Share

Berjuang untuk Hidup

Author: DELEPU
last update Last Updated: 2022-09-22 18:14:22

"Aku harus mengurus pemakaman. Jaga Alea dan bayiku baik-baik!"  

Alea mendengar suara langkah kaki Carlos menghilang seiring pintu ruangan yang tertutup. 

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?"  

Alea merasakan napas seseorang menerpa wajahnya.  

"Kamu akan membiarkan anak ini tetap hidup?"  

"Tidak ada cara lain. Aku tidak mau kehilangan Carlos dan harta yang didapatnya."  

Sejenak, suasana terdengar hening.  

"Untuk berjaga-jaga, bunuh saja bayinya. Aku tidak mau bayiku mempunyai saingan dalam mendapatkan kasih sayang ayahnya. Buat itu seperti kecelakaan!"  

Alea tersentak. Dia panik.  

"Serahkan padaku! Obat ini akan membuat rahimnya berkontraksi, dan bayinya akan lahir prematur. Aku yakin, bayi itu tidak akan selamat."  

'Tidak! Jangan sakiti bayiku! Jangan sentuh dia!' jerit Alea.  

Kening Alea mengernyit saat sebuah suntikan menembus kulitnya. 'Tolong! Siapapun, tolong aku. Jangan biarkan mereka menyakiti bayiku. To-long!' Kesadaran Alea menghilang. Dia kembali pingsan.  

***

Alea tersadar saat bau disinfektan menyeruak kuat dalam Indra penciumannya. Terdengar, suara samar yang konsisten. Alea yakin, itu suara dari alat berside monitor. 

"Ingat! Prioritas utama kalian adalah istriku. Selamatkan dia! Bagaimana pun caranya!"  

Alea tersentak. Dia mengenali suara pria yang berbicara, itu adalah Carlos.  

'Apa yang terjadi? Aku kenapa?' batin Alea bertanya-tanya.  

Alea mengerang saat merasakan tubuhnya berat tidak bisa di gerakkan. Dia terkesiap begitu sadar tidak merasakan rasa sakit yang sebelumnya dialami. Bahkan, Alea tidak bisa merasakan gerakan di perutnya.  

'Bayiku, apa dia baik-baik saja?' Alea mulai panik.  

"Jadi, anda merelakan bayi anda?"  

"Ya, aku tidak peduli dengan bayi itu. Selamatkan saja istriku. Jangan membuat luka sayat berlebihan, aku tidak mau istriku mendapat bekas luka yang lebar."  

"Baik tuan! Kalau begitu, silahkan tunggu di luar. Kami akan memulai operasi!" 

Terdengar suara langkah kaki yang menjauh, disertai dengan suara deritan pintu yang tertutup.  

'Operasi? Kenapa mereka harus melakukan operasi padaku?' 

Alea mengernyit saat merasakan cairan dingin memasuki tubuhnya. 'Tidak! Jangan sentuh aku. Tolong! Jangan sakiti bayiku!'  

Alea tidak tahu pasti apa yang dilakukan orang-orang pada tubuhnya. Dia hanya merasakan beberapa sentuhan saja. Tapi, dari pembicaraan mereka, Alea yakin saat ini dirinya sedang menjalani operasi sesar untuk mengeluarkan bayinya.  

"Dok! Bayinya terlihat!"  

"Segera keluarkan! Siapkan labu darah! Tekanan darah pasien menurun."  

Alea merasakan sedikit ngilu di perutnya. Tak lama, dia mendengar suara tangis bayi.  

"Dok! Bayinya laki-laki!"  

'Bayiku ... syukurlah kamu selamat, Nak!' batin Alea tertawa. Terharu mendengar suara tangis bayinya. 'Bayiku selamat. Terima kasih Tuhan!"  

"Dokter, biar saya saja yang mengurus bayi itu. Mari, berikan kepada saya!"  

Alea tersentak mendengar Kevin meminta bayinya. Dia pun panik. 

'Tidak! Jangan biarkan orang itu mendekati bayiku. Jauhkan dia! Jangan berikan bayiku padanya. Tidak!"  

Lagi-lagi, kesadaran Alea menghilang. Kegelapan Menenggelamkan dirinya dalam ketidaksadaran. 

***

Silau. Alea membuka mata saat secercah cahaya menyilaukan penglihatannya.  

Awalnya, Alea pikir dirinya bermimpi. Namun, setelah melihat seorang perawat paruh baya sedang mengecek labu infus disampingnya, Alea yakin dirinya memang siuman.  

'Bayiku? Apa dia baik-baik saja?' 

Alea tersentak begitu teringat pada bayinya. Dia harap, Kevin tidak menyakitinya.  

"Suster, dimana bayiku?" 

Alea mengeluarkan suara. Dia lega kala mendengar suaranya sendiri. 

"Anda sudah bangun nyonya? Saya akan panggilkan dokter."  

Perawat yang Alea tanya hendak pergi, namun Alea lebih dulu mencekal tangannya.  

"Tunggu suster! Tolong jangan katakan apapun pada dokter," pinta Alea dengan wajah panik. Teringat dengan Kevin dan Fiona yang ingin menyakitinya. 

"Tapi Nyonya, dokter harus segera memeriksa keadaan Anda." Nampak, rasa heran yang kentara dalam raut wajah perawat tersebut. 

Alea menggeleng. "Suster, seseorang ingin mencelakaiku dan bayiku. Tolong percaya padaku! Aku mohon, tetaplah diam. Jangan beritahu siapapun kalau aku sudah bangun," pinta Alea memelas.  

"Nyonya, anda mungkin bermimpi. Tidak ada orang yang akan menyakiti Anda." Perawat melepaskan cekalan tangan Alea, lalu beranjak pergi. "Saya akan panggilkan dokter agar anda segera diperiksa."  

Alea panik. Tanpa memperdulikan rasa sakit di tubuhnya, dia mencabut jarum infus yang tertancap di punggung tangannya, kemudian turun dari tempat tidur.  

Argh! 

Alea meringis saat merasakan rasa sakit yang amat sangat mendera perutnya. Dia menggigit bibir seraya duduk di pinggir ranjang.  

"Ya ampun, nyonya! Kenapa turun dari ranjang?" Perawat paruh baya yang hendak keluar berbalik, lalu menghampiri Alea. "Anda baru selesai menjalani operasi dua jam lalu. Anda masih harus istirahat." 

"Dimana bayiku?" tanya Alea tanpa memperdulikan peringatan dari perawat.  

"Bayi anda aman. Dia ada di ruang NICU. Anda tidak perlu khawatir."  

"Ruang NICU?" Muncul sedikit rasa lega dalam hati Alea saat mendengar bayinya baik-baik saja. "Aku harus segera ke sana."  

"Tidak nyonya! Anda harus tetap disini. Berbaringlah! Saya akan menyuntik obat penenang untuk anda." 

Perawat memaksa Alea berbaring.  

Alea pun panik saat perawat mengambil sebuah suntikan dari baki yang terletak di atas nakas. 

"Suster, Aku mohon, jangan berikan obat apapun," pinta Alea. "Aku berjanji akan tenang."  

Perawat terlihat ragu. Namun, Alea buru-buru memasang wajah meyakinkan. Dia bahkan dengan sukarela mengatur posisi tidurnya. 

"Baiklah! Tunggu disini sebentar, saya akan panggilkan dokter." Perawat pergi, meninggalkan Alea sendirian.  

Alea menatap kepergian perawat. Begitu pintu kamar tertutup, dia kembali bangun. Tidak diperdulikannya rasa sakit yang mendera. Alea memaksakan diri turun dari tempat tidur, lalu pergi keluar kamar. 

Sekilas, Alea melirik jam di lorong depan kamar yang menunjukkan pukul 21.30. Dia yakin, para perawat di ruang NICU sudah pulang, hanya tersisa perawat jaga saja. Tanpa membuang waktu, Alea berjalan ke ruang NICU dengan tertatih-tatih. 

"Bagaimana bisa kalian kehilangan istriku?"  

Alea tersentak saat mendengar suara Carlos. Buru-buru, dia bersembunyi di balik dinding. Nampak, pria itu keluar dari ruang NICU yang berjarak beberapa meter dari tempat Alea berdiri. 

"Bodoh kalian semua! Menjaga satu wanita saja tidak becus." 

Alea mengintip ke arah lorong. Carlos berjalan melewatinya sambil marah-marah. Alea yakin, suaminya sudah mengetahui kalau dirinya kabur.  

Begitu Carlos menjauh, Alea bersiap keluar dari persembunyian. Tapi, sebuah tangan mencekal tangannya. Alea kaget melihat perawat yang tadi merawatnya tiba-tiba ada di hadapannya.  

"Suster Anda–."  

"Ssst! Jangan keluar! Tetaplah bersembunyi!" potong perawat. Wajahnya terlihat pucat. Dia nampak ketakutan. "Anggap ini sebagai permintaan maaf karena sudah tidak mempercayai anda."  

Alea bingung dengan sikap perawat paruh baya dihadapannya.  

"Anda harus segera pergi dari sini, Nyonya. Nyawa anda dan bayi anda sedang dalam bahaya," tukas perawat. Menjawab kebingungan Alea.  

"Suster, kamu mau membantuku?" tanya Alea meyakinkan.  

Perawat tersebut mengangguk. "Tunggu disini! Saya akan membawa bayi anda. Banyak pengawal di depan ruang NICU, terlalu berbahaya jika anda pergi ke sana sendirian."  

"Tapi suster–."  

Belum sempat Alea bicara, perawat itu lebih dulu pergi. Alea mengusap air matanya. Dia memperhatikan kepergian perawat paruh baya dengan harap-harap cemas. 

Nampak, penjaga berbicara serius pada perawat, lalu membiarkannya masuk ke dalam ruang NICU. 

Tak lama setelah perawat masuk ke ruang NICU, perawat itu keluar dengan membawa sebuah kotak inkubator. 

Tangis Alea pun pecah begitu melihat bayi laki-laki dalam kotak kecil yang perawat dorong.  

"Bayiku," isak Alea.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengkhianatan Suami & Ibu Tiri   Saling Mengancam

    "Nyonya Alea?" Kening Alea mengernyit. Mendengar seseorang memanggil namanya. Dia perlahan membuka mata, kemudian memutar sedikit kepala untuk melihat orang yang memanggilnya. Alea terkesiap melihat sosok pria yang semalam ditemuinya. Bibir Alea seketika tersenyum, lalu mengedarkan pandangan. Mencari keberadaan anak laki-laki yang semalam sudah berhasil mencuri hatinya. 'Akhirnya, kamu datang juga,' batin Alea. Tanpa mengindahkan keberadaan Liam.Liam mengeratkan rahang begitu melihat senyum di bibir Alea. Reaksi Alea yang tiba-tiba terlihat senang memberitahu Liam tentang Alea yang ingin kembali bertemu Ansel. Liam pun mendengus. Merutuki perbuatan licik yang Alea lakukan. Liam yakin, Alea memang sudah mengambil gantungan kalung milik putranya. "Anda tidak akan mendapatkan apa yang anda inginkan dengan mudah, nyonya," tutur Liam dengan nada dingin. Senyum di wajah Alea memudar. Tatapannya tertuju pada liam yang menatap datar dirinya. Alea sadar, anak laki-laki yang dari semalam

  • Pengkhianatan Suami & Ibu Tiri   Perasaan Iri

    "Siapkan pesawat! Kita pergi menyusul mereka." "Apa?!" Darvin tercengang mendengar perintah atasannya. Tidak menyangka Liam akan repot-repot menyusul Alea dan keluarganya. Padahal, pekerjaan pria itu sangat banyak. Dan tidak biasanya Liam pergi meninggalkan pekerjaannya."Maaf tuan, apa maksud anda kita akan pergi menyusul Nyonya Alea?" tanya Darvin dengan hati-hati. Memastikan perintah yang baru saja didengarnya. Liam melayangkan tatapan dinginnya. "Apa perintahku kurang jelas? Aku tidak suka mengulang perintah." "Ma-maaf Tuan! Saya akan segera menyiapkan pesawat," sahut Darvin seraya menegakkan badan. Gugup mendapatkan tatapan dingin dari Liam. Meski atasannya tersebut tidak terlihat marah, tapi Darvin tahu Liam bukan pria yang banyak berkata. Dia tidak suka menunggu atau mengulang perintah. Pria itu lebih baik kehilangan bawahan dari pada harus mengulang perkataannya. Tidak mau kehilangan pekerjaan yang sudah lima tahun ini dijabatnya, Darvin pun segera undur diri dari hadapa

  • Pengkhianatan Suami & Ibu Tiri   Jalan untuk Bertemu

    "Tangisanmu tidak akan berpengaruh pada papah, Ansel. Jangan harap Papah akan memaafkanmu begitu saja." Liam menolak permohonan putranya dengan tegas. Ansel merapatkan bibir. Menahan isakannya agar tidak keluar. Takut Liam akan semakin marah. Aliana menatap kakak dan keponakannya bergantian. Merasa iba pada Ansel. Dia ingin membela keponakannya, namun takut Liam akan berbalik marah padanya. Aliana pun hanya diam tanpa mampu berbuat apa-apa. "Sekarang katakan! Kenapa semalam kamu membuat masalah?" Liam mempertanyakan alasan Ansel kabur dari pesta. Dengan tangan bergetar, Ansel mengambil buku tulisnya dari tangan Liam, lalu mengambil pulpen dari Aliana. Ansel menuliskan sesuatu pada kertas yang terbuka dihadapannya. 'Maaf!' Ansel menunduk seraya memperlihatkan tulisan tersebut. Liam menatap putranya dalam-dalam, jika kata maaf sudah keluar, artinya Ansel tidak akan memberikan penjelasan apapun. "Papah khawatir!" Ansel mendongak mendengar dua kata yang ayahnya ucapkan. Matanya be

  • Pengkhianatan Suami & Ibu Tiri   Bibi Berbaju Merah

    Keesokan harinya, terjadi kerusuhan di rumah keluarga Abraham. Ansel, cucu tunggal keluarga Abraham, mogok makan dan tidak mau membuka mulut sedikit pun. Aliana yang sudah Liam percaya untuk menjaga Ansel pun bingung. Dia tidak mau Liam menjauhkan Ansel darinya. "Ansel, tolong jangan membuatku susah. Ayahmu sudah marah padaku karena kejadian semalam, buka mulutmu dan makanlah!" pinta Aliana setengah memelas. Takut kondisi Ansel kembali drop hingga Liam menyalahkannya. Selama ini, Liam sangat protektif pada putranya. Dia tidak membiarkan siapapun berdekatan dengan Ansel, termasuk orangtua dan adiknya. Liam tidak mempercayakan pengawasan Ansel pada orang lain. Namun dua tahun lalu, setelah Aliana membujuk Liam dengan menjanjikan akan membuat Ansel sembuh dari speech delaynya dan tidak akan membiarkan Ansel kekurangan kasih sayang seorang ibu, Liam pun akhirnya mempercayakan pengawasan Ansel pada adiknya, mengingat dirinya yang memang tidak bisa berceloteh banyak seperti yang Aliana l

  • Pengkhianatan Suami & Ibu Tiri   Saling Menginginkan

    Beberapa jam berlalu. Begitu Calros dan Fiona pergi ke kamar mandi, Alea membuka mata. Tadi, dia hanya berpura-pura tidur untuk menghindari Carlos. Alea tidak sudi melayani suaminya. Selama empat tahun ini, Alea harus bertahan dengan Calros dan Fiona yang tidak punya malu berhubung badan dihadapannya. Alea muak. Dia ingin menghentikan mereka, namun tidak ada yang bisa Alea lakukan selain menghindar. Biasanya, Alea pura-pura tidur atau mengamuk histeris untuk menghindari sentuhan Carlos. Namun, hal itu kadang tidak berguna jika Carlos ataupun Fiona menggunakan obat perangsang untuk membuatnya terlibat dalam percintaan. Air mata Alea menetes. Menangis tanpa suara. Tidak mudah bertahan hidup dalam kebobrokan moral yang dilakukan oleh suaminya. Carlos sebagai suami tidak memikirkan perasaan Alea yang harus melihat percintaannya dengan wanita lain. Alea sadar, dirinya mulai gila. Bahkan mungkin sudah gila seperti yang sering Fiona katakan. Tapi sayang, sejak empat tahun lalu, kesadara

  • Pengkhianatan Suami & Ibu Tiri   Kegemparan Saat Pesta

    Alea berjalan menuju rumah dengan langkah anggun. Senyum manis terukir di wajahnya. Tidak dipedulikannya sepatu dan ujung gaunnya yang kotor terkena lumpur, bahkan pakaiannya pun basah karena air hujan."Alea dari mana saja kamu?"Carlos menghampiri Alea dengan wajah cemas. Dia menilik penampilan istrinya. Carlos terkesiap melihat luka di pergelangan tangan Alea."Alea kamu melukai diri sendiri lagi?" Alea menarik tangannya dari genggaman Carlos. Dia menatapnya dengan tatapan dingin. "Jangan sentuh!" Alea menyembunyikan luka di tangannya.Plak! Tiba-tiba, sebuah tamparan mendarat di wajah Alea. Nampak, Fiona berdiri dihadapannya dengan wajah geram."Dasar wanita gila! Bisa-bisanya kamu pergi di tengah pesta. Kamu hampir menghancurkan pesta ulang tahun putraku," teriak Fiona. Dia hendak melayangkan kembali pukulannya, namun Carlos lebih dulu menahan laju tangannya. "Cukup!" cegah Carlos dengan tegas. "Jangan berlebihan!" Fiona mendelik. "Berlebihan? Dia–." "Oma, aku mengangtuk."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status