Share

07. Menyembunyikan Makanan

Author: Linilini
last update Last Updated: 2024-09-11 15:59:49

Sayangnya, sang ayah mendadak berbicara, “Sudah, biarkan saja Vanesh, Ayah tidak apa-apa.”

“Tapi Yah, Ayah kan lagi sakit, jalan aja gak kuat. Bu, Melody dan Desi kan masih muda, hanya untuk mengambilkan air minum untuk Ayah, apa susahnya? Juga gak pakai waktu lama.”

Prang!

Kesal, Gema melempar gelas kosong yang ada didekatnya. Takut kena pecahan kaca, Vanesha dan Ayah menjauh, “Apa susahnya? Mereka lagi mau ujian! Kau mau adik-adikmu tinggal kelas?! Lagipula, ayah kamu belum mati kan?”

“Bu--"

“Ssh…. Sshh… sudah, sudah, biarkan saja, Vanesha. Sekarang, Ayah mau ke kamar saja.”

Vanesha menuntun Ayahnya untuk kembali ke kamar. Wajah judes dan angkuhnya Gema, terang-terangan ditunjukan pada mereka berdua.

Dia meletakan ayahnya di pembaringan, “Ayah sudah makan?”

“Tadi… Ayah sudah makan roti.” Ragu-ragu menjawabnya.

“Apa? Roti? Kalau makan nasi?”

Bayu mengangkat wajahnya, dan menggelengkan kepala.

“Hah? Jam segini Ayah belum makan?” Vanesha berdiri ingin keluar dari kamar, “Vanesha, biarkan saja. Ayah juga masih belum lapar kok.”

“Bu, kenapa Ayah masih belum makan? Padahal sudah lewat jam makan malam?”

“Jangankan ayahmu, kami saja belum makan, kenapa kau marah-marah?”

“Kenapa belum makan Bu?” dia melihat ada beberapa potong pizza diatas meja, ditengah-tengah kedua adik tirinya yang katanya sedang belajar, padahal sibuk dengan ponselnya.

“Memangnya siapa yang masakin? Kaunya aja baru pulang sekarang.” Jawabnya tanpa merasa bersalah.

“Ya ampun Bu, kenapa gak Ibu saja yang masak?” Vanesha mengusap wajahnya, rasanya sudah marah ditambah lagi capek.

“Apa? Enak sekali kau menyuruhku masak untuk ayahmu?”

“Bu, tapi dia kan suamimu, Bu.”

“Tapi dia Bapakmu kan? Dianya saja sakit-sakitan, gak kasih uang, gak bantu, untuk apa?”

“Ck…” habis energinya marah-marah terus, “Kalau tidak bisa masak lauk, masak nasi kan bisa, dan lauknya dibeli diwarung. Tapi masih sempatnya beli pizza yang harganya lebih mahal.” Ucapnya sambil berjalan menuju dapur.

“Apa yang kau katakan? Hey! Dasar anak tidak tahu sopan santun kamu ya!” Gema mengejarnya kedapur.

Vanesha mengecek kulkas, mencari bahan yang bisa diolah untuk dimakan.

Untunglah masih ada dua butir telur. Diambilnya dan hampir terjatuh dari tangannya ketika Gema menarik rambutnya dari belakang, “Kau bilang apa tadi? Hah?!”

“Akh… lepaskan aku Bu, aku ingin masak.”

“Apa? Telur itu, jangan kau masak sekarang karena itu buat sarapan adik-adikmu! Letakan itu lagi kedalam kulkas.”

“Bu, masih ada tempe dan tahu.”

“Tidak! Itu buat adik-adikmu, letakan itu sekarang!”

Karena rasanya sakit rambutnya yang ditarik, Vanesha pun mengalah.

“Hmph! Udah gak ngasih uang belanja, seenaknya pakai telur.” Dia melepaskan tangannya dari kepala Vanesha tapi masih mengomel.

Uang belanja? Bahkan semuanya, Vanesha yang beli dengan uangnya sendiri. Tapi, percuma jika Vanesha mengatakan itu.

Tidak bisa memakai telur, dia pun hanya menggoreng tahu dan tempe saja. Merebus sayur pakchoy yang mana tidak disukai ibu dan saudari tirinya.

Untungnya mereka bertiga sudah makan, jadi mereka tidak berteriak minta makan.

Ada dua piring, satu untuknya dan satunya lagi untuk ayahnya. Dua piring itu dibawanya ke kamar, untuk makan bersama. Vanesha tahu, ibu tirinya menatap tajam padanya ketika melewatinya, tapi dia tidak mau perduli.

“Ayah, makan dulu ya, habis itu minum obatnya.”

Bayu melihat kedua piringnya yang lauk sederhana, “Maafkan Ayah ya Vanesh. Karena Ayah yang sakit-sakitan begini, Ayah jadi tidak bisa mencari uang untuk memenuhi nafkah kamu dan lainnya.”

“Jangan katakan itu, Yah. Aku juga sudah dewasa, dan bisa mencari pekerjaan. Tidak ada yang bisa disalahkan dari orang yang sedang sakit. Asal Ayah sehat saja, aku sudah senang.” Vanesha mulai menyantap makanannya, lalu Bayu pun ikut makan.

“Ayah malu.” Suara Ayah bergetar menahan tangis.

Mulut Vanesha mengunyah dan melihat wajah ayahnya yang penuh penyesalan. Sebenarnya dia juga ingin menangis, tapi berusaha keras untuk menahannya agar Ayahnya tidak semakin sedih.

“Ayah, mulai besok, aku akan bekerja pagi-pagi sekali. Ayah harus janji sama aku, agar bisa menjaga diri. Makan kalau waktunya makan, dan minum obat kalau sudah waktunya juga. Kalau Ayah sakit sementara aku bekerja, aku jadi tidak tenang disana. Aku mau, Ayah sehat dan panjang umur, karena hanya Ayah saja yang Vanesha punya Yah.”

Akhirnya tidak bisa menahannya lagi, air pertamanya sudah mengalir di pipi.

Sang ayah juga melihatnya.

Bibir pria tua itu bergetar. Dia juga menangis, dan mengusap wajahnya. Mereka berdua, sama-sama menangis sambil makan.

Sesuatu yang tak akan pernah Vanesha lupakan selamanya.

Hari berikutnya, jam enam pagi, Vanesha sudah bersiap untuk berangkat bekerja dengan motornya.

Tadi, ia sudah menyiapkan sarapan untuk orang yang ditingalkan di rumah.

Agar ibu tirinya tidak menghabiskan jatah makanan untuk ayahnya, sengaja Vanesha menyembunyikan makanan untuk ayahnya di kamarnya.

“Ayah, aku akan pergi. Simpan makanan ini, dan kalau sudah lapar, makanlah. Nanti malam, aku akan bawa makanan lagi. Jangan tahu ibu ya.”

“Iya Nak, hati-hati dijalan, jangan mengebut bawa motor. Kamu sering sekali mengebut dijalan.”

Vanesha mencium punggung tangan ayahnya untuk berpamitan.

Ayahnya mengantarnya sampai didepan pintu saja, demi melihat puterinya pergi.

Satu jam kemudian, Vanesha akhirnya sudah tiba di tempat kerjanya.

Namun, ia terkejut kala menyadari sesuatu.

“Apa? Ini 'kan… rumah? Kenapa aku disuruh datang ke sini?" lirihnya tanpa sadar, "Katanya langsung ke tempat kerja?”

“Permisi, Anda siapa dan mau bertemu dengan siapa?”

Dua security mendadak menahan Vanesha yang masih berdiri di depan gerbang.

Sebab, tindakan gadis itu sungguh mencurigakan!

Tentu saja, Vanesha terkesiap. "A--aku..."

Sementara itu...

Tak peduli dengan kepanikan Vanesha yang tengah dihadang securitynya, Raditya tampak berbicara dengan Hendrik lewat saluran telepon. “Iya aku sudah lihat gadis aneh itu!" ucapnya sembari tersenyum santai di dekat jendela..

Entah mengapa, Raditya suka melihat berbagai macam reaksi Vanesha yang benar-benar polos dan menghibur.

Sesuatu yang tak pernah dia dapatkan selama ini dari ....

Tunggu!

Raditya tertegun. Kenapa dia mendadak aneh dengan dirinya sendiri?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Diandra Firansyah
kasihan bgt smp nyembunyiin makanan. itu knp sm si Adit?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola   128. Ayah mertua

    Sudah dua minggu sejak Raditya mengutarakan perasaannya pada Vanesha, dan masih tidak berubah pikiran. Malahan, dia semakin manja dan bergantung pada Vanesha, setiap menit.“Permisi, dengan nona Vanesha?” seorang kurir menghampiri Vanesha yang sedang menunggu Raditya syuting.“I-iya? Itu aku?”“Ini, pesanan makanannya. Semuanya sudah dibayar, tinggal diterima saja.”“Oh iya, terima kasih Pak.” Setelah menerima pesanan yang ternyata isinya makanan, Vanesha melihat Raditya. Pria itu, melambaikan tangan dan tersenyum padanya.Karena disuruh untuk istirahat, Raditya datang dan menghampiri Vanesha, duduk disampingnya, dan menyandarkan kepala dibahunya, “Hah…”“Tuan, makanan ini, apa anda mau langsung memakannya?”“Sudah aku bilang jangan panggil aku ‘Tuan’. Aku kan sudah melarangmu.”“Mana bisa saya melakukan itu. Namanya tidak sopan.”“Kan aku yang suruh. Pokoknya, aku akan marah kalau kau melakukan itu lagi.”“Tapi-“Makanannya sudah datang kan? Tapi, kenapa tidak kau makan? Sampai sudah

  • Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola   127. Aku Bisa Gila

    Keadaan Sulastri sudah semakin membaik. Dia sekarang berbaring diranjangnya, dan Radtiya juga Vanesha masih disana untuk menjaganya. Raditya mulai bisa menyentuh dan dekat dengan ibunya, padahal sebelumnya belum pernah bisa berdiri dengan jarak yang dekat.Karena ibunya sudah tenang dan tidur, Dokter Ivan mengajak mereka berdua untuk pergi dan membiarkan Sulastri beristirahat sendiri.“Saya terkejut, karena hari ini, nyonya Sulastri lebih ramah dari sebelumnya. Walau sempat tadi dia mengamuk dengan pak Surya. Tapi saya tidak menyangka dia akan luluh dengan anda.” Kata dokter Ivan memberi pujian.“Tentu saja dok. Namanya juga hubungan ibu dan anak, darah itu pasti mengalir dan saling mengenal.” Kata Vanesha.“Sayang sekali, pak Surya sudah pergi karena katanya ada urusan yang harus dia kerjakan.”“Aku tidak perduli!”“Tuan..” Vanesha menegurnya pelan.“Kalau begitu, saya akan meninggalkan kalian dulu, permisi ya.”Sekarang hanya tinggal Vanesha dan Raditya.“Tuan, anda juga harus dioba

  • Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola   126. Aku Akan Menjagamu, Bu

    Beberapa hari kemudian. Surya merindukan mantan isterinya, Sulastri. Dia pun berniat untuk pergi lagi ke rumah sakit jiwa, padahal sebelumnya dia sudah menemui Sulastri walau mantan isterinya tidak mengetahuinya.“Dimana dokter Ivan?” tanya Surya pada rekan dokter Ivan karena dia tidak menemukan dokter yang biasanya mengurus Sulastri.“Dokter Ivan sedang mengantarkan dua orang untuk menemui pasien.”“Apa? Dua orang? Siapa mereka?”“Maaf Pak, saya tidak tahu. Hanya itu saja pesan dari dokter Ivan.”“Ya sudah, terima kasih.” Tapi, Surya sendiri yang akan pergi menemui Sulastri, juga dia tahu dimana tempatnya.Tap!Langkah kakinya berhenti ketika dekat dengan Sulastri, dan dua orang yang dia kenal, “Raditya?” dia memanggil nama puteranya.“Pak Surya?” tapi Vanesha yang merespon Surya, sedangkan Raditya hanya melihatnya saja.Surya mendekati mereka, disana juga ada dokter Ivan.“Apa yang kau lakukan di sini, Radit?”“Kau sendiri? Kenapa kau datang ke sini?” pertanyaan ketus dari Raditya.

  • Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola   125. Ada Apa Dengan Diriku?

    “Mmm… Tuan, apa yang kita lakukan di dapur ini?” Vanesa curiga.‘Apa sebentar lagi dia akan mencumbuku di sini? Selera yang aneh. Tapi… ah, biarkan sajalah. Yang penting hutangku berkurang dan dia tidak marah-marah.’“Buatkan nasi goreng untukku.”“Ya saya akan melakukan selera aneh anda…. Eh? Ma-maksudnya…. Nasi goreng?”‘Maksudnya gaya ‘Nasi goreng’ kah? Ba-bagaimana gaya itu ya?’Cetak!“Auuchh…” Vanesha memegang keningnya yang dijentik pelan oleh Raditya.“Apa yang kau pikirkan? Aku bilang, buatkan aku nasi goreng. Kau sudah banyak makan kan? Apa kau pikir aku tidak lapar?” Raditya berpangku tangan menunggu pergerakan Vanesha.“Nasi goreng… beneran nasi goreng kan? Beras yang sudah jadi nasi, lalu di goreng di penggorengan pakai garam-“Iya! Bawel banget sih. Cepat buatkan aku nasi goreng, dan harus enak. Telurnya dua, yang di mata sapi kan satu, lalu yang di orak-orek satu. Pedasnya sedang, dan jangan terlalu banyak minyak dan garamnya.”Vanesha masih bingung, “Dengar gak?” tanya

  • Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola   124. Dia Kan Mesum

    Padahal tadinya, suasana sedang hangat dan ramah. Tapi, entah apa yang Andre bisikan padanya, raut wajah Surya jadi murung bercampur kesal. Terasa sekali perubahannya.“Maafkan saya, sepertinya hari ini cukup di sini dulu. Lain waktu, mari kita berkumpul dan mengobrol seperti ini. Vanesha, kau juga harus tetap ikut ya.” Surya berdiri dari kursinya dan tetap berusaha untuk tersenyum ramah pada mereka.“Iya Pak, terima kasih. Tapi, anda belum makan loh.”“Saya bisa makan nanti. Karena ada urusan yang sangat mendesak sekali hari ini. Radity, Ayah pergi dulu. Jaga kesehatanmu.”Tapi Raditya tidak menjawabnya.‘Yah.. paling tidak, Tuan Radity tidak marah.’Buru-buru, Andre dan Surya pergi meninggalkan mereka.“Ya, kalau begitu, aku juga harus pergi.”“Anda mau ke mana, Pak Hendrik?”“Mau pulang menemui calon kakak iparmu. Sebentar lagi kan, kami akan menikah. Oh ya, mungkin selama aku menikah, Vanesha pasti akan semakin banyak kerjaan dan kerepotan. Mohon bantuannya ya. Nanti, kamu akan ak

  • Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola   123. Bisik-Bisik

    “Kenapa? Kau tidak mau menikah denganku?”‘Pertanyaan jebakan ini. Kalau jujur sih, enggak mau. Apalagi tempremental anda yang tinggi ini.’“Ah, sudahlah. Kau hanya diam saja, berarti memang tidak mau.” Raditya kembali melihat kedepan lagi.Vanesha tidak mau membahasnya lagi. Pokoknya, dia mau segera sampai di tujuan agar dia bisa lega.“Sekarang, kau tidak mau. Tapi, ketika mengetahui masa laluku, kau pasti semakin tidak mau, dan mungkin kau akan pergi jauh.”“Mm… Tuan? Memangnya.. ada masa lalu apa?”Raditya kembali melihat Vanesha, kau dengar kan tadi, kalau ibuku berada di rumah sakit jiwa.”“Ya saya tauh… ups…” dengan tangan kanannya ia menutup mulutnya.‘Astaga, kenapa aku tidak bisa mengontrol omongan yang keluar dari mulutku sih?“Apa? Kau tahu kalau ibuku ada di rumah sakit jiwa?” caranya melihat Vanesha seperti menangkap basah akan kesalahan Vanesha.“Itu… kan anda bilang tadi. Juga, disana, mulut anda sendiri yang bicara dan kebetulan saya mendengarnya-“Tidak. Dari cara re

  • Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola   122. Mengajukan Lamaran?

    “Saya… saya hanya anda nanti, tidak menyesalinya…?”Raditya tiba-tiba memeluknya. Vanesha kebingungan, dia pikir, dia akan mendapat perlakukan kasar dari bos-nya, ternyata tidak.“Tu-Tuan?” panggilnya dengan lembut.‘Apa dia… sangat sedih ya?’“Aku benci padanya. Dia… dia sudah menyakitiku dan ibuku. Aku… membencinya.” Suaranya memelan, masih menyembunyikan wajahnya dibahu Vanesha.Vanesha kasihan pada Radit. Dia jadi tidak bisa memaksa atau kecewa padanya lagi. Untuk menenangkannya, Vanesha mengusap punggung Radit, “Tuan, tidak apa-apa anda membencinya, tapi… anda yang akan terus sakit hati dan tidak tenang memiliki dendam pada ayah anda. Maaf, saya tahu, rasanya pasti sangat berat memaafkan orang yang sudah menyakiti kita dari dulu.”Raditya tidak mengatakan apa-apa, tapi dia mengeratkan kedua tangannya memeluk Vanesha.“Anda tahu kan? Kalau saya juga memiliki ibu tiri dan saudari tiri. Sudah berapa kali, saya sakit hati dan kecewa padanya. Sering berhutang, kabur, dan menyakitiku b

  • Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola   121. Maafkan Saya Tuan

    Vanesha bisa merasakan suasana yang menegangkan diantara Surya dan Raditya. Vanesha berharap, mereka berdua tidak bertengkar hebat dan membuat keributan.Untungnya Surya tidak membahasnya lagi, karena tangan Raditya sudah dikepalkan dan rahangnya mulai mengeras.“Radit, ini.” Surya mengeluarkan map berwarna cokelat yang masih dillitkan talinya, diberikan pada Raditya. Pria muda itu, hanya melihatnya saja, tanpa mau mengambilnya, ‘Apa itu?’ kecuali Vanesha yang penasaran.“Vanesha, tolong kau buka, dan bacakan apa isinya supaya Raditya tahu.”“Iya Pak-“Jangan menyentuhnya!” larangan dari Radity, membuat tangan Vanesha berhenti.“Kenapa, Tuan? Anda kan tidak tahu apa isinya.”“Pokoknya jangan dibuka! Walau aku tidak tahu, tapi aku tidak mau tahu isinya.”“Apa kau takut mengakui kemenanganku, Radity?”“Hmp!”“Aku juga ingin memberitahukan pada Vanesha. Memangnya salah? Vanesha, tolong buka dan bacakan.”“Ta-tapi…” Vanesha ragu dan melihat Raditya yang memancarkan aura bencinya.“Tidak a

  • Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola   120. Kapan Ulangtahunmu?

    Ceklek!Andre terkejut ketika melihat isteri atasannya tiba-tiba saja masuk ke dalam ruang kerjanya.“Nyonya Widya, apa yang anda lakukan di sini?” dirinya sedang sibuk menyelesaikan pekerjaan yang Surya perintahkan.“Andre, dimana suamiku? Kenapa dia tidak ada di ruangannya?”“Ya? Apakah anda baru dari sana?”“Andre, kalau kau tidak tahu, aku tidak akan datang kesini dan menemuimu untuk buang-buang waktu.” Widiya berpangku tangan menatap rendah pada Andre.“Nyonya Widya, saya juga tidak tahu kemana pak Surya. Karena saya pikir, beliau memang masih ada di sana.”“Andre, tidak mungkin kau tidak tahu kemana dia. Cepat katakan!”“Hah… Nyonya Widya, apa anda pikir, kalau Pak surya tidak akan marah dan kecewa pada anda yang seperti ini? Seharian ini, saya diberi banyak pekerjaan dan tidak bisa keluar dari ruangan ini kalau belum menyelesaikannya. Jadi, bagaimana saya bisa tahu beliau ada di mana? Kalau di ruangannya tidak ada?”‘Benar-benar menyebalkan. Mentang-mentang dia adalah isteri da

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status