Bab 9"Lita ... Lita ..., bangun kamu! Heh!" Ririn mengguncang tubuh anaknya yang baru saja terlelap."Dasar kebo ya kamu, ditinggal sebentar ke bawah, langsung molor," sengit Ririn."Apa sih, Ma. Orang ngantuk juga." Lita menyentak tubuhnya. Tangan Ririn terlepas."Ammar mau menceraikan kamu!" ucap Ririn tanpa basa-basi."Hah?" Lita terduduk, dengan wajah masih berpoles make up dan rambut acak-acakan. "Jangan bercanda, Ma!" ucapnya tak percaya."Serius, tadi Ammar bilang, kalau kamu tidak berubah, bisa jadi kalian akan bercerai."Seolah seperti orang baru sadar, Lita mengibas angin tepat di depan wajah Ririn."Halah, paling juga ancaman belaka, Ma. Mana mungkin dia akan menceraikan aku. Lagian nih, pasti auto malu lah, dia kan tahu gimana rasanya punya orang tua nggak lengkap. Aku yakin, dia tidak akan melakukan hal itu, kalau dia sayang Arumi, aku yakin dia tidak akan memberikan Arumi orang tua yang tidak lengkap." Begitu percaya dirinya Lita berucap."Jika benar itu terjadi bagaima
Bab 10"Nggak cuma tanya apa ada yang mau nitip makanan, gue jawab aja langsung enggak.""Ooh ...." Lita sama sekali tak curiga dengan gerak-gerik teman kerjanya itu. Dia kembali berkutat pada ponselnya.[Ta, mama telponin daritadi nggak diangkat-angkat][Mama mau ngasih tau, mertua sama Arumi dan baby sitter kamu keluar dari rumah][Mama sempat nanya, tapi mertua kamu diam aja. Coba deh kamu telpon mertua kamu?]"Mama lebay banget deh ah. Perkara mereka keluar rumah aja pake lapor. Nggak ada apa hal yang lebih penting," ngomel Lita seraya membuka aplikasi lainnya."Masalah lagi?" tanya Dea."Ya biasalah, nyokap gue orang paling lebay. Masa iya, mertua, anak, dan baby sitter keluar rumah pake ngelapor segala ke gue. Kan nggak penting banget ya," jelas Lita dengan suara sedikit tinggi."Yaelah. Gitu aja lu sensi amat. Wajar aja lah emak lu lapor, kan mertua lu bawa anak lu keluar rumah, emangnya lu nggak mikir gimana gitu, khawatir paling tidak," sahut Dea seraya menyunggingkan sedikit
Bab 11[Mas ... dimana? Aku lagi bete nih! Bisa keluar nggak]Lita mengirim pesan pada seseorang beberapa saat setelah menenggak habis minumannya. Tak perlu sepertinya Lita menunggu, selang satu menit, pesannya pun terbalaskan.Seperti tak kenal waktu, padahal sudah menunjukkan pukul satu dini hari.[Kan tadi abis jalan. Kok masih bete sih?] Balas seseorang yang diberi nama Argantara.[Tau gini mending aku nggak pulang tadi.] Balas Lita cepat.[Terus gimana? Mau keluar lagi?][Iya.][Oke. Aku otewe]Sembari menunggu jemputan dari lelaki yang baru dikenalnya selama seminggu ini, Lita menunggu lantai dua untuk mengambil tasnya. Dia berjalan mengendap-endap supaya langkah kakinya tak terdengar oleh Ririn sang mama.Dengan pelan dia menekan handle pintu dan membukanya sedikit saja. Tampak Ririn sudah tidur dengan posisi terlentang. Tak ingin ketahuan, Lita buru-buru menyambar tas yang ada di nakas.[Dimana? Aku udah siapa]Pesan yang dikirim Lita cukup lama dibalas, hingga ... terdengar b
Bab 12"Kamu beneran sudah gila ya, Lita! Mama pikir kamu bisa berpikir jernih sedikit, mengalah sedikit, apa kamu beneran nggak takut jadi janda dan hidup melarat?" serang Ririn dengan penuh amarah.Dia memang takut miskin karena mengingat hidupnya yang begitu susah dulunya.Lita mengendikkan bahu dengan angkuhnya."Aku memang sudah gila!""Kan berulang kali aku bilang sama mama, kalau aku nggak peduli. Mau hidup miskin ataupun kaya, terserah kedepannya. Aku capek diatur terus-terusan, aku yang lebih tahu kebahagiaan ku sendiri.""Sebelum Mas Ammar yang ceraikan aku, aku yang lebih dulu ceraikan dia, karena aku akan menikah dengan lelaki pilihanku!" erang Lita hilang kendali."Jangan bertindak bodoh kamu! Pikirkan lagi ucapan kamu itu Lita! Laki-laki itu pasti baru kamu kenal, nggak akan ada laki-laki yang nerima perempuan apalagi janda dengan segampang itu. Kamu nggak mikir efeknya nanti gimana?""Sudahlah, Ma. Aku capek berdebat terus dengan mama. Lagian hutang-hutang mama juga ham
#pengkhianatanmu_awal_kebahagiaankuChapter I"Mulai hari ini aku talak kamu, dan terhitung mulai sekarang kau bukan istriku lagi!" suara lantang, tangan mengepal dan muka memerah saat suami tercintaku melontar kata talak untuk wanita yang sudah tiga tahun menemaninya."Tidak Mas, ini hanya salah paham harusnya kamu dengerin dulu penjelasan aku." berusaha meyakinkan Mas Reno, sembari memegang tangannya berharap dia mau mendengarkan penjelasanku."Cukup Rinjani, tak perlu kau menjelaskan apa-apa lagi. Apa yang ku lihat di restoran tadi sudah cukup jelas, kau berselingkuh di belakangku!" tanganku di sentak hingga terpental ke tempat tidur."Tega kamu, Mas!""Kau dan Ibumu ternyata sama, sama-sama tukang selingkuh." cecarnya."Hei, jaga ucapanmu Mas, urusan Ibuku itu bukan urusanmu!" hardikku.Dia berlalu keluar kamar dan pergi entah kemana.Aku membeku disudut ranjang, bulir- bulir bening mulai membasahi pipi. Suami yang aku cintai sekarang sudah menalak wanita yang katanya paling dia s
#pengkhianatanmu_awal_kebahagiaankuCharter II***"Astagfirullah Mas, ini anakmu, Rinjani anakmu." rintih Ibu."Aku tak percaya omong kosong kau Ratih, bisa saja kau membohongiku lagi." serang Ayah.Ayah, jangan Ayah jangan. Jangan pukuli Ibu.. Ibuuuuu... Kriing... Kriing... Kriing...Jam weker berbunyi dengan sangat keras. Aku terjaga. Astagfirullah, lagi dan lagi aku bermimpi. Mimpi yang pernah nyata sebelumnya. Setelah menunaikan kewajiban Sholat Subuh, ku ambil gawai di atas nakas, menghabiskan waktu menunggu pagi menjelang. Banyak icon aplikasiku yang berwarna merah, tetapi mata ku tertuju pada icon amplop surat ada angka tiga berwarna merah, pertanda ada tiga pesan masuk. Ini sungguh hal yang tak biasa. [Hai Rinjani, selamat ya atas status jandamu. Saya bahagia melihat kau menderita] [Loh, kok pesanku tak dibalas? Hmm, pasti lagi nangis darah ya?][Hancurkan kau sekarang, Rinjani Haseena Putri! Hahahaha]Nomor yang tidak dikenal? Siapa lagi ini? Kenapa dia tahu kondisi ruma
Matahari Sabtu kali ini masih malu-malu memancarkan sinarnya. Walau sudah pukul 11.00 siang namun hawanya masih seperti pukul 07.00 pagi. Weekend pertama tanpa Mas Reno. Entah dimana dia, setiap detik rasanya masih memikirkan lelaki berhidung mancung itu.Hari ini malas sekali rasanya berkegiatan. Ku ambil gawai di atas nakas, yang dari semalam sepulang kerja tak kusentuh. Ku buka aplikasi icon berwarna hijau sambil berselonjoran di tempat tidur, banyak chat yang masuk mulai group SD, SMP, SMA, kuliah, sampai group kantor, dan ada beberapa chat pribadi. Tetapi, mata ku tertuju pada pesan dari sosok yang selalu dikangenin. Dia Reisya.[Rin, Sabtu ini ada acara nggak? Ketemuan yuk, mumpung aku lagi di Jakarta!] Duh Reisya, kok kamu selalu ada di saat yang tepat sih. Ku balas pesan darinya.[Haa! Lu di Jakarta? Oke, kita ketemunya di tempat biasa aja yah Rei, sekitaran pukul 14.00 aja ketemuannya][Iye, sampai ketemu nanti yah] balasnya lagiReisya adalah teman seperjuanganku sewaktu ma
"Deska." dengan murka, kutarik tangan yang sempat mengulur tadi, buat apa juga bersalaman dengan orang seperti dia."Rinjani, kok kamu di sini?" keningnya mengerut rupanya Deska juga terkejut melihat aku berdiri di depannya dan dia seperti kebingungan mengapa aku ada bersama Reisya.Reisya yang melihat ekspresi ku dan Deska pun ikut heran, "Kalian sudah saling kenal? Kok bisa?" tampak bola matanya melirik ke arah ku dan Deska."Rei, gue pamit ya ada urusan penting." kutarik kasar tas di atas meja lalu pergi meninggalkan mereka."Rin, Rinjani, tunggu Rin.""Lepasin aku Rei." Reisya yang sempat menahan dengan memegang lengan dan terpaksa ku sentak.Ada perasaan bersalah sama Reisya karena meninggalkannya begitu saja tanpa penjelasan. Tapi menurutku, ini bukan waktu yang tepat. Tidak tahu juga apa yang terjadi di antara Reisya dan Deska. Semoga mereka baik-baik saja.Ku harap Reisya mengerti dengan posisi ku walaupun dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tetapi, mengapa harus Deska