Share

02. Tawaran Gila

Penulis: Linilini
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-05 17:24:31

“Apa yang kau lakukan di sini? Apa kau seorang pengemis?”

Mendengar ucapan pria itu selanjutnya, Vanesha yang tadinya terpesona, seketika ilfeel. “Pengemis? Aku bukan pengemis, ya!”

Gadis itu berdiri, menatap tajam pria di hadapannya. Sayangnya, ia jauh lebih pendek, sehingga tatapannya tampak tak seseram yang ia pikir.

“Oh, apa kau bertengkar dengan kekasihmu, lalu ditinggalkan?” ucap pria itu lagi.

"Hah?"

Vanesha membelalak.

Cobaan apa lagi ini? Baru saja diusir, ia malah bertemu orang aneh?

“Radit, sshhtt..” Pria lain yang baru turun tampak panik melihat apa yang terjadi.

Tanpa basa-basi, ia menyuruh Radit agar tidak banyak bicara dan menyinggung perasaan orang lain.

“Nona, ada apa? Kenapa kau duduk disini, dan… ini sudah malam juga gelap.”

Berbeda seperti Radit, Hendrik bicara lembut dan pelan padanya. Jujur, ia takut gadis itu tahu siapa Radit dan menyebarkan berita buruk tentangnya.

Untungnya, Vanesha tampak tak masalah. “Tidak Pak. Aku hanya… hanya… baru dipecat dari kerjaan saja.” suaranya memelan, menahan kesedihannya.

“Lantas, kenapa Anda di sini? Bukankah seharusnya Anda pulang?” tanya Hendrik mengulanginya lagi, dan Vanesha mengangguk.

“Bensin motor saya habis, dan saya juga tidak memiliki uang untuk… membeli bensin.” Rasanya, dia malu karena mengeluh pada orang yang tidak dia kenal, tapi apa mau dikata?

“Bagaimana kalau kami mengantarkan kamu? Atau, sampai ke pom bensin saja.”

“Hendrik, apa kau tidak dengar? Dia tidak punya uang. Kau antarkan pun ke pom bensin, memangnya dia bisa bayar?” sindir Raditya berpangku tangan.

Vanesha menghela napas. Dia sangat lelah dan kesal. Tapi, ia tak punya tenaga menghadapi pria tengil itu.

Di sisi lain, Hendrik mengeluarkan dompetnya, “Ini, aku beri kamu uang. Kami akan mengantarmu ke pom bensin dan membelinya, lalu kembali lagi kesini untuk mengisi motormu.”

“Itu motormu? Pft... Butut sekali, aku pikir tadi itu rongsokan yang ingin diangkut tukang sampah,” ejek Raditya.

“Walau motor itu butut, tapi aku berhasil membelinya dengan hasil kerja kerasku sendiri!” ucapnya tegas.

Melihat itu, Hendrik mengusap kepalanya yang tak pening!

Ada apa dengan kedua orang di depannya yang langsung bertengkar di pertemuan pertama?

Lagipula, Raditya biasanya juga anti wanita. Dia mau berinteraksi hanya dengan aktris yang menjadi lawan mainnya. Selebihnya, Raditya bahkan tertutup, meski

banyak wanita cantik yang mengejar. Kenapa mendadak seperti ini?

“Maaf, Nona. Tolong jangan tersinggung, kami–”

“Ck! Ambil uang ini.” Ucapan Hendrik dipotong oleh Raditya, membuat manager pria itu kesal.

Sementara itu, Vanesha terkesiap melihat lembaran uang merah di hadapannya.

Apakah semudah itu memberi uang banyak bagi orang kaya?

Ia ragu untuk menerima uang itu, tapi….

“Ambil saja! Kalau kau malu, memangnya kau bisa pulang dan makan?” sindir Raditya lagi seolah sangat senang mengganggunya.

Vanesha menatap kesal pria itu. Tapi, ucapannya benar. Terpaksa, Vanesha pun menerima uang itu, “Terima kasih Pak, saya pinjam uangnya, nanti akan saya ganti.”

Raditya mengangguk, sementara Hendrik makin tak tenang.

Terlebih, manager Raditya melihat beberapa paparazzi di sekitar mereka. Bisa-bisa, mereka akan memanipulasi gadis polos ini untuk membuat berita buruk pada

Raditya.

Sebuah ide pun muncul di kepala pria itu untuk mengamankan situasi yang di luar kendalinya ini.

“Mm, kamu bilang, dipecat dari kerjaan kan? Itu berarti, kau butuh kerjaan baru? Apa kau mau diberi pekerjaan baru?” tanya Hendrik.

Vanesha yang bingung, tampak mengangguk. “Iya. Ada apa, ya?”

“Kamu mau jadi asisten Raditya?”

“Hah?” 

Bukan hanya Vanesha, tapi Raditya pun menganga, tak percaya mendengar ucapan managernya itu.

"Ehem, tutup mulutmu Radit, sebelum lalat... tidak, maksudku, nyamuk masuk ke dalam," bisik Hendrik, dia tahu pasti aktornya itu terkejut, tapi imagenya harus tetap dijaga!

"Pak, maaf, maksudnya tadi, apa ya? Asisten...? Dia?" Vanesha melihat dan menunjuk Raditya, pria ketus dan sombong itu.

"Iya. Tunggu!" Hendrik mengeluarkan kartu nama dari dompetnya dan menyerahkannya pada Vanesha. "Ini kartu namaku. Jikalau kau menerima tawaran ini, kau bisa menghubungi nomor itu. Tapi, kalau seandainya tidak mau, aku harap kamu juga bisa memberitahukannya agar kami tidak menunggu."

Walau masih bingung, Vanesha menerima kartu nama itu.

Entah terhipnotis atau apa, gadis itu dengan cepat bertukar nomor telepon tanpa menyadari bahwa kehidupannya akan berubah tak lama lagi....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola   128. Ayah mertua

    Sudah dua minggu sejak Raditya mengutarakan perasaannya pada Vanesha, dan masih tidak berubah pikiran. Malahan, dia semakin manja dan bergantung pada Vanesha, setiap menit.“Permisi, dengan nona Vanesha?” seorang kurir menghampiri Vanesha yang sedang menunggu Raditya syuting.“I-iya? Itu aku?”“Ini, pesanan makanannya. Semuanya sudah dibayar, tinggal diterima saja.”“Oh iya, terima kasih Pak.” Setelah menerima pesanan yang ternyata isinya makanan, Vanesha melihat Raditya. Pria itu, melambaikan tangan dan tersenyum padanya.Karena disuruh untuk istirahat, Raditya datang dan menghampiri Vanesha, duduk disampingnya, dan menyandarkan kepala dibahunya, “Hah…”“Tuan, makanan ini, apa anda mau langsung memakannya?”“Sudah aku bilang jangan panggil aku ‘Tuan’. Aku kan sudah melarangmu.”“Mana bisa saya melakukan itu. Namanya tidak sopan.”“Kan aku yang suruh. Pokoknya, aku akan marah kalau kau melakukan itu lagi.”“Tapi-“Makanannya sudah datang kan? Tapi, kenapa tidak kau makan? Sampai sudah

  • Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola   127. Aku Bisa Gila

    Keadaan Sulastri sudah semakin membaik. Dia sekarang berbaring diranjangnya, dan Radtiya juga Vanesha masih disana untuk menjaganya. Raditya mulai bisa menyentuh dan dekat dengan ibunya, padahal sebelumnya belum pernah bisa berdiri dengan jarak yang dekat.Karena ibunya sudah tenang dan tidur, Dokter Ivan mengajak mereka berdua untuk pergi dan membiarkan Sulastri beristirahat sendiri.“Saya terkejut, karena hari ini, nyonya Sulastri lebih ramah dari sebelumnya. Walau sempat tadi dia mengamuk dengan pak Surya. Tapi saya tidak menyangka dia akan luluh dengan anda.” Kata dokter Ivan memberi pujian.“Tentu saja dok. Namanya juga hubungan ibu dan anak, darah itu pasti mengalir dan saling mengenal.” Kata Vanesha.“Sayang sekali, pak Surya sudah pergi karena katanya ada urusan yang harus dia kerjakan.”“Aku tidak perduli!”“Tuan..” Vanesha menegurnya pelan.“Kalau begitu, saya akan meninggalkan kalian dulu, permisi ya.”Sekarang hanya tinggal Vanesha dan Raditya.“Tuan, anda juga harus dioba

  • Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola   126. Aku Akan Menjagamu, Bu

    Beberapa hari kemudian. Surya merindukan mantan isterinya, Sulastri. Dia pun berniat untuk pergi lagi ke rumah sakit jiwa, padahal sebelumnya dia sudah menemui Sulastri walau mantan isterinya tidak mengetahuinya.“Dimana dokter Ivan?” tanya Surya pada rekan dokter Ivan karena dia tidak menemukan dokter yang biasanya mengurus Sulastri.“Dokter Ivan sedang mengantarkan dua orang untuk menemui pasien.”“Apa? Dua orang? Siapa mereka?”“Maaf Pak, saya tidak tahu. Hanya itu saja pesan dari dokter Ivan.”“Ya sudah, terima kasih.” Tapi, Surya sendiri yang akan pergi menemui Sulastri, juga dia tahu dimana tempatnya.Tap!Langkah kakinya berhenti ketika dekat dengan Sulastri, dan dua orang yang dia kenal, “Raditya?” dia memanggil nama puteranya.“Pak Surya?” tapi Vanesha yang merespon Surya, sedangkan Raditya hanya melihatnya saja.Surya mendekati mereka, disana juga ada dokter Ivan.“Apa yang kau lakukan di sini, Radit?”“Kau sendiri? Kenapa kau datang ke sini?” pertanyaan ketus dari Raditya.

  • Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola   125. Ada Apa Dengan Diriku?

    “Mmm… Tuan, apa yang kita lakukan di dapur ini?” Vanesa curiga.‘Apa sebentar lagi dia akan mencumbuku di sini? Selera yang aneh. Tapi… ah, biarkan sajalah. Yang penting hutangku berkurang dan dia tidak marah-marah.’“Buatkan nasi goreng untukku.”“Ya saya akan melakukan selera aneh anda…. Eh? Ma-maksudnya…. Nasi goreng?”‘Maksudnya gaya ‘Nasi goreng’ kah? Ba-bagaimana gaya itu ya?’Cetak!“Auuchh…” Vanesha memegang keningnya yang dijentik pelan oleh Raditya.“Apa yang kau pikirkan? Aku bilang, buatkan aku nasi goreng. Kau sudah banyak makan kan? Apa kau pikir aku tidak lapar?” Raditya berpangku tangan menunggu pergerakan Vanesha.“Nasi goreng… beneran nasi goreng kan? Beras yang sudah jadi nasi, lalu di goreng di penggorengan pakai garam-“Iya! Bawel banget sih. Cepat buatkan aku nasi goreng, dan harus enak. Telurnya dua, yang di mata sapi kan satu, lalu yang di orak-orek satu. Pedasnya sedang, dan jangan terlalu banyak minyak dan garamnya.”Vanesha masih bingung, “Dengar gak?” tanya

  • Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola   124. Dia Kan Mesum

    Padahal tadinya, suasana sedang hangat dan ramah. Tapi, entah apa yang Andre bisikan padanya, raut wajah Surya jadi murung bercampur kesal. Terasa sekali perubahannya.“Maafkan saya, sepertinya hari ini cukup di sini dulu. Lain waktu, mari kita berkumpul dan mengobrol seperti ini. Vanesha, kau juga harus tetap ikut ya.” Surya berdiri dari kursinya dan tetap berusaha untuk tersenyum ramah pada mereka.“Iya Pak, terima kasih. Tapi, anda belum makan loh.”“Saya bisa makan nanti. Karena ada urusan yang sangat mendesak sekali hari ini. Radity, Ayah pergi dulu. Jaga kesehatanmu.”Tapi Raditya tidak menjawabnya.‘Yah.. paling tidak, Tuan Radity tidak marah.’Buru-buru, Andre dan Surya pergi meninggalkan mereka.“Ya, kalau begitu, aku juga harus pergi.”“Anda mau ke mana, Pak Hendrik?”“Mau pulang menemui calon kakak iparmu. Sebentar lagi kan, kami akan menikah. Oh ya, mungkin selama aku menikah, Vanesha pasti akan semakin banyak kerjaan dan kerepotan. Mohon bantuannya ya. Nanti, kamu akan ak

  • Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola   123. Bisik-Bisik

    “Kenapa? Kau tidak mau menikah denganku?”‘Pertanyaan jebakan ini. Kalau jujur sih, enggak mau. Apalagi tempremental anda yang tinggi ini.’“Ah, sudahlah. Kau hanya diam saja, berarti memang tidak mau.” Raditya kembali melihat kedepan lagi.Vanesha tidak mau membahasnya lagi. Pokoknya, dia mau segera sampai di tujuan agar dia bisa lega.“Sekarang, kau tidak mau. Tapi, ketika mengetahui masa laluku, kau pasti semakin tidak mau, dan mungkin kau akan pergi jauh.”“Mm… Tuan? Memangnya.. ada masa lalu apa?”Raditya kembali melihat Vanesha, kau dengar kan tadi, kalau ibuku berada di rumah sakit jiwa.”“Ya saya tauh… ups…” dengan tangan kanannya ia menutup mulutnya.‘Astaga, kenapa aku tidak bisa mengontrol omongan yang keluar dari mulutku sih?“Apa? Kau tahu kalau ibuku ada di rumah sakit jiwa?” caranya melihat Vanesha seperti menangkap basah akan kesalahan Vanesha.“Itu… kan anda bilang tadi. Juga, disana, mulut anda sendiri yang bicara dan kebetulan saya mendengarnya-“Tidak. Dari cara re

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status