Kyra menggenggam erat ponselnya dan duduk di atas tiang jembatan. Tiang jembatan itu terasa sangat dingin hingga menusuk ke tulang."Memangnya kenapa kalau iya? Kalau nggak juga, apa urusannya denganmu?" balas Deven sambil tertawa santai. Melihat Deven yang masih bisa tertawa di kondisi seperti ini, Kyra benar-benar merasa pria ini adalah seorang bajingan. Akan tetapi, semua itu tidak penting lagi sekarang."Deven, aku sudah mengikuti perintahmu untuk berlutut selama 2 jam di bawah gedung Grup Scott.""Lalu, aku harus beri penghargaan padamu?" sindir Deven."Saatnya kamu menepati janjimu, berikan aku 10 miliar," ujar Kyra dengan bersusah payah. Selama Deven terus berpura-pura bodoh, Kyra terpaksa harus menanggung malu untuk terus-menerus mengingatkannya."Bu Kyra, memangnya sejak kapan aku berjanji mau menolong ayahmu?""Deven!" teriak Kyra sambil menggenggam erat ponselnya."Sepertinya aku bilang, justru orang yang paling menginginkan kematiannya itu adalah aku, 'kan? Kamu sendiri yan
Lengannya perlahan-lahan menjadi lemas. Namun, Kyra benar-benar penasaran apakah itu adalah telepon dari Deven atau bukan. Jawaban ini sangat penting baginya. Kyra berusaha mengambil ponselnya dan melihat layar itu. Dia hanya mentertawakan dirinya yang konyol, lalu menyalakan pengeras suara saat menjawab panggilan tersebut."Kyra, uangnya sudah ada? Rumah sakit sudah keluarkan pemberitahuan kritis yang kedua! Mereka menyuruh kita untuk pindah ke rumah sakit lain karena mereka nggak mau menunggunya lagi .... Kyra, Ibu benar-benar nggak tahu harus bagaimana lagi. Kalau kamu kesulitan, tolong beri tahu Ibu. Kumohon, Ibu nggak bisa hidup tanpa ayahmu. Ibu sangat mencintainya. Tanpa dia, Ibu juga nggak bisa bertahan hidup lagi."Mia yang berada di ujung telepon terdengar sangat putus asa dan menangis tersedu-sedu. Ibunya benar-benar sedang memohon padanya sekarang. Tubuh Kyra terasa membengkak karena berendam air hangat. Air itu memasuki pembuluh darahnya dan menggerogotinya dengan cepat."
Deven mengeluarkannya dari bak mandi dengan wajah muram dan menggendongnya keluar. Anehnya, Kyra malah melihat kepanikan dan ketakutan dalam tatapan Deven. Kyra berpikir, 'Ternyata orang yang sudah mau meninggal memang bisa melihat halusinasi yang nggak realistis.'Setelah itu, Kyra kehilangan kesadaran sepenuhnya.Deven yang mengenakan setelan jas berwarna hitam, langsung menggendongnya hingga ke parkiran basemen. Saat menyadari bahwa ada yang aneh dengan tubuh Kyra, dia langsung mengulurkan jarinya untuk mengecek napas Kyra.Deven mengerutkan alisnya sekilas, lalu meletakkan Kyra ke kursi penumpang depan. Setelah itu, dia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi ke rumah sakit. Setiap kali bertemu dengan lampu merah, Deven memukul setirnya dengan kuat.Selanjutnya, Deven mencari rute yang lebih sedikit lampu lalu lintasnya dan menginjak pedal gas sekuat tenaga. Tangan Deven menggenggam setir dengan erat hingga urat-uratnya terlihat jelas. Wajahnya yang tampan kini terlihat sanga
Deven mengangkat pandangannya dan melirik sekilas papan nama dokter itu.[ Dokter Utama ]Setelah itu, Deven sekali lagi mengamati dokter tersebut. Tubuhnya tinggi dan kurus, wajahnya juga sangat tampan. Zaman sekarang, ada banyak wanita yang menyukai tipe pria seperti ini.Di saat bersamaan, dokter itu juga mengamati penampilan Deven. Dia mengenakan jas hitam dan kacamata berbingkai emas. Hidungnya mancung dan bibirnya tipis. Bahkan tanpa berbicara sekalipun, aura Deven terasa sangat kuat. Jelas sekali, pria ini bukan orang biasa. Terlebih lagi, dia dan Kyra memang tampak cocok sebagai pasangan suami istri."Kamu seharusnya suami Kyra bukan?" tanya dokter itu sekali lagi."Bukan!" sergah Deven dengan ketus."Kalau begitu, kamu keluarganya?" Dokter itu tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Sebab, penyakit Kyra memang sudah sangat parah hingga tidak bisa diobati lagi. Dia merasa harus memberitahukan hal ini kepada pihak keluarga Kyra."Kamu suka padanya?" tanya Deven sambil tersenyum s
"Pak Deven bilang dia sibuk sekali, nggak bisa datang," jawab Maya dengan ekspresi yang kesulitan.'Jangan-jangan dia nggak transfer uang ke Ibu? Kalau begitu Ayah ....'Kyra melihat ke sekitarnya sejenak, lalu menyibak selimut dan bantalnya. Dia menyadari ada sesuatu yang hilang."Nona Kyra, apa yang sedang kamu cari?" tanya Maya setelah meletakkan sup ayamnya ke atas lemari di samping tempat tidur. Kemudian, dia melihatnya dengan kebingungan dan menimpali, "Coba beri tahu aku, biar kubantu untuk mencarinya.""Di mana ponselku? Di mana kalian menyembunyikan ponselku?" tanyanya."Ponselmu sudah dibawa pergi oleh Pak Deven," jawab Maya.Berani-beraninya Deven membawa pergi ponselnya? Pantas saja ibunya tidak bisa menghubunginya. Kyra mulai panik dan meraih tangan Maya sambil memohon, "Bi Maya, boleh pinjam ponselmu sebentar nggak? Aku ada urusan mendesak.""Nona Kyra, bukannya aku pelit nggak mau meminjamkanmu. Pak Deven sudah bilang, kalau mau terima gaji, aku harus menyerahkan ponselk
"Mana kutahu bagaimana kondisi ayahmu? Tanya saja pada ibumu." Deven tertawa sinis, dia sama sekali tidak ingin menjawab pertanyaan ini.Saking kesalnya, Kyra sampai tertawa getir. Kemudian, dia berusaha menahan amarahnya dan bertanya lagi, "Aku nggak bisa hubungi mereka karena kamu mengambil ponselku. Sebenarnya kamu ada transfer uangnya ke ibuku nggak?" Kyra ingin mencari petunjuk melalui ekspresi Deven.Sudah beberapa hari tidak ada kabar tentang ayahnya. Kyra harus tahu bagaimana nasib ayahnya saat ini. Apakah Deven mentransfer uang itu pada ayahnya atau tidak? Namun, ekspresi Deven yang datar itu membuatnya semakin gelisah."Kamu nggak transfer uangnya ya?" tanya Kyra dengan panik."Minum dulu sup ayam buatan Bi Maya." Deven mengangkat pandangannya yang dingin untuk menatap Kyra. Hati Kyra benar-benar tidak karuan lagi dibuat oleh Deven. Apa yang terjadi sebenarnya? Apakah Deven benar-benar tidak mentransfer uangnya ke Mia? Kalau begitu, bukankah ayahnya sudah ...."Deven, cepat b
"Katakan sekali lagi! Deven, katakan sekali lagi!" bentak Kyra sambil memelototi Deven setelah mendengar ucapannya. Tubuhnya gemetaran dengan hebat, jelas sekali dia sangat marah saat ini."Kyra, masih semuda ini telingamu sudah bermasalah? Mau dibilang berapa kali pun, jawabannya tetap sama!" pungkas Deven sambil tersenyum.Kyra mengumpat dalam hati. Bajingan! Bajingan ini bahkan masih bisa tertawa! Padahal orang itu adalah mertuanya!Kyra ingin mencengkeram kerah baju Deven, tetapi tangannya ditahan oleh pria itu. "Nona Kyra, orang yang berpendidikan nggak akan bersikap kasar. Ini adalah aturannya.""Bagaimana ayahku bisa mati? Deven, beri tahu aku, kenapa dia bisa mati?" tanya Kyra dengan mata yang memerah.Deven menyunggingkan senyuman tak acuh saat menjawabnya, "Memangnya Nona Kyra nggak tahu kenapa dia bisa mati? Tentu saja karena kamu nggak berbakti dan nggak bisa mengumpulkan biaya operasi sebesar 10 miliar itu!"Ternyata Deven tidak mentransfer uangnya! Berani-beraninya bajing
"Diam? Kenapa aku harus diam? Dia memang bajingan! Dia mati di luar ruang operasi karena gagal mendapat pertolongan! Itu memang balasan yang pantas dia terima!" Melihat reaksi Kyra yang histeris, Deven merasa sangat puas. Dia menepis tangan Kyra dan mencampakkannya di ranjang.Kyra meringkuk di atas selimut, jari-jarinya mengepal erat dan terus-menerus memukul kasur. Dia memang merasa Deven adalah pengkhianat, tapi tidak menyangka Deven akan segila ini. Pria itu bukan hanya memaksanya untuk bercerai, dia bahkan membiarkan ayah Kyra mati begitu saja dan mengantarkan ibunya ke rumah sakit jiwa.Perasaan marah, dendam, tidak rela, dan sedih menggerogoti dirinya. Kyra memelototi Deven dengan kejam. Tubuhnya gemetaran dan napasnya berpacu kencang."Sekarang kamu sudah bisa mengerti perasaanku saat aku kehilangan keluargaku puluhan tahun yang lalu? Inilah karma!" Deven menyunggingkan senyuman tipis, lalu menarik pandangannya dan hendak beranjak keluar.Tatapan Kyra jatuh pada gunting yang di