Share

Bab 2

Kyra menatap foto itu dengan sorot mata yang tajam, seakan-akan ingin merobek-robek foto tersebut. Dia benar-benar salah menilai orang. Deven adalah suaminya, sedangkan Irish adalah sahabat terdekatnya. Orang yang pernah mengatakan ingin membalas budi itu malah menusuknya dari belakang dengan kejam.

Sebagai pelakor, Irish bahkan berani datang untuk memamerkan dirinya di hadapan istri sah. Orang seperti ini benar-benar langka.

Sifat Kyra sangat dingin dan angkuh. Bahkan setelah Keluarga Scott jatuh ke tangan orang lain, Kyra masih tetap satu-satunya nona besar di keluarga itu. Dulunya, Irish hanya seorang pengikut yang selalu menjilat Kyra.

Kyra memblokir semua kontak Irish. Sebab, Kyra sangat jelas bahwa seseorang tidak akan bisa menyakitimu jika kamu tidak memiliki kelemahan. Sementara itu, kelemahan Kyra saat ini adalah Deven. Demi menunggu Deven, Kyra bahkan tidak makan malam dan hanya meminum obat pereda nyeri dari dokter.

Jam di dinding menunjukkan pukul 11 malam. Kyra kembali menelepon Deven dengan nomor barunya, tetapi panggilan itu tidak dijawabnya.

Tepat pukul 12 malam, pintu rumahnya terbuka setelah terdengar seseorang memasukkan kode sandi. Kyra duduk di sofa sambil memegang sebuah gelas. Bahkan sebelum Kyra sempat mendongak, Deven telah melemparkan tiga buah dokumen ke wajahnya.

Sudut dokumen itu menggores wajahnya yang putih mulus dan akhirnya mendarat di samping kakinya. Akan tetapi, Kyra tidak merasa sakit sama sekali karena tubuhnya sudah hampir rusak sepenuhnya sekarang.

"Mau ditunjukkan sama siapa tampangmu yang menyedihkan itu? Cepat tanda tangan!" Nada bicara pria itu sangat tenang dan jelas. Setiap kata yang dilontarkannya dipenuhi kebencian.

Kyra membungkuk dan mengambil ketiga dokumen tersebut. Kemudian, dia mendongak menatap Deven. Setelah setahun tidak bertemu, Deven terlihat masih sama seperti sebelumnya. Sebaliknya, wajahnya malah terlihat semakin tampan dan auranya juga semakin elegan.

Ternyata perang dingin mereka selama setahun ini tidak memengaruhi Deven sama sekali. Saat ini, Deven mengenakan sebuah mantel hitam. Mantel itu adalah hadiah yang diberikan Kyra saat dia berulang tahun. Ternyata setelah hubungan mereka mendingin selama ini, Deven masih tetap tidak membuang mantel itu.

"Kamu gila ya? Kenapa bengong saja? Aku cuma punya waktu 5 menit. Cepat tanda tangan!"

Deven mengernyitkan alisnya dan terus mendesak Kyra. Dia bahkan mengambil pena dari saku jasnya dan meletakkannya di hadapan Kyra. Bahkan bercerai saja Deven hanya meluangkan waktu 5 menit untuknya.

Kyra menatapnya lekat-lekat dan berkata, "Deven, beri tahu aku alasanmu mengkhianatiku dan Keluarga Scott."

"Ayahmu saja sudah setengah mati, kamu masih sesombong itu?" cibir Deven sambil tersenyum sinis.

"Tanpa aku, nggak ada Keluarga Scott dan kamu yang sekarang," balas Kyra.

Kyra menyadari bahwa Deven benar-benar sulit ditebak. Semua perkataannya saling bertentangan dengan perbuatannya. Jika Deven tidak peduli lagi dengannya, lalu kenapa dia masih mengenakan mantel yang dihadiahkan Kyra? Jika Deven masih peduli dengannya, lalu kenapa Deven mengabaikannya selama setahun dan memaksanya untuk bercerai?

Kyra benar-benar tidak mengerti.

Deven tersulut emosi. Dia berjalan ke hadapan Kyra dan mencekiknya. "Dari mana nyalimu sebesar itu berani bicara begitu padaku?"

Kyra melihat tatapan Deven yang sarat akan kebencian, seolah-olah ingin mencabik-cabik dirinya. Wajah Kyra memucat. Padahal tubuhnya sangat kesakitan sekarang, tetapi dia tetap berusaha menahan air matanya dan berkata, "Seorang yatim piatu yang dipungut ayahku, sekarang malah jadi pengkhianat."

"Nggak ada orang yang terlahir sebagai yatim piatu!" ujar Deven dengan marah.

Perkataannya ini menyiratkan banyak sekali informasi. Kyra bahkan hampir melupakan napasnya yang terasa sesak saat menanyakan, "Lalu, bagaimana keluargamu bisa mati?"

Wajah Deven tampak muram dan urat-urat di tangannya menonjol. "Diam kamu!" bentaknya.

Kyra terus terbatuk dan meronta-ronta, tetapi dia tidak bisa melepaskan diri dari cengkeraman Deven yang kuat ini. Manusia memang selalu berusaha ingin melawan takdir. Namun setelah menyadari bahwa mereka tidak sanggup melakukannya, mereka baru paham bahwa takdir tidak bisa dilawan.

Dengan mata yang terpejam, Kyra telah menyerah untuk melakukan perlawanan. Air matanya menetes ke jam tangan yang dikenakan Deven. Setelah itu, tubuhnya dihempaskan Deven ke sofa.

Surat perceraian itu kembali dilemparkan ke wajahnya. "Tanda tangan! Aku nggak mau mengulangi ucapanku lagi!"

"Deven, kalau suatu hari nanti kamu baru sadar aku sudah hilang dan meninggal, apa kamu akan menangis?" Kyra menengadahkan kepalanya dan bertanya dengan ekspresi serius. Jawaban ini sangat penting baginya.

Setelah terdiam sejenak, Kyra kembali menatap Deven dengan lekat-lekat. "Apa kamu akan datang ke pemakamanku?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status