“Sekarang aku harus bagaimana Lex? Sebenarnya semalam apa yang terjadi?” Renata bertanya dengan tatapan mata yang menerawang hampa. Dia menatap ke jendela luar dan terlihat pucat.
Alex, dia mencoba mengingat kejadian semalam. Namun, ingatannya hanya berhenti pada saat dia mengantar Renata memesan kamar hotel. Setelahnya, yang dia ingat adalah kejadian pagi tadi di mana dia dihajar oleh tunangan nona majikannya.
“Sshh ....” Alex mendesis memegangi sudut bibirnya yang terasa begitu perih dan ngilu. “Aku juga sama sekali tidak tahu, yang aku ingat semalam di acara pesta itu semuanya baik-baik saja. Kita memang minum, tapi aku tidak minum sebanyak itu sampai bisa mabuk dan hilang kesadaran.”
Renata melirik sinis pada pengawalnya itu lalu memukul kepala Alex dengan tas tangannya. Satu-satunya benda yang ia miliki saat itu.
“Argh! Semua ini gara-gara kau!” Rena melampiaskan kemarahannya.
“Aduh! Hentikan! Apa kurang puas melihatku dihajar oleh tunanganmu tadi hah?” sembur Alex sembari mencekal pergelangan tangan nona majikan.
Renata berhenti, namun dengan air mata yang jatuh berderai. Dia kembali meneteskan air mata saat teringat dengan hancurnya hubungannya. Hubungan yang sudah terjalin lama harus kandas oleh sesuatu yang tak masuk akal.
“Apa semalam kau benar-benar melakukannya di atas tubuhku?” gumam Renata dengan wajah yang menunduk.
“Nona, aku tidak mengingatnya. Semuanya samar dan terjadi begitu saja. Maaf sebelumnya, aku ingin menanyakan sesuatu tetapi kau jangan marah ya.” Alex memikirkan hal ini sedari mereka keluar dari hotel tadi.
“Apa kau masih perawan kemarin?”
Pertanyaan itu sontak membuat Renata menjadi emosi. Pertanyaan yang sederhana namun cukup membuatnya tersudut dan terlihat rendah di mata pria.
“Apa maksudmu! Kau pikir aku ini apa? Kau juga ‘kan yang selama ini mengawalku? Apa pernah membiarkanku berduaan hanya bersama Justin? Tidak ‘kan?” tukas Renata sangat marah dan Alex menggeleng cepat dengan raut bersalah.
Renata menatap lekat kedua manik Alex. “Kau yang telah merusaknya semalam Lex. Kau tahu, ini sakit sekali!”
Renata berbicara seperti itu sambil menjambak rambut Alex yang bisa pasrah tanpa berani melawan.
“Ampun Nona, iya maafkan aku. Aku sama sekali tidak sadar. Aku bahkan tidak tahu bagaimana kita melewatinya semalam, apa kau ingat?” Alex bertanya dan Renata hanya bisa tertegun. Dia lalu menggeleng.
“Tidak sama sekali, aku hanya ingat kita sama-sama menikmatinya. Jujur kukira itu hanya sekedar mimpi tadinya.” Renata mengakui apa yang dirasakannya semalam.
Sial sekali bukan? Kalau memang keduanya sama-sama tidak mengingat dan melakukannya hanya seperti di dalam mimpi, itu berarti mereka sama-sama berada di bawah pengaruh obat. Tetapi siapa yang melakukan itu?
****
Terhenti mobil yang Alex sewa di depan gerbang kediaman Harisson. Satpam depan sudah mencegat mobil keduanya yang begitu asing dan sama sekali tidak pernah masuk ke dalam perumahan tersebut.
“Maaf, pesan tuan tadi nona dan kau tidak boleh masuk Lex. Tuan menitipkan koper ini di sini,” Satpam tersebut membawakan koper Renata.
Renata langsung turun dan bertanya pada Satpam. Dia tidak mengira kalau akan sampai seserius ini mengusirnya. Dia pikir kemarahan ayahnya tadi hanya seperti kemarahan sementara. Akan tetapi nyatanya justru sangat nyata.
“Apa Bapak serius mengatakan ini? Apa ibu saya juga tidak mau keluar menemui saya?” tanya Renata pada Satpam yang berusaha untuk menemui ibunya sebelum pergi.
“Maaf, tetapi selain tuan yang menitipkan koper ini, sama sekali tidak ada yang lain lagi.” Satpam menjawabnya dengan datar.
Kecewa dan sedih, itulah perasaan Renata. Keluarganya sama sekali tidak ada yang sudi lagi menemuinya. Dia tahu semua itu karena pengaruh sang ayah semata. Ibu dan adiknya tidak akan bersikap seperti itu padanya.
Renata nyaris bersimpuh di jalanan dan Alex dengan sigap menangkapnya. Dia masih tetap berusaha menjalankan tugasnya sebagai pengawal yang bertanggung jawab. Terlebih, semenjak kejadian semalam.
“Aku harus pergi ke mana lagi Lex?” tanya Rena dengan tatapan mata yang begitu hampa menggambarkan kesedihan di jiwa.
*****
Dua orang itu berkeliling kota awalnya dengan maksud untuk mencari hunian untuk Rena. Namun, setiap kali mendapatkan tempat, Rena selalu saja membatalkannya. Dia selalu menolaknya dengan berbagai alasan.
Pertama mereka mendapatkan apartemen yang kecil dan biaya sewanya murah. Rena bilang itu terlalu jauh dari tempat tinggal Alex dan dia menolaknya. Berpindah lagi sampai malam tiba. Alex yang kesal lalu menepikan mobil sewaan itu di basement apartemennya.
“Bagaimana besok lagi kita mencari tempatnya? Sekarang kita beristirahat dulu di apartmenku Nona.” Alex menatap lekat Renata.
“Sebenarnya, aku tidak mau jauh darimu Lex. Aku takut tinggal sendirian di dalam rumah tanpa siapapun. Lalu, kalau nantinya aku hamil bagaimana? Pokoknya kau harus bertanggung jawab!”
Alex sempat membuang muka lalu menghela nafasnya jengah. Dia terkadang merasa stress dengan sikap dan perilaku Renata yang terlalu manis bak tuan putri. Renata terlalu lembek di mata Alex.
“Kita baru melakukannya sekali Nona, perlu usaha berkali-kali supaya benih itu jadi. Kalau hanya sekali kemungkinan besar tidak akan semudah itu jadi.” Alex menjawabnya dengan perasaan dongkol.
Renata membulatkan matanya. Baginya Alex saat ini adalah orang yang wajib menopang hidupnya. Sebab, karena Alex-lah dirinya terlantar dan menjadi sebatang kara.
“Begitu ya?” Renata seperti tengah berusaha mencerna apa yang baru saja Alex katakan. “Tapi kau tetap harus bertanggung jawab atas aku. Gara-gara kau meniduriku keluargaku mengusirku Lex. Mau bagaimana aku sekarang?” pekik Renata kesal.
Benar memang, andai saja Alex dan Renata tidak tidur bersama dan melakukan itu semalam. Pastinya tidak akan jadi seperti ini bukan?
Melangkah kaki wanita cantik yang masih tertatih dan sangat hati-hati. Renata bahkan sesekali mendesis merasakan sensasi pedih di bagian inti miliknya. Dia tidak mengira akan sesakit itu efeknya. “Apa sakit sekali Nona?” tanya Alex dengan polosnya memicu kemarahan seorang Renata. Gadis manis nan anggung yang nyatanya bisa marah juga. “Jelas saja ini sakit. Kau tahu aku sampai menahan buang air kecil dari tadi,” desis Rena sambil menahan rasa sakitnya. Alex yang juga tidak mempunyai pengalaman tentang hal seperti itu pun hanya bisa melongo. Entah apa yang dipikirkannya, namun dia terlihat kosong dan tetap tidak mengerti apa-apa. “Apa iya sesakit itu? Aku biasa saja,” lirih Alex berbicara merasakan apa yang dirasakannya sisa semalam yang sama sekali tidak terasa sakit sama sekali. Rena yang kesal akan kepolosan Alex itu pun menampol kepala pengawalnya dengan tangan kosong. Alex sama sekali tidak merasakan sakit, akan tetapi Renata yang merasakan sakit dibagian tangannya. Alex sudah
Menetes air mata Rena sata dia melihat kabar yang tersiar di berbagai media sosial. Dia tidak menyangka bila semuanya akan hancur secepat ini. Pernikahan impiannya kini justru menjadi pernikahan terindah bagi Derina. "Sudahlah jangan kau lihat berita itu lagi Nona. Lupakan saja, mungkin takdirmu memang bersamaku." Alex berbicara dengan entengnya sembari memakai jasnya dan dia bersiap untuk bekerja. Rena hanya tahu jika Alex bekerja sebagai pengawal orang lain lagi saat ini dan dia bekerja sebagai pelayan di restoran milik teman Alex, yang bernama Rio. "Lex, secepat itu dia melupakanku dan mempercayai semua itu?" Rena berbicara dengan matanya yang berkaca-kaca menggambarkan betapa sedih hatinya. Alex duduk dan menepuk pelan pundak Rena. “Bagaimana tidak percaya, kau saja sekarang benar-benar mengandung. Hhh ... sejujurnya aku juga belum siap untuk menjadi seorang ayah. Tapi bagaimana lagi, dia darah dagingku dan aku tetap akan bertanggung jawab." Keadaan membuat keduanya kini ber
~~**~~Merenung sendiri di dalam apartemen Alex membuat Renata semakin meresapi kemalangannya. Ibunya, ayahnya, dan adiknya, sama sekali tidak ada yang peduli dengannya. Sudah ia buka beberapa kali chat dalam ponselnya namun sekali tidak ada dari pihak keluarga yang mencarinya atau memintanya untuk pulang.“Setega itu kalian semua padaku. Tidak inginkah kalian mendengarkan penjelasanku?” menggumam Renata dalam kesendiriannya.“Aku pulang!” ucap Alex yang baru saja memasuki rumah di jam 9 malam. “Nona, kau belum tidur? Ini sudah malam.”Alex duduk sembari melepaskan jasnya dan dia mengamati Renata yang masih meringkuk seperti melindungi perutnya. Wanita itu terus menangisi keadaannya.“Lex, bisa kau berhenti memanggilku dengan sebutan nona? Aku bukan nonamu lagi, aku sekarang hanya orang yang menumpang hidup padamu,” ucap Renata dengan berlinang air mata.Fakta bahwa dirinya saat ini bisa hidup layak adalah karena rasa tanggung jawab Alex membuat Renata merasa begitu rendah. Dia merasa
Setelah rapat itu, Alex pulang dengan pikiran kacau. Dia sempat berhenti di pinggir jalan dan membeli sekaleng bir. Hatinya gundah setelah melihat rekaman CCTV dan melihat bahwa tuan Harisson memang berada di ruangan yang sama dengan tuan August Salim, ayah Alex sesaat sebelum ajal menjemputnya.“Kemungkinan itu memang ada, dari beberapa rekan ayah mereka mengatakan bahwa tuan Harisson memang kerap berselisih paham dan bersaing tentang tender. Tapi aku sama sekali tidak menyangka jika dia yang taat ibadah akan melakukan hal sekeji itu terhadap ayah.”Alex Salim, tidak ada yang begitu mengenalnya, sebab Alex adalah anak dari pernikahan pertama yang ditolak oleh keluarga besarnya. Namun, kejadian tragis di mana ayah beserta istri dan anaknya mengalami kecelakaan dan meninggal secara bersamaan membuat pengacara keluarga bekerja keras mencari keberadaan pria petualang itu.Alex dan ibunya, mereka semula tinggal di kota lain dan hidup damai setelah berpisah dengan ayahnya, August Salim. Pe
“Rena, jangan pergi Rena! Rena!” teriak Justin yang terbangun dari mimpinya. Dia terhenyak begitu saja di saat jam masih menunjukkan pukul 02 dini hari.Di sampingnya, seorang wanita sudah duduk dengan tangan yang bersedekap dan menundukkan kepala lengkap dengan isak tangisnya. Dia Derina, wanita bermuka dua yang sudah berhasil merebut kebahagiaan Rena. Dia memang berhasil memiliki raga dari lelaki kesayangan Rena namun tidak dengan hatinya.“Justin, apa tidak bisa kau mengkondisikan igauanmu itu? Dari semenjak kita menikah kau terus saja setiap malam mengigau memanggil nama Rena. Apa dia kurang sadis menyakiti perasaanmu sehingga kau tidak bisa melupakannya?” tukas Derina dengan kemarahan yang memuncak di kepala.Justin menoleh cepat dan dia menatap sinis Derina. “Apa lagi yang kau harapkan dari pernikahan ini Derina? Tidak ada yang bisa diambil baiknya dari pernikahan ini! Kau hanyalah istri pengganti tidak lebih! Jadi jaga batasanmu!” tukasnya.“Hemh, sekarang kau meremehkanku? Ist
Kamu CantikMenatap sinis seorang laki-laki kepada wanita yang tengah duduk di belakang meja kasirnya. Rena tengah bekerja dan Rio bersama Hera sedari tadi memperhatikannya."Ah, rasanya seperti menyimpan bom waktu saja.""Ini karena Bos besar mempercayakan istrinya untuk kita jaga Bos Rio," sahut Hera tiba-tiba yang membuat Rio terkejut."Aish! His! Ku bom juga kepalamu ini nanti. Seenaknya saja mengganggu. Aku sedang fokus tadi." Rio mendengus kesal.Hari ini Rena bahkan datang diantar oleh Alex yang menitipkannya kepada Rio dan Hera untuk menjaganya dengan baik. Keduanya merasa memiliki beban yang berat atas tugas dan misi tersebut. Mereka harus membantu Alex menyembunyikan jati dirinya. Anak dari seorang August saingan dari tuan Harisson.Berdering ponsel Rio dan dia kembali tersentak kaget. Dia sampai memegangi dadanya dan menggeleng cepat. Mengusap wajah yang sempat menegang."Ada apa lagi Bos Alex me
“Aku harap setelah ini kau lebih bisa menerima dan menjalani kehidupan ini. Meskipun kau belum siap memilikinya, namun aku akan tetap bertanggung jawab dan akan terus menjaganya. Katakan padaku kalau kau benar-benar tak menginginkannya. Setelah dia lahir nanti, jangan sia-siakan dia, kalau kau tak mau, berikan saja padaku, aku ayahnya.” Alex berbicara dengan nada dingin dan datar sembari melepaskan sepatunya sedangkan Rena berdiri di ambang pintu tepat setelah mereka memeriksakan kandungan. Perasaan Rena kacau, dia belum siap dengan janin yang tumbuh semakin besar dalam kandungannya. Bahkan janin itu kini sudah menginjak 3 bulan. Tadi dia melihat janin itu berbentuk seperti gumpalan da
"Ap–apa, kau alergi bunga?" Rio bertanya dengan matanya yang membulat sempurna bahkan nyaris melompat dari tempatnya."Tap–tapi, kata Alex pernikahan impianmu adalah menggunakan tema garden party. Bukankah dengan tema seperti itu akan melibatkan banyak bunga?""Bunga dalam rancangan dan angan-anganku itu adalah bunga palsu, hidungku tidak bisa dibohongi berdekatan sebentar saja sudah bisa membuatku bersin. Aku mempunyai alergi serbuk sari, " terang Rena dengan sejujurnya.Alex sendiri bahkan tidak mengetahui tentang fakta tersebut. Satu hal yang diingatnya adalah Rena yang selalu memakai masker setiap kali ada kelas melukis tanaman.Alex tidak tahu jika Rena mempunyai alergi dan sekeras itu dia terus berusaha menghargai dan melakukan keinginan ayahnya.Melukis sebenarnya bukanlah bakat yang ingin Rena dalami. Akan tetapi tuan Harrison sangat menginginkan Putri cantiknya it