Share

Bab 3

"Aku akan nyalakan kembang api selama beberapa hari di pemakamanmu dan mendoakanmu istirahat dengan tenang!"

Mendoakannya istirahat dengan tenang .... Hati Kyra langsung hancur berantakan mendengarnya. Deven benar-benar berdarah dingin. Bahkan kematian Kyra pun terdengar begitu sepele baginya. Deven masih bisa mengucapkan hal itu sambil tersenyum.

"Deven, kalau kamu mau menikahinya, tunggu saja sampai aku mati dulu." Kyra benar-benar tidak rela pria yang telah dibinanya dengan susah payah ini malah direbut begitu saja. Jika dia memang ditakdirkan harus menderita, Kyra akan menyeret mereka bertiga untuk menderita bersama.

"Kyra, akan tiba saatnya nanti kamu berlutut untuk memintaku bercerai!" Deven menatapnya dengan tajam dan dingin, lalu pergi dari tempat itu setelah membanting pintu.

Kira tidak bisa tidur sepanjang malam. Bukan karena dia tidak ingin tidur, tetapi karena dia tidak bisa terlelap sama sekali. Dalam benaknya terus terngiang-ngiang masa lalunya dengan Deven. Sebenarnya saat mereka pertama kali bertemu, Deven tidak terlalu peduli dengan Kyra.

Bagi Deven, Kyra hanya seorang putri manja dari keluarga kaya. Semakin Deven tidak menggubrisnya, Kyra merasa semakin tertantang untuk menaklukkan Deven. Dia memberikan semuanya kepada Deven, termasuk reputasi, kekuasaan, uang, dan bahkan hatinya. Kyra menyerahkan semuanya ke hadapan Deven tanpa menerima penolakan sama sekali.

Pada akhirnya, Deven mulai tersentuh.

Ibu Kyra merasa Deven adalah pria yang menyimpan niat buruk. Namun, Daven selalu berjanji dan bersumpah akan memperlakukan Kyra dengan baik seumur hidup. Orang-orang selalu menganggap cinta pertama adalah sesuatu yang murni dan tidak merasa waswas sama sekali. Demi bisa menikahi pria yang dicintainya, Kyra bahkan bertengkar dengan ibunya, minggat dari rumah, dan mogok makan.

Nelson sangat menyayangi Kyra. Di hari pertama Kyra mogok makan, Nelson langsung menyetujui pernikahan ini dan membujuk istrinya.

Di hari pernikahannya, Kyra tersenyum dengan begitu bahagia. Sebaliknya, Deven malah terlihat sangat tenang. Kyra lebih terlihat seperti bangga karena telah memenangkan pertempuran.

Saat mengingat masa lalu, hati Kyra terasa begitu sakit hingga sesak napas. Setelah beberapa tahun berlalu, Kyra baru sadar bahwa orang tua memang lebih pandai menilai orang.

Mata Kyra yang lelah menatap ke luar jendela. Dia menyaksikan bagaimana langit yang awalnya gelap gulita, mulai perlahan-lahan menjadi terang.

Di malam pernikahannya, Deven langsung pergi setelah menerima sebuah telepon. Saat itu Kyra juga menunggu hingga subuh seperti sekarang ini. Dia tidak tahu, apakah saat itu Deven pergi untuk menemani Irish atau bukan.

Ponsel Kyra tiba-tiba berdering. Dia menekan tombol menjawab panggilan dan mendengarnya. Sebelum Kyra sempat mengatakan apa pun, dari ujung telepon telah terdengar suara tangisan ibunya, "Kyra, ayahmu kecelakaan. Orang yang menabraknya melarikan diri! Cepat pulang sekarang juga!"

Berita itu bagaikan petir yang menyambarnya. Ayahnya kecelakaan .... Bukankah ayahnya mengalami Alzheimer dan duduk di kursi roda? Kenapa bisa terjadi kecelakaan?

"Kyra, kamu dengar nggak? Nggak ada pembantu satu pun di rumah, aku nggak bisa menggendong ayahmu dan nggak ada taksi sama sekali. Ayahmu berdarah banyak sekali ...."

Ibu Kyra, Mia, jadi semakin panik dan tak berdaya karena tidak mendengar respons dari putrinya.

"Ibu, jangan panik. Aku akan pulang sekarang." Kyra tidak bisa lagi memedulikan masalah perceraian. Dia memanggil taksi di tepi jalanan, lalu kembali ke vila Keluarga Scott.

Di jalanan yang berada tidak jauh dari vila itu, terlihat sebuah kursi roda yang tergeletak. Mia yang mengenakan gaun ketat dan mantel sedang memeluk tubuh Nelson yang bersimbah darah. Dengan pakaiannya yang dipenuhi noda darah, Mia menangis tersedu-sedu di pinggir jalan.

Semua sopir dan pelayan di rumah mereka telah dipecat oleh Deven, sedangkan Mia juga tidak bisa mengemudi. Kyra dan Mia membopong ibunya ke mobil dan langsung bergegas menuju rumah sakit.

Setibanya di rumah sakit, Nelson langsung dipindahkan ke tandu dan dilarikan ke ruang operasi oleh sekelompok petugas medis.

Sebagai pihak keluarga, Mia menandatangani persetujuan penanganan darurat dari rumah sakit. Setelah itu, perawat menyuruh mereka untuk melunasi biaya operasi terlebih dahulu sebelum melakukan penanganan selanjutnya.

Kyra pergi ke lobi rumah sakit sambil membawa kartu banknya untuk melunasi biaya rumah sakit. Namun saat diberi tahu bahwa operasi itu membutuhkan biaya sebesar 10 miliar, Kyra langsung terkesiap. Seluruh hartanya saat ini hanya tersisa 2 miliar.

Mungkin karena melihat reaksi Kyra yang terkejut, petugas rumah sakit itu langsung memutar bola matanya dan berkata dengan tidak sabaran, "Kamu ini mau bayar apa nggak? Semua orang sudah mengantre menunggumu di belakang. Kalau mau bayar, serahkan kartunya. Kalau nggak, jangan halangi orang lain."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status