Share

BAB 7: Reaksi Edward dan Victor

“T-tunggu ... apa maksud Nyonya?”

Mendengar berita yang disampaikan oleh Veronica dengan wajah semringah membuat tubuh Edward mematung, ia tak tahu harus berekspresi bagaimana dalam menanggapi berita kali ini.

“Aku akhirnya hamil, Ed!” pekik Veronica kegirangan. “Hal yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang! Semua ini pasti karena hasil dari malam panas itu.”

Wajah Veronica merona malu-malu mengatakan hal tersebut, mengingat betapa panasnya kegiatan yang mereka lewati sepanjang malam. Ia bahkan tak menyangkal untuk mengatakan bahwa Edward benar-benar mampu memuaskannya.

Lebih dari Victor selama ini.

“Ed? Apa kamu tidak senang mendengar berita ini?” tanya Veronica, menatap bingung pada Edward yang hanya diam tanpa reaksi. Pria itu termenung, wajahnya tampak sedang berpikir berat.

Edward tersentak. Dia jelas lebih dari sekadar senang, dia sangat bahagia mendengar berita tersebut.

Edward bingung ingin mengekspresikan perasaan bahagianya dengan cara apa. Jika saja berita ini datang dari kekasih atau pasangannya, jelas dia akan lebih bahagia, dia juga akan langsung memeluk wanita itu.

Namun, berita ini malah datang dari majikannya. Walaupun dia sangat tertarik pada Veronica selama ini, jelas dia tak akan bisa memeluk atau melakukan hal lain yang mengekspresikan kebahagiaannya.

Pun jika Veronica mengandung anaknya, apa yang bisa dia lakukan? Dia bahkan tak memiliki hak apapun untuk mengakui anak itu sebagai bagian dari darah dagingnya.

“Edward?” panggil Veronica lagi.

“Ah, iya. Selamat atas kehamilan yang telah Anda tunggu-tunggu Nyonya, saya sangat senang mendengar berita ini,” ucap Edward sembari tersenyum.

Pada akhirnya hanya kalimat itulah yang dapat ia keluarkan sebagai respon atas berita bahagia ini.

“Ada apa? Apa kamu memiliki masalah?” Veronica menangkap adanya gelagat aneh dari reaksi Edward. Padahal biasanya pria itu akan sangat antusias mendengar segala hal yang berkaitan dengannya.

Edward menggeleng, tetap menyunggingkan senyumannya. “Tidak, Nyonya. Saya tidak apa-apa.”

“Oh iya, tadi kamu ingin mengatakan sesuatu kan? Katakanlah sekarang,” ucap Veronica mengingat tujuan Edward datang menemuinya tiba-tiba.

“Mengenai hal itu ... saya akan membicarakannya lagi nanti, Nyonya,” ucap Edward ragu. “Lebih baik sekarang Nyonya beristirahat saja, yang saya dengar kehamilan yang muda masih rentan. Nyonya bisa memanggil saja jika membutuhkan sesuatu.”

Veronica mengangguk. “Baiklah, terima kasih, Ed.”

Tanpa mengatakan apapun lagi, Edward berbalik dan hendak keluar dari kamar Veronica.

“Ed!” panggil Veronica, menghentikan langkah pria itu dan membuatnya berbalik.

“Ya Nyonya?”

“Mengenai bayaran yang kukatakan di kontrak it—“

“Kita akan membahasnya nanti saja, Nyonya. Ini masih terlalu awal, beristirahat lah,” ucap Edward, ia kembali melanjutkan langkahnya dan meninggalkan Veronica seorang diri di kamar, menatap bingung punggung lebar pria itu.

“Ada apa padanya?” gumam Veronica bertanya-tanya.

Setelah menutup kembali pintu kamar Veronica, Edward kini menyandarkan punggungnya di pintu dan mengusap wajahnya kasar, ia napas panjang.

“Nyonya hamil?” gumam Edward. Ia kemudian tertawa kecil, tawa yang terdengar hambar dan sedikit menyeramkan.

Edward tak menyangka semuanya akan serumit ini. Padahal sejak awal ia menerima tawaran Veronica hanya untuk menyenangkan wanita itu dan tentu saja memuaskan imajinasinya atas tubuh Veronica selama ini. Ia tak menyangka jika pada akhirnya Veronica benar-benar hamil setelah disetubuhi olehnya.

Bagaimana bisa? Empat tahun wanita itu berusaha berbagai cara bersama Victor, tetapi tak kunjung membuahkan hasil. Sementara saat bersamanya? Mereka hanya menghabiskan satu malam saja!

Ia mendengus, berjalan menjauh dari kamar Veronica dan mencari tempat sepi. “Tentu saja, bukankah ini karena benihku yang sangat bagus?i,” gumam Edward, menjawab pertanyaannya sendiri, diikuti kekehan kecil.

Begitu memasuki kamarnya, Edward langsung mengunci rapat-rapat pintu kamar dan mengambil ponselnya. Ia menekan sebuah kontak dan langsung memanggilnya, tak memerlukan waktu lama untuk panggilannya diangkat.

“Aku tidak bisa pulang sekarang,” ucap Edward tanpa basa-basi, suaranya terdengar serius.

“Ada apa lagi kali ini? Wanita itu lagi? Untuk apa membuang-buang waktu menjaga wanita itu! Pulang dan selesaikan pekerjaanmu!” pinta dari seberang sana. Orang yang ditelepon Edward terdengar marah-marah.

Edward menarik napas panjang. “Aku benar-benar tidak bisa pulang. Setidaknya tunggu beberapa bulan lagi,” ucap Edward mengulang perkataannya. “Lagipula mengapa sekarang Anda terlihat buru-buru menyuruhku pulang? Apa orang itu sebegitu tak becusnya? Apa Anda baru saja menyadari betapa bernilainya saya?”

Sudut bibir Edward tertarik tanpa sadar membentuk senyum miring, ia memutar bole matanya malas.

“KAU—“

Tak ingin mendengar kalimat lanjutnya, Edward memilih mematikan panggilannya secara sepihak, dan melempar ponsel tersebut ke atas ranjang. Berikutnya ia juga ikut melempar tubuhnya dan berbaring di atas ranjang dengan setengah badan bergelantung.

Ketika ia memejamkan matanya, bayangan wajah Veronica yang sangat bahagia tercetak jelas di kepalanya. Bagaimana girangnya dan sempurnanya senyuman wanita itu, senyuman yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

Apa dia benar-benar bahagia hanya karena kehamilan ini?

“Anak ya ... “

**

Veronica menunggu kepulangan Victor dengan sangat tak sabar, beberapa kali ia menatap jam di atas nakas dan menggenggam erat alat tes kehamilan di tangannya.

Sebelumnya ia telah meminta Victor untuk lekas pulang malam ini, awalnya pria itu memarahinya dan terus bertanya ada apa. Namun Veronica bersikeras meminta suaminya pulang tanpa memberitahu alasannya.

Ia sangat ingin memberikan kejutan pada Victor. Walaupun mereka memang tak saling mencintai, tetapi bukankah kehamilan ini adalah hal yang sama-sama mereka nantikan?

Setidaknya Veronica berharap ke depannya mereka dapat lebih akur dan bisa membangun keluarga kecil yang bahagia.

Pintu terbuka, membuat Veronica langsung berdiri menyambut kedatangan Victor dengan senyum termanisnya. Membuat pria itu menatapnya bingung dan kening yang mengernyit.

“Ada apa? Jika bukan hal yang penting kamu akan menerima akibatnya!” ancam Victor, menatap tajam pada istrinya.

Bukannya sambutan hangat atau kecupan di kening seperti suami-istri lainnya, tetapi Veronica berusaha mengenyahkan pikiran buruknya dan tetap tersenyum pada Victor. Ia menyodorkan alat tes kehamilan yang sejak tadi dipegangnya.

Victor langsung mengambil alat itu dan menatapnya, sementara Veronica tak kalah antusias menanti reaksi Victor.

“Kamu hamil?” Victor mendongak, menatap istrinya dengan satu alis yang terangkat. Veronica pun mengangguk dengan antusias, mengiyakan pertanyaan Victor.

“Aku baru saja memeriksanya pagi tadi,” ucap Veronica.

“Baguslah, setidaknya kamu akhirnya berguna juga,” ucap Victor dingin, wajahnya datar tanpa ekspresi. Ia mengembalikan alat tes kehamilan tersebut pada Veronica dan beranjak melepaskan jasnya.

Hal itu membuat segala bayang-bayang yang dibangun Veronica seketika hancur. Padahal ia berpikir bahwa Victor mungkin akan sedikit bahagia dan memeluknya, atau menciumi perutnya seperti reaksi suami pada umumnya.

Namun sayangnya semua itu hanya sebatas khayalan Veronica sana. Ia lupa jika keberadaannya hanya sebatas alat bagi Victor.

“Kamu tidak senang?” tanya Veronica melihat sikap tak acuh suaminya.

“Tentu saja aku senang, aku akan segera mendapatkan apa yang aku impikan selama ini,” sahut Victor tanpa menoleh sedikit pun pada Veronica.

Ada perasaan yang mengganjal yang mengganggu Veronica mendengar jawaban Victor. Baik dulu maupun sekarang ... Victor tetap menganggapnya hanya sebagai alat untuk mencapai tujuannya sebagai pewaris sah keluarga Hayden.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status