Melangkah kaki wanita cantik yang masih tertatih dan sangat hati-hati. Renata bahkan sesekali mendesis merasakan sensasi pedih di bagian inti miliknya. Dia tidak mengira akan sesakit itu efeknya.
“Apa sakit sekali Nona?” tanya Alex dengan polosnya memicu kemarahan seorang Renata. Gadis manis nan anggung yang nyatanya bisa marah juga.
“Jelas saja ini sakit. Kau tahu aku sampai menahan buang air kecil dari tadi,” desis Rena sambil menahan rasa sakitnya.
Alex yang juga tidak mempunyai pengalaman tentang hal seperti itu pun hanya bisa melongo. Entah apa yang dipikirkannya, namun dia terlihat kosong dan tetap tidak mengerti apa-apa.
“Apa iya sesakit itu? Aku biasa saja,” lirih Alex berbicara merasakan apa yang dirasakannya sisa semalam yang sama sekali tidak terasa sakit sama sekali.
Rena yang kesal akan kepolosan Alex itu pun menampol kepala pengawalnya dengan tangan kosong. Alex sama sekali tidak merasakan sakit, akan tetapi Renata yang merasakan sakit dibagian tangannya. Alex sudah terbiasa menahan pukulan, akan tetapi Renata dia begitu lembek dalam hal itu.
“Auh! Sakitnya. Jelas saja sakit Lex, kau pikir saat selaput robek tidak akan menimbulkan sensasi sakit? Kalau tidak sakit kenapa berdarah!” ketus Renata dengan tatapan matanya yang begitu nyalang. Dia emosi menghadapi kepolosan Alex.
“Ah, mana aku tahu Nona. Aku saja tidak melihat jejaknya di seprai.”
“Aku malu Lex, jadi aku menutupinya dengan bantal dan selimut!” sentak Rena lagi dengan emosi yang semakin memuncak.
Alex menyodorkan minuman dingin untuk anak majikannya itu. Meskipun saat ini dirinya sudah dikatakan tidak lagi bekerja dengan keluarga Harisson, namun Alex merasa dirinya harus bertanggung jawab atas Renata.
“Ini Nona minum dulu biar tidak emosi.”
“Padahal aku emosi begini juga gara-gara ulahmu!”
Alex lalu berjongkok di depan Rena dan apa yang dilakukannya itu membuat Rena mengerutkan keningnya bingung.
“Ap—apa yang kau lakukan?”
“Cepatlah naik ke punggungku, aku akan menggendongmu. Sudah setengah jam kita dari tadi hanya sampai basement mau sampai kapan berjalan seperti siput begini Nona?”
“Ah, iya. Kau benar.” Renata tersenyum simpul sambil mengusap tengkuknya pelan. “Tapi rokku ini pendek. Nanti kalau ada yang mengintipnya dari belakang bagaimana?” imbuhnya bertanya dengan mata yang membulat cantik.
Alex, dia lalu memakaikan jasnya, mengikatnya dipinggang Rena dan membuat bagian bokong wanita itu seperti memakai rok hingga lutut. Alex lalu kembali berjongkok dan Rena naik ke punggungnya dengan sedikit mendesis menahan sensasi nyeri.
“Sshh ....”
Alex sesaat menoleh ketika Rena mendesis, dia lalu kembali melangkah seolah mengabaikan apa yang Rena rasakan. Namun tidak begitu kenyataannya.
Setelah sampai di dalam unit apartemen yang isinya seperti kapal pecah, Alex langsung menghubungi temannya yang seorang dokter. Sementara Renata, dia duduk dengan kaki yang berselanjar di atas sofa.
“Kau terbiasa dengan tempat yang berantakan seperti ini?” tanya Renata dengan manik mata yang memindai ke seluruh sudut ruang tamu.
Alex menggulung lengan kemeja putihnya. Dia lalu mulai merapikan semua kekacauan dengan mode serius. Apa yang Rena tanyakan membuatnya sedikit menoleh dan menjawab, “Apa Nona lupa? Aku juga ikut mempersiapkan jalannya acara pertunangan Nona yang berakhir kacau ini. Bagaimana bisa kita ....”
“Oh sudahlah.” Rena langsung menepisnya. Dia tidak mau menangis lagi untuk waktu yang lama. “Jangan bahas itu lagi Lex. Sekarang aku hanya fokus pada calon anak kita.”
“Hei! Sudah kukatakan tidak akan mungkin secepat itu Nona.” Alex kembali memperingatkan. Dia kesal karena Renata menyebut soal janin dan Alex sadar benar pertanggungjawabannya akan semakin besar jika sampai hal itu benar.
“Tapi aku sangat yakin. Ini adalah masa suburku. Beberapa Minggu yang lalu aku bahkan sudah melakukan imunisasi rutin untuk mempersiapkan kehamilan. Calon ibu mertuaku juga mengirimkan susu untuk membantuku segera hamil. Aku sangat yakin Lex.” Renata menatap tajam Alex.
Alex menghela nafasnya. Dia mere*as sampah yang digenggamnya. “Kalaupun benar kau hamil Nona, lalu apa rencanamu selanjutnya?”
Renata menatap hampa langit-langit ruangan, dia meletakkan satu tangannya di atas kening. Wanita itu benar-benar merasa frustasi dan tertekan. “Aku tidak tahu, harus bagaimana. Aku bahkan tidak membawa apa-apa. Apa kau ada pekerjaan untukku?”
Alex terdiam sesaat. Dia lalu bicara, “Ada temanku yang mempunyai restoran. Nanti akan kutanyakan apakah dia membutuhkan karyawan. Lebih bagus kalau kau ditempatkan di bagian kasir Nona.”
Berselang 30 menit, dokter yang Alex panggil datang. Dia mengenakan seragamnya dan terlihat menyelakan waktu khusus untuk Alex. Langkahnya terlihat tergesa dan caranya memandang Alex pun seperti orang yang tunduk dan patuh.
“Dude, bagaimana keadaannya?” tanya Alex sambil berdiri di samping Renata. Dia menatap lurus Dude tanpa ada raut ingin bercanda.
“Dia butuh vitamin, dan butuh istirahat,” jawab Dude sekedarnya. “Aku tuliskan resepnya dan ka—kau bisa menebusnya di apotik.”
“Iya. Terima kasih.” Alex menyambar kertas resep dan mengantar Dude untuk pergi.
Sampai di luar unit, dokter tersebut membungkuk meminta maafnya kepada Alex. Suatu pemandangan yang aneh bukan? Alex mengatakan Dude adalah temannya. Namun sikapnya seolah menunjukkan kalau Dude ini adalah bawahannya. Tapi kalau bawahan, itu artinya Alex orang yang tinggi? Siapa Alex sebenarnya?
“Maafkan saya yang tadi memanggil dengan sebutan kau Bos.” Dude meminta maafnya.
“Hem, cepatlah pergi.” Alex berbicara dengan datar dan masuk begitu saja menutup pintu di hadapan Dude tanpa permisi.
****
“Malam ini kita mau makan apa?” tanya Rena seraya berdiri di kitchen set dan membuka alat penanak nasi. Dia melihat nasi yang menjamur di dalamnya.
“Astaga! Alex Salim! Jorok sekali kau, kenapa sampai seperti ini? kau ingin budidaya jamur hah?” cerocos Rena yang terkejut melihat isi panci penanak nasi yang berjamur.
Alex yang masih menikmati buah apel dari lemari pendingin itu menatap datar nona majikannya. “Nona, sudah kubilang aku sangat sibuk mengurus pertunanganmu. Jadi jangan salahkan aku.”
Renata beralih ke kamar Alex dan saat membukanya dia sangat terkejut. Lebih terkejut dari pada saat melihat jamur nasi tadi. Kamar berantakan, banyak puntung rokok, bau tidak sedap, dan sirkulasi yang tidak baik.
“Oh, Alex. Aku sama sekali penyelamatku ini jorok sekali. Kenapa kau tidak membersihkan kamarmu?”
“Apa perlu aku ulang lagi Nona? Aku sibuk!” ketus Alex sambil berlalu dan duduk. Dia mengacuhkan Renata.
Pada akhirnya tetap Renata yang merapikan kekacauan tersebut. Dia membersihkan kamar Alex dan menumpuk pakaian kotornya.
“Sudah, kau tinggal membawanya ke laundry,” ucap Renata sambil mengibaskan tangannya lega.
Menetes air mata Rena sata dia melihat kabar yang tersiar di berbagai media sosial. Dia tidak menyangka bila semuanya akan hancur secepat ini. Pernikahan impiannya kini justru menjadi pernikahan terindah bagi Derina. "Sudahlah jangan kau lihat berita itu lagi Nona. Lupakan saja, mungkin takdirmu memang bersamaku." Alex berbicara dengan entengnya sembari memakai jasnya dan dia bersiap untuk bekerja. Rena hanya tahu jika Alex bekerja sebagai pengawal orang lain lagi saat ini dan dia bekerja sebagai pelayan di restoran milik teman Alex, yang bernama Rio. "Lex, secepat itu dia melupakanku dan mempercayai semua itu?" Rena berbicara dengan matanya yang berkaca-kaca menggambarkan betapa sedih hatinya. Alex duduk dan menepuk pelan pundak Rena. “Bagaimana tidak percaya, kau saja sekarang benar-benar mengandung. Hhh ... sejujurnya aku juga belum siap untuk menjadi seorang ayah. Tapi bagaimana lagi, dia darah dagingku dan aku tetap akan bertanggung jawab." Keadaan membuat keduanya kini ber
~~**~~Merenung sendiri di dalam apartemen Alex membuat Renata semakin meresapi kemalangannya. Ibunya, ayahnya, dan adiknya, sama sekali tidak ada yang peduli dengannya. Sudah ia buka beberapa kali chat dalam ponselnya namun sekali tidak ada dari pihak keluarga yang mencarinya atau memintanya untuk pulang.“Setega itu kalian semua padaku. Tidak inginkah kalian mendengarkan penjelasanku?” menggumam Renata dalam kesendiriannya.“Aku pulang!” ucap Alex yang baru saja memasuki rumah di jam 9 malam. “Nona, kau belum tidur? Ini sudah malam.”Alex duduk sembari melepaskan jasnya dan dia mengamati Renata yang masih meringkuk seperti melindungi perutnya. Wanita itu terus menangisi keadaannya.“Lex, bisa kau berhenti memanggilku dengan sebutan nona? Aku bukan nonamu lagi, aku sekarang hanya orang yang menumpang hidup padamu,” ucap Renata dengan berlinang air mata.Fakta bahwa dirinya saat ini bisa hidup layak adalah karena rasa tanggung jawab Alex membuat Renata merasa begitu rendah. Dia merasa
Setelah rapat itu, Alex pulang dengan pikiran kacau. Dia sempat berhenti di pinggir jalan dan membeli sekaleng bir. Hatinya gundah setelah melihat rekaman CCTV dan melihat bahwa tuan Harisson memang berada di ruangan yang sama dengan tuan August Salim, ayah Alex sesaat sebelum ajal menjemputnya.“Kemungkinan itu memang ada, dari beberapa rekan ayah mereka mengatakan bahwa tuan Harisson memang kerap berselisih paham dan bersaing tentang tender. Tapi aku sama sekali tidak menyangka jika dia yang taat ibadah akan melakukan hal sekeji itu terhadap ayah.”Alex Salim, tidak ada yang begitu mengenalnya, sebab Alex adalah anak dari pernikahan pertama yang ditolak oleh keluarga besarnya. Namun, kejadian tragis di mana ayah beserta istri dan anaknya mengalami kecelakaan dan meninggal secara bersamaan membuat pengacara keluarga bekerja keras mencari keberadaan pria petualang itu.Alex dan ibunya, mereka semula tinggal di kota lain dan hidup damai setelah berpisah dengan ayahnya, August Salim. Pe
“Rena, jangan pergi Rena! Rena!” teriak Justin yang terbangun dari mimpinya. Dia terhenyak begitu saja di saat jam masih menunjukkan pukul 02 dini hari.Di sampingnya, seorang wanita sudah duduk dengan tangan yang bersedekap dan menundukkan kepala lengkap dengan isak tangisnya. Dia Derina, wanita bermuka dua yang sudah berhasil merebut kebahagiaan Rena. Dia memang berhasil memiliki raga dari lelaki kesayangan Rena namun tidak dengan hatinya.“Justin, apa tidak bisa kau mengkondisikan igauanmu itu? Dari semenjak kita menikah kau terus saja setiap malam mengigau memanggil nama Rena. Apa dia kurang sadis menyakiti perasaanmu sehingga kau tidak bisa melupakannya?” tukas Derina dengan kemarahan yang memuncak di kepala.Justin menoleh cepat dan dia menatap sinis Derina. “Apa lagi yang kau harapkan dari pernikahan ini Derina? Tidak ada yang bisa diambil baiknya dari pernikahan ini! Kau hanyalah istri pengganti tidak lebih! Jadi jaga batasanmu!” tukasnya.“Hemh, sekarang kau meremehkanku? Ist
Kamu CantikMenatap sinis seorang laki-laki kepada wanita yang tengah duduk di belakang meja kasirnya. Rena tengah bekerja dan Rio bersama Hera sedari tadi memperhatikannya."Ah, rasanya seperti menyimpan bom waktu saja.""Ini karena Bos besar mempercayakan istrinya untuk kita jaga Bos Rio," sahut Hera tiba-tiba yang membuat Rio terkejut."Aish! His! Ku bom juga kepalamu ini nanti. Seenaknya saja mengganggu. Aku sedang fokus tadi." Rio mendengus kesal.Hari ini Rena bahkan datang diantar oleh Alex yang menitipkannya kepada Rio dan Hera untuk menjaganya dengan baik. Keduanya merasa memiliki beban yang berat atas tugas dan misi tersebut. Mereka harus membantu Alex menyembunyikan jati dirinya. Anak dari seorang August saingan dari tuan Harisson.Berdering ponsel Rio dan dia kembali tersentak kaget. Dia sampai memegangi dadanya dan menggeleng cepat. Mengusap wajah yang sempat menegang."Ada apa lagi Bos Alex me
“Aku harap setelah ini kau lebih bisa menerima dan menjalani kehidupan ini. Meskipun kau belum siap memilikinya, namun aku akan tetap bertanggung jawab dan akan terus menjaganya. Katakan padaku kalau kau benar-benar tak menginginkannya. Setelah dia lahir nanti, jangan sia-siakan dia, kalau kau tak mau, berikan saja padaku, aku ayahnya.” Alex berbicara dengan nada dingin dan datar sembari melepaskan sepatunya sedangkan Rena berdiri di ambang pintu tepat setelah mereka memeriksakan kandungan. Perasaan Rena kacau, dia belum siap dengan janin yang tumbuh semakin besar dalam kandungannya. Bahkan janin itu kini sudah menginjak 3 bulan. Tadi dia melihat janin itu berbentuk seperti gumpalan da
"Ap–apa, kau alergi bunga?" Rio bertanya dengan matanya yang membulat sempurna bahkan nyaris melompat dari tempatnya."Tap–tapi, kata Alex pernikahan impianmu adalah menggunakan tema garden party. Bukankah dengan tema seperti itu akan melibatkan banyak bunga?""Bunga dalam rancangan dan angan-anganku itu adalah bunga palsu, hidungku tidak bisa dibohongi berdekatan sebentar saja sudah bisa membuatku bersin. Aku mempunyai alergi serbuk sari, " terang Rena dengan sejujurnya.Alex sendiri bahkan tidak mengetahui tentang fakta tersebut. Satu hal yang diingatnya adalah Rena yang selalu memakai masker setiap kali ada kelas melukis tanaman.Alex tidak tahu jika Rena mempunyai alergi dan sekeras itu dia terus berusaha menghargai dan melakukan keinginan ayahnya.Melukis sebenarnya bukanlah bakat yang ingin Rena dalami. Akan tetapi tuan Harrison sangat menginginkan Putri cantiknya it
Seharian, Rena bekerja dengan nyaman. Rio dan Hera, keduanya menjaga dengan baik istri bos mereka. Sama sekali tidak ada yang membuat kesulitan. Hanya saja sesuatu yang tidak diharapkan justru terjadi saat jam pulang kerja.Alex menjemput Rena seperti biasa. Dia datang ke resto & cafe miliknya. Alex tidak pernah menyangka jika Justin rupanya sudah mengintai Rena sampai sejauh itu. Justin menunggu Rena di depan cafe.“Sudah selesai? Ayo mari kita pulang,” kata Alex sembari membawakan tas Rena.Sikapnya begitu lembut layaknya suami yang begitu mencintai istrinya. Sikap yang begitu alami tanpa ada sesuatu yang dibuat-buat. Perhatian dan sikap manisnya ia tunjukkan dengan sepenuh hati. Namun Rena, dia masih belum mau membuka hatinya meski