Share

BAB 6: Hasil Pemeriksaan Veronica

“Nyonya, dokter datang untuk mengecek kondisi Nyonya.”

Veronica yang tengah melamun tersentak pelan kala pintu kamarnya diketuk dan dibuka seperkian detik kemudian, menampilkan kepala pelayan datang bersama seorang wanita memakai jas putih.

“Selamat pagi Nyonya Stark,” sapa dokter tersebut ramah, menghampiri Veronica dan meletakkan tasnya di atas ranjang. “Bagaimana perasaan Anda hari ini?”

Veronica menyunggingkan senyum ramah. “Pagi. Hari ini saya sudah merasa sangat segar, tapi sejak pagi tadi saya merasa perut saya kurang enak,” ucap Veronica menceritakan jujur keadaannya.

Sudah seminggu lewat sejak kejadian di mana dirinya hampir mati karena ulah Victor, hal itu membuatnya bahkan tak bisa bangkit dari ranjang hingga tiga hari. Hingga hari ini pun Veronica masih merasa sakit di beberapa bagian tubuhnya, dan lebam-lebam yang membekas membuatnya tak dapat keluar dari rumah.

Seminggu ini Veronica merasa layaknya burung di dalam sangkar emas, semua kebutuhannya terpenuhi tetapi pergerakan Veronica sangat dibatasi. Bahkan saat ingin berjalan-jalan di halaman rumahnya sendiri pun dia harus was-was.

“Silakan berbaring dulu, saya akan memulai pemeriksaan hari ini,” pinta dokter tersebut, membuka tasnya dan mengeluarkan stetoskop dari dalam.

Veronica mengangguk patuh, mengubah posisinya menjadi berbaring. Entah mengapa ada perasaan gugup yang tiba-tiba saja menderanya, membuat Veronica bergerak tak tenang.

Hal itu dapat ditangkap oleh dokter yang memeriksanya, membuatnya tersenyum dan berkata, “Tolong lebih rileks lagi, Nyonya. Pemeriksaan saya mungkin akan tidak akurat jika Anda tidak tenang.”

Mendengarnya ditegur membuat Veronica meringis dan mengangguk pelan, ia menarik napas beberapa kali dan mencoba menenangkan dirinya. Dokter pun kembali memulai serangkaian pemeriksaannya pada Veronica, mulai dari mengecek tensi, dan memberikan suntikan vitamin padanya.

Sepanjang memeriksa wanita itu tampak tersenyum aneh, membuat Veronica yang melihatnya merasa ganjil. Usai menyelesaikan pemeriksaannya, dokter tersebut langsung membereskan kembali peralatannya.

“Bagaimana hasilnya? Apa mungkin aku terkena magh sehingga tiba-tiba merasa tidak nyaman pada perutku? Atau mungkin ... terdapat penyakit serius?” tanya Veronica gusar.

Sebelum-sebelumnya Veronica tak pernah merasakan hal ini, tetapi pagi tadi dia tiba-tiba saja terbangun dan memuntahkan seluruh isi perutnya. Veronica juga merasa tak nyaman pada perutnya, membuat Veronica heran.

Apa mungkin ini adalah efek jangka panjang dari salah satu ulah Victor saat memukulnya?

Bisa saja saat Victor memukulnya dulu, pukulan itu tak sengaja melukai salah satu bagian atau organ di dalam perutnya, tetapi rasa sakit itu baru terdeteksi sekarang.

Membayangkan semua ketakutan-ketakutan itu membuat Veronica meringis kecil, menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menghalau pikiran negatif itu.

Namun, bukannya menjawab dokter tersebut malah tersenyum semakin lebar dan merogoh tasnya. Ia menyodorkan sebuah alat tes kehamilan pada Veronica, membuat Veronica mengernyitkan kening bingung.

“Hari ini Nyonya bisa mengecek dengan menggunakan alat itu dulu, kemudian agar semakin yakin dengan hasilnya Nyonya bisa membuat janji dengan dokter spesialis kandungan setelahnya,” pesan dokter tersebut.

Veronica terdiam.

Matanya kemudian membulat terkejut menyadari maksud dari ucapan dokter tersebut, dia tak kuasa menahan diri untuk tak tersenyum senang.

“Apakah itu benar? Apakah Anda benar-benar berkata bahwa ... saya hamil?” tanya Veronica girang, penuh antusias.

“Saya tidak ingin memberikan harapan pada Nyonya, tetapi kemungkinan besarnya dari pemeriksaan saya tadi seperti itu. Anda bisa memastikannya dengan menggunakan alat tes kehamilan itu dan membuat janji dengan dokter kandungan seperti kata saya tadi,” ulang dokter tersebut ikut tersenyum.

Sebagai dokter pribadi keluarga Hayden dan telah menangani Veronica sejak berstatus sebagai nyonya di rumah keluarga Hayden, dia sangat mengetahui bagaimana perjuangan Veronica yang sangat menanti kehadiran keturunan selama ini.

Selama ini pun dia juga lah yang memberikan berbagai saran dokter spesialis kandungan dan program kehamilan yang dapat dijalankan oleh Veronica, tetapi selama ini pun juga tak pernah membuahkan hasil.

Saking bahagianya, Veronica bangkit dari ranjang dan langsung memeluk tubuh dokter tersebut dengan erat. “Terima kasih, terima kasih,” ulang Veronica lirih. “Terima kasih telah menyampaikan berita baik ini pada saya.”

“Saya hanya melakukan tugas saya, Nyonya. Saya juga ikut senang jika berita ini benar-benar sesuai dengan prediksi saya.” Wanita itu bangkit menenteng tasnya. “Saya permisi dulu Nyonya. Tugas saya telah selesai.”

Veronica mengangguk dengan senyum yang tak kunjung pudar. Matanya memandang punggung wanita itu dengan nanar, saat dokter tersebut hendak keluar dari kamarnya, dia kembali memanggilnya membuat wanita itu berhenti dan kembali menoleh.

“Saya berharap dokter tidak memberitahu hal ini dulu pada suami saya,” mohon Veronica, dia sangat tahu jika segala hasil pemeriksaannya pasti akan langsung dilaporkan pada Victor.

Wanita itu tampak terdiam ragu, membuat Veronica mengulum bibirnya dan berdehem pelan.

“Seperti yang dokter katakan tadi, kehamilan ini belum pasti. Jadi saya tidak ingin memberikan harapan palsu pada suami saya, saya ingin memastikan hal ini dulu,” ucap Veronica beralasan.

Mendengar alasan Veronica yang cukup masuk akal membuat dokter itu mengangguk mengerti dan mengiyakan permintaan Veronica. Dia berjanji tak akan memberitahu Victor kabar ini dan hanya akan melaporkan hal-hal seperti biasa saja mengenai kesehatan Veronica.

Sepeninggalan dokter dan kepala pelayan, Veronica sontak turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi membawa alat tes kehamilan yang diberikan padanya barusan. Jantungnya berdegup sangat kencang, bahkan saking kencangnya Veronica merasa jantungnya akan meledak.

Ia langsung membuka alat tersebut dan menggunakannya, sudah terlalu terbiasa dengan alat tersebut hingga tak lagi harus membaca cara pemakaiannya. Veronica menunggu dengan perasaan berharap-harap cemas.

“Tolong, sekali ini saja. Aku harap hasilnya akan berbeda dari yang sebelumnya,” doa Veronica sembari memejamkan mata.

Veronica membuka matanya perlahan-lahan setelah merasa telah cukup menunggu hasilnya beberapa menit, matanya seketika membulat sempurna kala melihat hasil yang ditunjukkan oleh alat tersebut.

Ia membekap mulutnya, menahan diri untuk tak memekik saking girangnya. Tanpa sadar setetes air mata mengalir di pipi Veronica. Ia bergegas keluar dari kamar mandi dan berniat mengabari Victor mengenai hal ini.

Namun, saat keluar Veronica malah bertemu dengan Edward yang berdiri dengan wajah ragu. “Edward? Kebetulan sekali kamu berada di sini!” ucap Veronica girang.

“Ada yang ingin aku/saya bicarakan.”

Keduanya saling menatap diam. Mereka sama-sama ingin mengatakan sesuatu, hal itu membuat Veronica terkekeh geli. Sebuah kebetulan yang sangat aneh, mereka bahkan bisa mengatakan satu kalimat yang sama dalam satu waktu bersamaan pula.

“Anda duluan saja Nyonya,” ucap Edward mempersilakan. Wajahnya tampak tak terlalu bersahabat, tak sesegar biasanya ketika bertemu dengan Veronica.

“Tidak. Kamu duluan,” pinta Veronica masih mempertahankan senyumnya.

Edward menggeleng. “Anda duluan Nyonya. Dari ekspresi wajah Nyonya saya bisa menebak bahwa berita yang ingin Nyonya sampaikan pasti hal yang lebih penting,” ucap Edward.

“Aku hamil.”

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status