pekerjaan yang bisa dia lakukan untuk saat ini. Ia merasa sangat beruntung menemukan pekerjaan ini. 

Di rumah ini dia tidak perlu mencari kost. Tidak membutuhkan baju, karena sudah tersedia seragam untuknya. Dan yang terpenting, dia tidak perlu mencari sepiring nasi untuk makannya sehari-hari. Semuanya sudah ada.

"Bahkan kalaupun aku bekerja di sini tanpa dibayar, aku tidak apa-apa. Toh kebutuhan dasarku sudah terpenuhi semua," batinnya.

"Maya, kita akan ke arah kanan ya. Di sana ada teman kecil di tengah-tengah perumahan ini. Kamu pasti suka," jelas nyonya besar dengan wajah berseri. Seperti anak kecil yang sedang diajak piknik. 

"Baik Nyonya," jawab Maya.

"Kamu bisa selfi-selfi di sana," tambah nyonya besar.

Maya tersenyum kecut. Ia jadi teringat dengan peristiwa tragis yang dialaminya saat turun dari bus di terminal. Semua barangnya raib entah kemana.

"Saya tidak punya handphone, Nyonya," ujar Maya jujur.

Jangankan benda mewah seperti handphone. Bahkan selembar baju dia tidak punya. Kecuali yang dipakainya saat datang.

"Kok aneh remaja seusiamu tidak memiliki handphone," gumam nyonya besar.

"Barang-barang saya kecopetan semua saat mau ke sini, Nyonya. Termasuk handphone saya," aku Maya jujur.

"Jahat sekali pencopet tesebut. Untung saja kamu segera diantar pamanmu kemari," ujar nyonya besar.

Hampir saja Maya protes bahwa dia tidak memiliki paman yang mengantar. Untungnya dia mengingat perkataan satpam Agus, agar mengaku sebagai keponakannya. "Iya, Nyonya," jawab Maya singkat.

"Lihat itu, tamannya sudah kelihatan," ujar nyonya besar seraya menunjuk arah di depannya.

Sebuah taman yang tidak seberapa luas. Di tengahnya ada bola dunia. Di tengah-tengah sebuah kolam berbentuk lingkaran. Di sekitar kolam itu ada air mancur.

Kalau dilihat dari jauh mirip dengan bundaran HI.Namun bedanya, di sekeliling lingkaran itu berupa hamparan rumput hijau. Sungguh sedap dipandang mata.

Maya dan nyonya besar memilih duduk di salah satu  kursi taman di sana. Menghadap bola dunia dengan air mancur. "Kalau malam hari, tempat ini lebih menarik Maya. Karena air mancurnya dilengkapi lampu warna-warni, " jelas nyonya besar.

"Wow pasti indah ya, Nyonya," ujar Maya.

"Suatu ketika nanti kita jalan-jalan malam ke sini, biar kamu tahu. Tapi ada syaratnya," ujar nyonya besar dengan mata berkedip.

"Apa syaratnya, Nyonya?" tanya Maya penasaran.

"Asal anakku tidak tahu," ujar nyonya besar dengan berbisik.

Keduanya lalu tertawa bersama. 

Keduanya lalu bercengkrama dan berbicara tentang banyak hal. Tidak seperti bayangan Maya sebelumnya, ternyata sosok nyonya besar tidak galak. Bahkan Maya menilai nyonya besar itu sosok yang ramah. Buktinya mau bergaul dengan dirinya dari kalangan yang berbeda.

"Berarti selama ini yang bilang nyonya besar galak dan cerewet adalah hoax," batinnya.

Ia merasa saat ini seperti ia bekerja di Hongkong. Setiap akhir pekan Oma yang dirawatnya mengajak jalan-jalan di Victoria Park. Dan itu pekerjaan yang tidak sulit bagi Maya. Bahkan menyenangkan.

Dari jauh interaksi Maya dan Oma ini diamati seorang laki-laki. Dengan wajah angkuhnya ia terus mengumpat tidak jelas. "Siala@n!"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Aditya Ananta
oke mantap
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pengasuh Kesayangan CEO   Bab 120

    Jonathan kecil tampak begitu bahagia. Dia membalas pelukan papanya dengan erat. "Horee, Papa sudah datang." Teriaknya histeris.Berputar putar mengelilingi toko yang mulai sepi karena hendak tutup. Sedangkan Jonathan besar tanpa menunda langsung memeluk kekasih hatinya itu. Segala rindu dia tumpahkan malam itu Sedangkan Maya awalnya sedikit malu malu dan khawatir dengan status Jonathan. Karena terakhir kali dia mendengar informasi dari satpam bahwa Jonathan sedang dalam persiapan menikah dengan gadis Eropa. "Mas, sudah. Tidak enak dilihat anak-anak. Lagian nanti ada yang cemburu lho," ujar Maya seraya mengurai pelukan Jonathan besar."Siapa yang cemburu? Apakah kamu sudah memiliki pacar?" tanya Jonathan sedikit ragu. Kalau suami, dari informasi yang dia dapatkan, Maya tidak sedang menikah dengan siapapun. Namun bisa jadi dia sedang menjalin hubungan dengan laki-laki lain untuk me jadi ayah tiri buat Jonathan yunior. Hal ini yang tidak dia pikirkan selama ini. Jonathan hanya berpik

  • Pengasuh Kesayangan CEO   Bab 119

    "Tolong dikirimi list foto-fotonya ya," jawab Jonathan.Tidak beberapa lama kemudian belasan foto contoh buket bunga dikirim ke nomor Jonathan. Jonathan sendiri bingung mana yang harus dia pilih. Karena menurutnya semua bagus."Apakah semua bunga ini dirangkai sendiri oleh pemilik toko?" tanya Jonathan."Dulu begitu، namun sejak ada pegawai ibu sudah jarang ikut merangkai sendiri. Hanya bantu kalau toko ramai saja," jawab nomor tersebut."Boleh tahu nama pemilik tokonya siapa ya?" tanya Jonathan."Ibu Maya."Deg. Namun Jonathan sendiri tidak tahu nama panjang kekasihnya itu, jadi percuma juga dia menanyakan nama panjang Maya. Malah membuat penyidikannya diketahui saja."Oh ya ya, pernah sekali saya ke toko antar mama pesan bunga. Itu Bu Maya yang sudah memiliki anak laki-laki kecil itu ya?" tanya Jonathan."Anda benar sekali," jawab admin toko."Lucu dan ganteng. Sampai saya pingin mencubit pipinya," kata Jonathan."Banyak customer toko kami yang bilang begitu. Semua gemes gemes sama

  • Pengasuh Kesayangan CEO   Bab 118

    Lima tahun kemudian...."Mama, mama belikan es krim itu dong," teriak seorang anak kecil berusia sekitar empat tahun di taman balau kota. "Di rumah kan sudah banyak es krim, mengapa harus beli lagi?" tanya seorang perempuan berusia sekitar 27 tahun yang merupakan ibu dari anak itu Tidak jauh dari ibu dan anak tersebut, seorang laki-laki mengamati dengan takjub. Disampingnya ada perempuan paro baya, yang merupakan ibu dari laki-laki dewasa itu."Mama kok merasa wajah anak kecil itu sangat familier ya. Tapi siapa?" tanya perempuan paro baya yang rambutnya hampir separuhnya beruban.Laki-laki dewasa disampingnya menoleh. Memandang ke arah yang ditunjuk sang mama. Deg.Dia sangat hapal dengan wajah perempuan yang menjadi mama dari bocil imut itu. "Bukankah, bukanlah itu...""Siapa Jo? Kamu mengenalnya?" tanya sang mama."Oh maaf bukan Ma, justru Jo melihat anak kecil itu mirip dengan fotoku saat kecil," ujar laki-laki dewasa yang ternyata adalah Jonathan."Hmm masak sih. Iya juga ya.

  • Pengasuh Kesayangan CEO   Bab 117

    Sementara itu di Jerman, Jonathan uring-uringan. Dia mulai merasakan bahwa papanya sengaja mengirimnya ke Jerman untuk dijodohkan dengan Caroline. Bahkan Caroline sendiri tampak aktif untuk mendekati Jonathan."Ma, maksud papa ini apa sengaja menjebak saya untuk dijodohkan dengan Caroline. Jo tidak mau Ma. Jo sudah punya pacar," kata Jonathan saat menelepon mamanya. "Jo, dengarkan dulu. Tidak ada ceritanya orang tua yang ingin menjebak anaknya. Semua orang tua itu ingin memulihkan yang terbaik untuk anaknya. Termasuk untukmu. Apalagi kamu anak tunggal," jawab mamanya di tanah air."Ingat Ma, kalau untuk urusan kerja,oke. Tapi kalau untuk perjodohan,no way" tegas Jonathan sambil menutup panggilan telepon.Nyonya Mulia sedang sarapan pagi dengan suaminya saat Jonathan telepon. "Ada apa dengan Jonathan, Ma?" tanya Tuan Mulia."Biasa curhat," jawab Nyonya Mulia. Dia tidak ingin Jonathan akan terlalu dipaksa dalam perjodohan yang memang sudah mereka rencanakan ini.Memang Nyonya Mulia jug

  • Pengasuh Kesayangan CEO   Bab 116

    Maya menyeret kopernya keluar unitnya. Dia membuka pintu dan mengunci dari luar. Sesaat dia memandang dari luar, menitikkan air mata. Tempat yang membuat dirinya sempat melambung, namun kini terhempas ke dasar lembah yang paling dalam."Selamat tinggal," bisiknya lirih.Surat pengunduran diri dan surat untuk Adel sudah dia letakkan di atas meja makan. Agar Adel dengan mudah menemukan. Setelah mengunci apartemennya, dia menuju lift dan turun ke loby. Dia menuju ke resepsionis untuk menitipkan kartu masuk unitnya di sana. Sebab, apartemen tersebut adalah fasilitas perusahaannya. Sehingga pastinya cepat atau lambat akan diminta kembali perusahaan, seiring dengan kepergian dirinya. Dengan pengunduran dirinya."Mbak nitip kartu akses ya. Mungkin nanti akan ada temanku yang mengambilnya," kata Maya.Setelah itu dia memesan taksi online yang akan membawanya ke stasiun terdekat. Maya sudah memiliki kota tujuan yang ingin dia datangi. Yakni Kota Baru Malang. Di sana merupakan kota wisata. Ud

  • Pengasuh Kesayangan CEO   Bab 115

    Mobil taksi online segera meninggalkan rumah tersebut. Maya memandang sekilas rumah yang dulu pernah dia tinggali sebulan. Berharap bisa melihat Jonathan di sana. "Sekuriti tersebut tidak berbohong, pasti saat ini Jonathan sedang berbahagia menyambut hari pernikahannya bersama gadis bule," batin Maya. Dadanya terasa sesak mengingat itu. Sampai taksi yang dia tumpangi sampai di bundaran air mancur di tengah tengah perumahan itu. Posisi taman air mancur tersebut memang di tengah tengah perumahan, sehingga siapapun yang masuk ke perumahanku itu akan melewatinya. Demikian juga saat keluar nanti."Pak, boleh berhenti beberapa menit di sini,"ujar Maya masih dengan suara habis menangis.Tanpa menjawab sopir taksi tersebut menepi dan mobil benar-benar berhenti. Maya tidak keluar, tapi hanya memandang air mancur tersebut dari mobil. Kaca jendelanya dia buka. Sehingga dia bisa menghirup udara segar dibawah rerimbunan pohon yang tumbuh sepanjang jalan. Pohon trembesi. Yang terkenal mampu mengi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status