Selina melayangkan tatapan penuh tanda tanya ke Ethan. Namun, dia menangkap raut wajah kesedihan dari pria itu saat Rosalin menghinanya. Selina pun memiliki ide brilian untuk membantu Ethan. "Tas anda dari Betharia Collection juga ternyata," tutur Selina sembari memandangi tas yang dipakai oleh Rosalin."Kenapa memangnya? Kamu iri karena kekasihmu tidak mampu membelikan tas semahal ini?" tanya Rosalin sembari memandang remeh ke arah Ethan.Barang-barang dari Betharia Collection memang terbilang sangat mahal dan fantastis. Brand terkenal dengan kemewahannya dan juga kwalitas yang mumpuni."Tidak lihat tas yang aku pakai? Ini adalah tas keluaran terbaru dari Betharia Collection dan limited edition. Jika anda tidak percaya, silahkan cek saja," balas Selina dengan bangganya.Rosalin tampak memandangi tas yang Selina pakai. Seketika dia tercengang saat melihatnya lebih jelas. Rosalin waktu itu sudah mengincar tas tersebut, karena harganya sangatlah mahal, suaminya tidak mau membelikannya.
Selina terdiam sesaat, sebelum akhirnya dia menjawab pertanyaan dari Ethan. "Memang benar jika saya dari keluarga berada. Tapi maksud saya mengikuti sayembara ya karena untuk menikah dengan Bapak. Lantas untuk apa lagi? Kan Pak Ethan membuka sayembara itu untuk mencari calon istri bukan? Apakah ada yang salah?" Selina mengajukan pertanyaan balik.Ethan tersenyum sinis, sudah tertebak. Lantas, untuk apa tadi dia bertanya?"Kamu itu hanya terobsesi dengan saya, bukan cinta," balas Ethan sembari menatap wajah Selina. "Lagian, kamu bukan tipe saya. Terlebih, kamu masih bocah ingusan yang duduk di bangku perkuliahan," lanjut Ethan meremehkannya."Yang terpenting, Bapak sudah mengakui jika saya cantik," balas Selina dengan bangganya."Kapan? Tidak pernah!" Ethan mengelak."Tadi waktu di pesta, Pak Ethan angkat tangan pas host tanya siapa yang cantik. Udahlah, gak usah gengsi, bilang aja saya memang cantik." Selina menarik turunkan alisnya, menggoda Ethan. "Itu karena saya hanya membantu
Seperti pagi biasanya, Selina akan disibukkan dengan mengurus Lily dan Lukas yang sangat nakal itu. "Kalian beneran gak mau sekolah?" tanya Selina kepada dua anak kecil itu."Gak mau malas, Kak," balas Lukas sembari menonton kartun di televisi. Sebenarnya tidak masalah bagi Selina bolos sekolah, karena dia sudah sering melakukannya. Tapi permasalahannya, Ethan akan mengamuk ketika kedua anaknya tidak berangkat sekolah. "Kalau Daddy marah gimana?" Selina masih mencoba dengan cara baik-baik."Tenang, kita yang hadapi nanti," balas Lukas santainya.Dengan begini, Selina bingung. Apakah dia harus memberitahukan Ethan atau tidak. "Lily juga gak mau berangkat sekolah? Nanti kalau teman-teman Lily nyariin kamu gimana? Emang gak bosan di rumah terus? Di sekolah banyak temennya, kan?" Selina mencoba merayu Lily.Semakin lama dia paham, Lily tidak sekeras kepala Lukas. "Kalau Lukas gak berangkat, aku juga gak mau berangkat sekolah, Kak," putus Lily.Selina sedang malas marah-marah, terlebi
Selina mengembalikan badannya, lantas berjalan perlahan ke arah Ethan kembali. Melayangkan tatapan permusuhan ke arah pria itu. “Minta maaf untuk?” tanya Selina sembari memicingkan matanya. “Sikap saya yang sangat keterlaluan semalam,” jawab Ethan dengan wajah datarnya, dia hanya mengikuti nalurinya saja. Selina tersenyum kecut saat mendengarnya, dia muak melihat wajah Ethan kali ini. “Jadi Pak Ethan sudah mengaku jika semalam salah? Kenapa baru minta maaf sekarang?” tanya Selina sembari melayangkan tatapan permusuhan. Ethan hanya mampu terdiam, bibirnya terasa kelu untuk berbicara barang sepatah katapun. Dia hanya mampu menatap wajah Selina yang penuh dengan kekecewaan dan kemarahan. “Ada baiknya Pak Ethan intropeksi diri. Terlebih saya juga muak melihat pria yang main tangan, apalagi dengan anak kecil,” lanjut Selina sembari membuang muka. Ethan meneguk salivanya susah payah. Ucapan Selina barusan sangat menusuk untuknya. “Saya tadi khilaf, lagian kamu juga dulu pernah menjew
Ethan dilanda kebingungan yang luar biasa, antara memilih Selina atau Rosalin. Dia masih menepikan mobilnya di pinggir jalan. "Persetan dengannya!" umpat Ethan sembari melajukan kembali mobilnya dengan kecepatan tinggi.Ethan tak perduli banyak kendaraan lain yang mengklakson dirinya karena mengendarai mobilnya seperti ugal-ugalan. Yang terpenting dia cepat sampai ke tempat tujuan."Oh! Shit!! Kenapa harus macet segala!" gerutu Ethan kesal, sembari memukul stir mobilnya.Dia kini memang sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Mengabaikan Rosalin yang kini kembali menelpon dirinya. Yang berada di dalam pikiran Ethan sekarang hanyalah Selina."Kenapa anak itu bisa jatuh dari tangga? Memangnya apa yang tadi dia lakukan di rumah?" Gumam Ethan, dia kembali melajukan mobilnya di tengah-tengah kemacetan.Pantas saja sedari tadi perasaanya tidak enak dan selalu kepikiran Selina. Ternyata kali ini dia mendapatkan sebuah kabar buruk darinya. Ethan sudah tidak memikirkan soal Rosalin. Bahkan d
"Apa yang kamu rasakan?" tanya Ethan dengan paniknya."Kepala saya sakit banget," rengek Selina dengan lelehan air matanya.Ethan melirik ke arah jam dinding yang tertara, sudah menunjukkan pukul 3 pagi. "Tunggu sebentar, ya, saya panggilkan perawat dulu," pinta Ethan sangat lembut.Dengan cepat, Ethan segera menggunakan fasilitas nurse call untuk memanggil perawat jaga. Lantas berbicara dengan perawat itu. Sekarang tinggal menunggu perawat datang saja. "Jangan nangis lagi," pinta Ethan dengan nada lembut, tidak seperti biasanya dia ketus saat berbicara dengan Selina. Selina tetap tidak menuruti permintaan Ethan, karena dia memang merasa kepalanya sangat sakit. Membuatnya tidak bisa menahan dan hanya bisa menumpahkan air matanya."Kamu gak malu nangis di depan saya, hm?" tanya Ethan sembari menggerakan tangannya untuk mengusap air mata Selina yang berjatuhan.Tidak ada yang memintanya melakukannya, karena Ethan hanya menuruti nalurinya sendiri. Dia tidak suka melihat Selina menangi
Ethan menatap ke arah Selina heran, karena pemikiran wanita itu sudah terlalu jauh."Sepertinya efek kepala kamu terbentur sangat hebat. Kamu semakin aneh saja," balas Ethan sembari memicingkan matanya."Pokoknya kita sekarang sudah menjadi sepasang kekasih," putus Selina final."Saya tidak akan menganggap kamu kekasih. Itu hanya keputusan dari sebelah pihak saja." Ethan mengelak.Selina melipat kedua tangannya di depan dada angkuh. "Terserah, yang penting sekarang Pak Ethan pacar saya." Selina tetap kukuh dengan pendirinya."Saya bukan pacar kamu, dan tidak akan pernah menjadi pacar kamu. Camkan itu!" tegas Ethan. "Bodo amat, pokoknya Bapak pacar saya sekarang. Titik gak pakai koma." Selina menekan semua kalimatnya.Ethan mendesah kesal, pusing melihat tingkah Selina."Saya tidak menganggap kita pacaran!" putus Ethan final."Oh, tidak bisa begitu, tadi Pak Ethan diam saja pas saya tanya. Udahlah, Pak, gak usah malu-malu buat ngaku kalau sebenarnya Bapak mau jadi pacar saya." Selina
"Pak Ethan mau jenguk Selina juga?" tanya Reno sembari menatap heran pria itu.Ethan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Jujur saja dia amat kebingungan saat ini. Pasalnya, dia sudah tertangkap basah oleh para mahasiswanya ini. "Emm, saya kayaknya salah kamar. Sebetulnya saya hendak menjenguk teman saya yang di rawat di rumah sakit ini juga. Saya tidak tahu jika ini kamar rawat milik Selina," jawab Ethan berbohong.Wajahnya tampak sangat cemas, dia berharap para mahasiswanya ini bisa percaya dengan alasan yang dirinya buat."Owalah, kirain Pak Ethan mau jenguk Selina juga. Kok tumben banget, padahal kalian kan kayak kucing sama tikus kalau di kampus. Alias gak pernah akur," seru Bella dengan jujurnya.Semua pun melayang tatapan tajam ke arah wanita itu. Karena mereka takut Ethan akan marah saat mendengar ucapan ceplas-ceplos dari Bella. "Hm, kalau begitu saya permisi dulu." Ethan hendak keluar dari ruangan ini, sebelum suara seseorang mengintrupsinya untuk berhenti."Pak Ethan ga