Share

2| Bertahan Hidup di Kota Pembuangan

“Eryk, sudah enam bulan berlalu sejak aku menemukanmu di tempat pembuangan akhir Rockwool. Kenapa kau masih terus menolak untuk mengikat perjanjian denganku? Aku akan memberimu kekuatan yang tak terkalahkan. Bukankah kau ingin balas dendam pada orang-orang yang telah menyingkirkanmu?”

Eryk melirik pada White si burung hantu putih.

“Kenapa aku harus percaya padamu? Aku cukup banyak belajar dari masa lalu untuk tidak menaruh kepercayaan pada siapa pun.”

White mengepakkan sayap putih lebarnya untuk menyusul Eryk.

“Tentu saja kau harus percaya padaku! Karena aku telah memberimu kesempatan kedua. Aku sudah menyelamatkanmu dari kematian. Aku juga yang memberimu kemampuan bisa berkomunikasi dengan burung.”

Eryk muak. “Sepertinya aku perlu mempertegas hubungan kita. Kau sendiri yang memilih untuk menyelamatkanku lagi. Sebenarnya, kematian mungkin lebih baik untukku saat itu!”

Eryk kembali melompat dari satu atap gedung ke atap yang lainnya dengan disaksikan mata perak rembulan dan White yang melayang tinggi di langit gelap di atasnya tanpa suara. Kota Rockwool membentang seperti batuan karang yang tajam. Banyak bangunan tinggi, tua, dan terbengkalai saling mencuat hampir di setiap tempat.

“Sudah lama aku menahan rasa penasaran ini. Kenapa kau sangat menginginkanku mengikat perjanjian hidup dan mati menjadi summoner denganmu? Keuntungan apa yang ingin kau ambil dariku? Apa kau ingin mendapatkan kekayaanku yang sudah dirampas oleh pamanku?” tanya Eryk pada sang burung hantu putih.

“Kau pun tahu aku hanya roh summon liar. Aku sudah bosan terus mengelana! Aku melihatmu malam itu dan merasa kau adalah orang yang tepat, Eryk! Ayolah, kau tak akan rugi. Kau bisa mendapatkan kekuatan super dan kembali ke Black Lake untuk merebut kembali semuanya! Kau bebas memanfaatkanku!”

Eryk berdiri sambil memperhatikan kota. Ada pencakar langit menjulang di sebelah timur, di sebelah barat terlihat atap-atap rumah miring dan tak berujung di distrik yang miskin, dan ada banyak cerobong-cerobong yang mengeluarkan asap di distrik industri. Di sebelah utara menjulang rumah-rumah susun yang terabaikan. Sungai hitam ada di suatu tempat di selatan. Alirannya keruh membawa kotoran menjauhi kota, tapi tak membuat kota itu terlihat bersih.

“Kau mengabaikanku lagi!” teriak White.

Pemuda itu menatap tajam pada sang burung hantu. “Terimakasih sudah menyelamatkanku, meski aku tak menginginkannya! Yeah, karena aku sudah terlanjur bertahan hidup, aku akan mencari jalanku sendiri untuk kembali ke Black Lake tanpa bantuan dan kontrak apa pun darimu! Aku sudah cukup trauma dengan kontrak perebutan warisan itu!”

Eryk berlutut di salah satu atap bangunan rumah makan mewah yang terbuat dari plat kaca. Kakinya bergoyang-goyang karena atap bangunan itu berada pada bidang miring dan permukaannya cukup licin.

“Makan malam!” ujar Eryk pada White untuk mengalihkan topik.

Eryk melirik menembus melalui atap kaca yang buram karena debu dan kotoran. Di bawah sana dia melihat para pengunjung yang mengenakan setelan mahal tengah duduk berhadapan. Mereka makan sambil bercakap-cakap dan sesekali menyesap anggur. Saat melihat mereka mengunyah steak, Eryk menelan ludah tanpa sadar.

Eryk sudah bersiap melompat lagi untuk pergi ke atap bangunan berikutnya. Akan tetapi, sol sepatunya yang sudah rata terasa licin di permukaan kaca. Hingga tanpa sengaja dia terpeleset dan mengagetkan sejumlah burung gagak yang bertengger di sekitar sana.

Burung-burung gagak yang mengintai sisa-sisa makanan di belakang restoran itu berterbangan dengan suara kaokannya yang sangat memekakkan telinga.

Pada saat yang tepat, Eryk segera melompat. Tapi, salah satu pelanggan restoran yang berada tepat di bawah atap tempat Eryk berdiri, mendongak ke atas seolah-olah dia baru saja melihat sekelebat bayangan yang menghilang.

“Lagi-lagi dia datang mengganggu kita,” ujar salah satu gagak yang bertengger dan dikejutkan oleh gerakan Eryk.

“Yah, dia datang untuk merebut makan malam kita tentu saja,” ujar gagak yang lainnya.

Eryk mendesis dan menendangkan kaki untuk mengusir gagak-gagak itu. “Jaga paruh kalian agar tidak berkata sembarangan. Aku terlalu terhormat untuk berebut makanan sisa dengan kalian, para pemakan bangkai!” balas Eryk.

Eryk terlihat kesal. Bisa mendengarkan para burung berbicara itu membuatnya lelah. Eryk tak akan pernah lupa kejadian enam bulan yang lalu saat White menemukannya.

“Maukah kau mengikat perjanjian denganku? Serahkan hidupmu untukku, maka akan aku berikan kehidupan dunia yang takkan terkalahkan!” ujar White.

Eryk yang terluka dan sekarat, hanya bisa menyeringai. Saat kesadarannya hampir hilang lagi, dia sempat menjawab permintaan White. “Bunuh saja aku!”

Lalu, sebuah cahaya putih terang membutakan mata Eryk. Dia pikir itu matahari pagi, tapi cahayanya lebih putih dan kuat. Eryk merasa tubuhnya dibungkus oleh kepompong yang hangat dan lembut. Dia terlelap dan tak ingat apa pun setelahnya.

Saat terbangun, dia sudah berada di dalam sebuah gudang tua terbengkalai. Eryk membuka mata dan melihat White yang sedang memandanginya.

“Di mana aku?”

“Gudang tua! Kau tidur selama tiga hari.”

“Dan kau? Bagaimana bisa aku berbicara dengan burung? Apa aku sudah mati? Kau malaikat pencabut nyawa?”

“Namaku White. Aku hanya roh summon liar. Kau tahu....”

Eryk tak mendengarkan. Dia terlonjak dan memeriksa tubuhnya. Dia masih ingat bagaimana posisi kakinya yang patah berputar tidak semestinya. Akan tetapi, saat ini dia terlihat sangat normal dan bugar. Semua bekas luka hilang dari tubuhnya.

“Aku sudah menyelamatkan dan menyembuhkanmu. Ayo, kita lakukan kontrak sebagai imbalannya! Jika kau menolak, akan aku kembalikan kau ke tempat pembuangan akhir!” ancam White.

“Ya, bunuh saja aku!” balas Eryk tak acuh. “Aku berharap kau benar-benar malaikat pencabut nyawa. Aku tak pernah ingin diselamatkan.” Pemuda itu tampak putus asa dan tak ada gairah hidup.

“Bangsat!” umpat White.

Lalu, burung hantu putih itu mengepakkan sayap dan terbang meninggalkan Eryk sendirian di gudang tua.

Eryk mendesah. Dia pikir burung hantu itu akhirnya juga pergi meninggalkannya. Eryk benar-benar sendirian di tempat asing dan tidak tahu harus melakukan apa.

***

Eryk berhenti sejenak di atap. Dia hapus lamunannya dan bersandar pada salah satu tiang jemuran yang terlihat berkarat. Dia memperlambat gerakan untuk mengambil nafas, membiarkan udara dingin memenuhi paru-parunya.

“Kenapa malam itu kau kembali, White? Bukankah aku sudah menolakmu?”

White diam sesaat. “Dasar kau pemuda bodoh! Sepertinya aku telah keliru memilih calon summoner. Hah!”

Eryk meresapi suara-suara malam. Di bawah sana dia mendengar desir mobil melintasi jalanan licin yang baru saja disiram hujan, suara dentuman musik di kejauhan, dan lebih jauh lagi dia bisa mendengar suara sirine yang saling menyahut di antara teriakan perempuan.

“Berhenti kau!” teriakan perempuan terdengar tepat di jalanan di bawah tempat Eryk istirahat. Perempuan itu berteriak sambil terus berlari memburu sosok berpakaian serba hitam di bawah sana.

Eryk melihat segalanya dari tempatnya berada. White berbisik kepadanya. “Kau tak ingin turun ke sana dan menolongnya? Aku bisa meminjamkan kekuatanku jika kau mau! Kau bisa mencobanya dulu sebelum benar-benar menerimanya, bagaimana?”

Eryk hanya diam tanpa melepaskan tatapan matanya pada perempuan yang mengejar sosok laki-laki berpakaian serba hitam itu. Eryk tak peduli dengan semua itu.

“Kau pantang menyerah, ya? Tempatku bukan di bawah sana, White,” gumam Eryk. “Di sana adalah tempat untuk orang-orang Rockwool. Di sini, di atas sini, di antara kolong langit adalah tempatku bersama para binatang malam.”

“Oh, astaga! Aku lelah sekali, Eryk. Kapan aku bisa menemukan tuan yang akan bisa menggunakan kekuatanku dengan baik? Aku lelah menjadi roh summon liar dan diburu oleh para pemburu di luar sana.”

“Pemburu roh summon?” tanya Eryk. “Itukah alasanmu terus mengikutiku dan memintaku melakukan kontrak selama ini?”

Eryk menoleh ke arah berbeda. Dia memejamkan mata dan membuka lebar cuping hidungnya. Dia menghidu suatu aroma yang terasa hangat, asin, dan membuat perutnya bergejolak karena lapar.

Jauh di bawah sana ada pintu membuka ke gang yang dipenuhi dengan bak sampah. Gang itu tepat berada di sisi belakang sebuah restoran ayam cepat saji.

Eryk sangat mengenali restoran ayam itu. Mereka sering sekali membuang makanan yang masih bagus, sisa-sisa, dan mungkin saja makanan yang sudah tidak laku malam itu.

“White, kita akan makan ayam malam ini.” Eryk menyeringai.

Sejak enam bulan lalu, dia sudah hidup di jalanan sebagai seorang gelandangan. Dia tak pernah benar-benar merasakan makanan yang layak sejak saat itu. Rockwool berbeda dari kota yang lain. Kota ini dikenal sebagai “kota terbuang”—tempat para orang miskin dan sampah masyarakat berkumpul.

“Hati-hati, Eryk!” tegur White. “Aku bisa merasakan kehadiran roh summon lain di sekitar sini.”

Sebelum Eryk melompat ke bawah sana, dia melirik setiap sudut yang gelap. Dia tak melihat ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Akan tetapi, di bawah sana—di permukaan tanah—selalu beresiko.

“Tanah adalah tempat mereka, bukan tempatku,” pikir Eryk.

“Tapi, makananmu ada di bawah sana,” sindir White. “Bahkan aku pun harus menukikkan sayap dan paruhku untuk turun ke sana dan memburu tikus-tikus gendut itu!”

Sesuatu di bawah bergerak dengan cepat. Fokus Eryk dan White tersita pada pergerakan itu.

“Tetap waspada,” ujar sang burung hantu.

Eryk mengayunkan sebelah kaki melewati bibir atap dan mendarat pelan di bordes tangga darurat. Dia sudah biasa melakukan hal-hal sulit seperti parkour di ketinggian. Sejak dia diasingkan kakeknya pasca kematin orang tuanya, Eryk terus melatih tubuhnya untuk mengalihkan diri dari pikiran buruk.

White meluncur ke pojokan atap melongok ke jalan utama. Eryk merunduk sejenak untuk menghindari jendela kaca pada pintu belakang restoran. Aroma makanan membuat perutnya bergemuruh kencang.

Detik berikutnya, Eryk sudah berdiri di depan bak sampah. Dia mengaduk-aduk bak sampah paling dekat dan menemukan kotak sterofom putih dan terasa masih hangat. Eryk membukanya dan menemukan sepotong paha ayam yang sudah digigit sebagian.

Tanpa pikir panjang Eryk mencomot dan menjejalkannya ke mulut. Dia membuat gigitan yang sangat besar pada ayam berminyak yang terasa asin dan sedikit pedas karena saus sambal di pinggirnya.

“Ini enak sekali, White!” gumam Eryk dengan mulut yang penuh.

Sambil mengunyah sepotong ayam di mulutnya, Eryk mulai mengaduk-aduk tempat sampah mencari lebih banyak lagi makanan sisa. Dia menjejalkan lagi beberapa potong kentang goreng yang dia temukan hingga tenggorokan Eryk rasanya penuh dan hampir tersedak.

Belum sempat dia menelan seluruh makanannya di tenggorokan, tiba-tiba White menukik turun dan menyambar tangan Eryk.

“Lari!” teriak si burung hantu.

Eryk terkejut. Dia hampir tersedak dan tak bisa bernapas. Sepasang matanya membuka lebar menatap pada kegelapan gang. Tepat di depannya, Eryk melihat belasan bahkan mungkin puluhan pasang mata berwarna kuning terang tengah menatap ke arahnya.

Jantung Eryk tersentak selagi para pemilik mata itu berdiri menutupi ujung gang.

“Tak ada jalan untukmu berlari!” ujar salah satu dari mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status