Share

Bab 4

"Bisa dicicil nggak?" tanya Kyra sambil menahan rasa malu.

Petugas kasir langsung membalas dengan ekspresi dingin, "Ini rumah sakit swasta, nggak bisa utang. Kamu bisa pindah ke rumah sakit lain atau cepat kumpulkan uangnya sekarang juga."

"Kamu ini mau bayar apa nggak? Kalau nggak, minggir sana. Kami semua sedang menunggu."

"Iya nih, cepat minggir kalau nggak mau bayar."

Beberapa orang yang mengantre di belakangnya mulai mengeluh, "Untuk apa ke rumah sakit kalau nggak punya uang? Bukannya lebih baik pulang dan tunggu mati saja?"

Sudut mata Kyra berkedut mendengarnya. Dia meminta maaf kepada semua orang, lalu menyingkir dari antrean kasir. Kyra tidak punya banyak teman, jadi dia tidak bisa meminjam uang dari siapa pun.

Saat menelepon Deven, Deven tidak menjawab panggilannya. Kyra mengirimkan sebuah pesan.

[ Masalah penting, cepat suruh Pak Deven angkat telepon. ]

Baru kali ini Kyra memanggilnya "Pak Deven". Namun setelah beberapa kali meneleponnya lagi, Deven tetap saja tidak mau menjawabnya. Hati Kyra benar-benar panik saat ini, tapi dia tetap tidak menyerah untuk menelepon Deven.

Saat menelepon Deven untuk yang ke-30 kalinya, pria itu baru menjawab dengan ketus, "Kamu sudah mau mati ya?"

Kyra tertegun sejenak. Kenapa Deven bisa tahu nyawanya sudah di ujung tanduk? Jangan-jangan Deven telah menyelidikinya? Pria itu masih peduli padanya?

"Kenapa Pak Deven bilang seperti itu?" Kyra berusaha menahan kegembiraan dalam hatinya.

Namun, Deven malah tersenyum sinis, "Suaramu masih kedengaran sehat-sehat saja, sepertinya kamu masih nggak akan mati. Saat kamu butuh orang untuk mengurus jasadmu nanti baru telepon aku saja."

Kegembiraan dalam hati Kyra langsung padam. Namun, ini bukan saatnya mempermasalahkan hal ini. "Pak Deven, pinjamkan aku 10 miliar. Ayahku kecelakaan, butuh uang secara mendesak."

"Demi menunda perceraian, kamu bahkan bisa berbohong ayahmu kecelakaan?" tanya Deven.

"Pak Deven bisa menyelidikinya."

"Aku nggak begitu kurang kerjaan. Mungkin ini adalah balasanmu karena kamu sengaja menunda perceraian!" Nada bicara Deven yang ketus dan terkesan meremehkan itu langsung membuat Kyra sakit hati. Setelah itu, panggilan tersebut langsung dimatikan.

Di luar ruang operasi.

Kyra berjalan mendekat dengan pikirannya yang tidak fokus. Mia langsung menghampirinya, "Sudah bayar uangnya?"

Kyra melihat ayahnya yang tergeletak di tandu. Wajahnya tampak tua, rambutnya yang beruban kini dipenuhi noda darah. Dia menatap ayahnya sambil menangis dan Mia juga ikut menangis melihatnya.

"Apa yang terjadi sebenarnya? Cepat bilang!"

"Masalah biaya, aku akan pikirkan cara lagi," jawab Kyra.

"Kalau uangmu nggak cukup, minta saja sama suamimu. Ke mana perginya Deven?!" desak Mia setelah merasa terkejut untuk sejenak.

Kyra hanya mengatupkan bibirnya. Meskipun Deven telah menyakitinya sampai seperti ini, Kyra tetap saja tidak boleh bersitegang dengan pria itu kalau ingin meminjam uang darinya. "Dia sedang sibuk," jawab Kyra.

Namun, Mia jelas sekali tidak percaya dengan alasan yang diberikan Kyra. Saking kesalnya, wajah Mia menjadi pucat dan dia mendengus, "Hebat sekali suamimu itu sekarang."

Setelah itu, Mia mengeluarkan ponselnya dan menelepon Deven, "Deven, kamu sibuk nggak?"

"Ada masalah?" tanya Deven dengan suara enggan.

Senyuman di wajah Mia mulai menjadi kaku. Namun demi biaya operasi suaminya, Mia terpaksa berpura-pura bodoh, "Ayahmu tertabrak truk saat aku membawanya keluar untuk jalan-jalan tadi. Kondisinya lumayan parah. Kamu bisa datang untuk melihatnya?"

"Aku ini yatim piatu, dari mana datangnya ayahku?" sindir pria itu.

Emosi yang ditahan Mia selama beberapa tahun ini langsung meledak saat ini, "Deven, apa maksudmu ini? Ayah mertuamu ini bukan ayahmu juga? Bukankah sudah seharusnya kamu datang untuk menjenguknya? Keluarga Scott memberimu makan, tempat tinggal, menyekolahkanmu, dan bahkan menikahkan putri kesayangan kami padamu. Kamu mau balas kami dengan cara seperti ini? Kamu bahkan mau bercerai dengan putriku, kamu ini benar-benar nggak manusiawi ...."

"Aku masih ada urusan, kututup dulu teleponnya." Setelah melontarkan ucapan tersebut, Deven langsung mengakhiri panggilan itu.

Semua perkataan Mia diabaikan begitu saja. Kyra juga tidak menyangka Deven bahkan tidak menghargai ibunya sama sekali. Sekujur tubuh Mia gemetaran saking kesalnya, dia hanya bisa menyeka air matanya dengan tangan.

Baru saja Kyra ingin menghibur ibunya, tiba-tiba dia langsung ditampar oleh Mia. Tamparan itu membuat Kyra merasa pusing seketika.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status