Di rumah sakit. Ellen terbangun di tengah malam dan kembali menangis saat melihat tangannya dipasang infus dan tidak ada di kamarnya.“Kakak Emma.” Ellen spontan memanggil nama sang pengasuh, suara tangisnya yang keras membangunkan Imelda yang tertidur di kursi samping ranjang.Imelda langsung berdiri lalu duduk di tepian ranjang Ellen.“Ellen, ini nenek buyut.” Imelda mengusap lembut kening Ellen.Begitu Ellen menoleh pada Imelda, dia langsung bertanya, “Di mana Kakak Emma?”Imelda terkejut. Bukan Ethan yang ditanyakan Ellen, tapi malah pengasuh Ellen.“Ellen mau Kakak Emma.”Imelda tersenyum, tangannya masih mengusap lembut kening Ellen.“Kakak Emma sedang dijemput Papa, jadi Ellen jangan menangis,” kata Imelda.Mendengar penjelasan dari sang nenek buyut, Ellen langsung berhenti menangis meskipun masih sesenggukan.“Nenek Buyut tidak bohong?” tanya Ellen.“Untuk apa nenek bohong?”Ellen tersenyum melihat keseriusan di mata sang nenek buyut, tapi detik berikutnya ekspresi wajahnya m
“Tu-Tuan ….” Suara Emma tersekat di tenggorokan. Tatapannya tak percaya pada Ethan yang berdiri di depannya dengan pandangan begitu serius saat melontarkan kata ‘istri’ padanya. “Anda jangan bercanda, Tuan.”“Apa aku terlihat bercanda?”Emma meneguk ludah kasar, tubuhnya mendadak gemetar. Kenapa Ethan ingin menjadikannya istri?“Kenapa?” Hanya kata itu yang lolos dari bibirnya.Tangan Ethan terulur ke kepala Emma, lalu mengusap lembut rambut Emma dengan tatapan tak teralihkan dari wajah wanita itu.Lidah Emma kelu, tatapannya tak mampu beralih dari sorot mata lembut Ethan.“Karena aku membutuhkanmu, Ellen membutuhkanmu. Bukan sebagai pengasuh, tapi sebagai satu-satunya wanita yang akan kami cintai.”Jantung Emma berdegup sangat cepat, bahkan keduanya tiba-tiba lemas, membuat tubuhnya limbung dan hampir terjatuh jika Ethan tak segera menangkap lengannya.“Tu-an.” Emma tak percaya. Ini seperti mimpi dan ucapan Ethan terdengar seperti sebuah nada candaan untuk menenangkannya.Tapi Ethan
“Tadi Bibi yang mengusir kami, kenapa sekarang Bibi mencegahku untuk pergi?” Ivan menatap tak senang pada sang bibi. “Tadi Bibi juga menuduh Kakak Emma yang tidak-tidak, padahal selama ini Kakak Emma terus berusaha memberi apa yang Bibi mau!”Bola mata bibi membulat sempurna. “Diam kamu, anak kecil tahu apa?”Bibi mau mendorong kursi roda Ivan, tapi Samuel sudah lebih dulu mencegahnya.Samuel berdiri di depan kursi roda, tubuhnya sedikit membungkuk dengan kedua tangan memegangi tepian kursi. Tatapan Samuel tertuju sejenak pada Ivan, lalu dia mengalihkan pandangan pada bibi Emma.“Dia akan ikut dengan kami. Emma lebih berhak atas adiknya daripada Anda, jika Anda ingin membuat masalah, maka Anda harus bersiap-siap melawan kuasa hukum Pak Ethan Walter.”Mendengar nama pengacara membuat kedua tangan bibi terlepas dari pegangan kursi roda. Dia sedikit mundur, ekspresi wajahnya tampak begitu panik.“Jika Anda ingin hidup tenang, lebih baik Anda jangan lagi ikut campur dengan urusan Emma.” S
Emma ada di dalam rumah. Dia mengemas pakaian Ivan, membawa apa yang perlu dibutuhkan sang adik. Begitu selesai, Emma menenteng tas berukuran sedang itu keluar dari rumah.Emma meletakkan tas di atas pangkuan Ivan, lalu senyum lembut terpasang di wajah.“Mulai sekarang, kita akan mulai hidup baru berdua,” kata Emma menenangkan.Ivan mengangguk.Emma melangkah ke belakang kursi roda Ivan, lalu memegang kedua pegangan kursi roda.Tatapan Emma sejenak tertuju pada kerumunan orang yang sedang menyaksikan helikopter. Emma tak peduli pada siapa yang datang membuat heboh, yang terpenting sekarang baginya pergi dari kampung itu, meninggalkan tanah kelahiran dan keluarganya yang selama ini hanya menganggap dia dan Ivan beban.Emma segera mendorong kursi roda Ivan. Walau langit semakin gelap, tapi itu tak menghentikan tekad Emma.Saat Emma melangkah menjauh dari rumah, tiba-tiba suara memanggil namanya menggema di telinga.“Tuan Ethan.” Emma mendengar jelas suara majikannya itu. Tapi, mana mun
“Ini rumah kami, kenapa Bibi mengusir Kak Emma?” Ivan sudah di belakang sang bibi, memandang pada bibinya yang sedang berhadapan dengan Emma.Sang bibi menoleh dan menatap tajam pada Ivan.“Karena kakakmu sudah membuat malu!” hardik sang bibi, “kalau kamu tidak setuju dengan keputusanku, ikut saja dengannya. Aku juga sudah capek ngurus anak cacat sepertimu.”“Bibi!” Emma berteriak keras mendengar kata menyakitkan untuk Ivan yang keluar dari bibir wanita yang sudah Emma anggap sebagai ibunya sendiri.“Apa?!” Suara sang bibi begitu lantang, kedua tangannya berkacak pinggang.Mata Emma menyorot tajam, dadanya naik turun tak beraturan menahan emosi yang tak tertahan lagi.Saat Emma hendak bicara, terdengar suara gemuruh dari langit yang membuat Emma memandang ke atas.Tak hanya Emma, sang bibi dan Ivan juga ikut mencari-cari suara gemuruh yang semakin dekat, bahkan sekarang embusan angin tiba-tiba menggila begitu kencang.“Apa ini?” Sang bibi keluar dari teras, lalu memandang langit.Seke
“Bicara apa kamu?” Bibi Emma membulatkan bola mata lebar menatap pada tetangganya ini.“Hei, kamu sendiri bilang kalau Ivan baru saja ditransfer uang banyak dari Emma untuk biaya perawatan ladang dan juga membayar utang-utangmu. Lalu, aku juga dengar dari teman pacarnya Emma, katanya Emma di kota jadi simpanan dan putus hubungan sama pacarnya. Memangnya kamu tidak curiga, kenapa Emma bisa kasih uang banyak pada Ivan, padahal kerja di kota waktu itu juga belum genap sebulan.”Bibi Emma ingin membalas, tapi kata-katanya tersangkut di lidah. Dia diam, apa yang dikatakan tetangganya ada benarnya. Dari mana Emma bisa mengirimkan uang sebanyak itu.“Kalau sampai berita ini menyebar, kamu sebagai bibinya pasti terkena imbasnya,” kata wanita paruh baya memprovokasi. “Kamu tahu sendiri, kampung kita ini terkenal sebagai kampung yang ramah dan nama baik kampung begitu terjaga. Kalau sampai satu kampung tahu Emma jadi simpanan orang kaya, pasti bakal heboh. Dan kamu, kamu sekeluarga akan diusir