Share

02. Harapan

Author: Aldho Alfina
last update Last Updated: 2022-08-12 21:00:01

Wajah seorang gadis berusia 17 tahunan dengan wajah tirus, sorot mata yang terang dengan pupil berwarna hitam dengan garis-garis merah muda, lalu senyuman manis di bibir merah mudanya. Rambut hitam panjangnya yang lurus, terlihat begitu kontras dengan kulitnya yang putih bersih seperti mutiara. Dengan cepat gadis itu mengenakan kembali topengnya, sedangkan Akara malah berteriak.

"Jelek! Week!" teriaknya sambil menjulurkan lidah.

"Hahaha, lihat sepuluh tahun lagi!" ujar gadis tadi dengan suara begitu lembut. Ia berusaha berdiri, lalu mengulurkan tangan kanannya ke arah Akara, dan tiba-tiba saja muncul dua bilah pedang kayu.

"Ambil pedangku," lanjutnya, lalu muncul kilatan listrik berwarna merah muda di sekujur tubuhnya, yang tak lama kemudian membuat dirinya menghilang.

"Wahh keren!" seru Akara kagum melihat kepergiannya, lalu meraih kedua bilah pedang kayu yang terjatuh di depannya.

"Ini, ini pedangku!" teriaknya, namun kemudian menyadari sesuatu yang aneh dan mengayunkannya.

"Bukan pedangku, tapi." Anak itu mengamati bilahnya, lalu mengayunkannya kembali dengan begitu luwes.

"Perasaan yang sama." Ia masih merasa heran dengan pedang yang diberikan gadis bertopeng, karena perasaan yang sama dengan pedang lamanya.

Saat Akara tertidur, mamanya melihat ke arah dua bilah pedang kayu yang anaknya taruh di ujung ruangan. dalam pandangannya, dua bilah pedang kayu tadi diselimuti oleh kilatan listrik berwarna merah muda. Saat ingin menyentuhnya, tiba-tiba saja kilatan listrik cukup besar menyambar tangannya.

"Posesif sekali hihihi," ujarnya sambil tertawa kecil, lalu meninggalkannya begitu saja.

...

Hari selanjutnya

Akara datang ke akademi, walau dirinya telah gagal memadatkan aura ranahnya, dan gagal diterima sebagai murid akademi. Akan tetapi, dengan penuh percaya diri, ia menenteng kedua bilah pedang kayu miliknya. Anak kecil itu berbaur dengan anak-anak lainnya, namun ternyata ada yang mengenalinya saat sampai di lapangan utama.

"Lihat! Itu dia sampah yang bahkan tidak dapat memadatkan auranya." Seorang anak laki-laki seumurannya menunjuk ke arahnya, memberitahukan kepada anak-anak yang umurnya lebih tua dari mereka.

Semua pandangan seketika mengarah kepada Akara, waktu terasa terhenti dari sudut pandang anak kecil itu. Semua tatapan mata yang mengasihani, juga merendahkannya terasa amat mencekam.

Saat waktu terasa berjalan kembali, kini terdengar suara tawa, dan bisik-bisik yang sedang membicarakannya.

"Hahaha malang sekali, hidup apa yang akan ia jalani tanpa aura energi,"

"Tentu saja hidupnya tidak akan lama,"

"Memang sudah ditakdirkan sebagai sampah seumur hidupnya,"

Dengan tatapan tajam, Akara menengok ke arah mereka hingga cukup membuat terkejut. Setelah itu, ia melanjutkan berjalan kembali, namun ada sekelompok siswa yang menghalangi jalannya. Mereka berlima, empat orang laki-laki dan satu perempuan yang membawakan tas mereka. Gadis kecil itu bernama Kana, yang juga dari keluarga Beton.

"Ehh mau ke mana?" Salah satu laki-laki yang bernama Cor Beton, tuan muda keluarga Beton cabang kota Biru.

"Master Aura terkuat," lanjutnya, diikuti gelak tawa ketiga temannya, sedangkan Kana yang menjadi pesuruh mereka hanya bisa menunduk.

"Hahaha, master Aura terkuat katanya!"

"Seekor semut ingin menjadi naga,"

Tanpa basa-basi, Akara melempar kedua pedang kayunya di udara, lalu mendaratkan pukulan tepat di hidung Cor Beton.

Buggh!!

"Akgg!"

Pukulan yang cukup kuat hingga membuat Cor Beton terdorong ke belakang, lalu darah mengalir dari hidungnya.

"Berisik kalian! Kalianlah yang sampah hanya bisa banyak bicara!" teriaknya sambil mengulurkan tangannya ke depan, lalu kedua pedangnya dengan tepat jatuh di genggamannya.

"Tuan Cor Beton!" Ketiga anak laki-laki di belakangnya panik dan segera membantu tuannya yang telah dipukul.

Setelah mengusap darah di hidungnya, Cor Beton mengeluarkan aura ranahnya. Aura 5 bintang energi muncul di belakang pundaknya dibarengi hentakan energi.

"Beraninya menyerang tuan muda keluarga Beton!"

Akara menyilangkan tangannya ke depan, untuk menahan hentakan energi dari Cor Beton. Sesaat kemudian ia membuka kembali tangannya, seketika terkejut dan melompat ke samping, tapi Cor Beton langsung melakukan tendangan memutar. Tendangan mengenai perutnya hingga membuatnya terhempas beberapa meter ke belakang.

"Akhh!" Akara mengerang kesakitan, meringkuk sambil memegangi perutnya.

Melihat lawannya tak berdaya, Cor Beton dengan cepat mendekat dan berteriak. "Sampah sialan!" 

"Tuan sudah, hentikan!" Kana, gadis kecil yang menjadi pesuruh mereka, tidak disangka malah menghentikan tuannya yang ingin memukuli Akara. Ia memegangi lengan Cor Beton, tapi langsung didorong hingga jatuh.

"Dasar sampah! Ternyata saling peduli antar sampah!" teriak Cor Beton kepada Kana yang juga memiliki bakat buruk dan hanya menyalakan 1 aura bintang. Tuan muda menoleh kembali ke arah Akara, tapi bocah itu sudah berlari menjauh.

"Jangan sampai jatuh ya, sampah sepertimu tidak mungkin dibandingkan dengan tuan muda ini!" teriak Cor Beton saat Akara mulai menjauh darinya, setelah itu ia tertawa dengan puas.

Akara ternyata tidak langsung pulang ke rumahnya, ia berjalan menuju hutan yang sebelumnya ia lalui. Sungai besar yang ada di dalam hutan dengan nuansa tenang dan nyaman.

Gadis bertopeng ternyata masih di sana, ia mengamati Akara dari atas dahan pohon. Tangannya yang tengah menjulur ke arah Akara, kini mengepal dengan erat. Ia ingin mendekat saat melihat bekas luka di mukanya, namun segera ia urungkan niatnya. Kuku di jarinya yang lentik, bahkan melukai telapak tangan rampingnya.

Saat Akara duduk di tepian sungai, gadis bertopeng itu barulah mendekatinya. Cara turunnya seakan terbang dengan begitu anggun, melebarkan gaun merah mudanya dan memperlihatkan kulit putih mulusnya.

"Ada apa dengan wajahmu?" sapa sang gadis sambil duduk di samping Akara.

"Bukan urusanmu," jawabnya cuek, tanpa menoleh.

"Kenapa masih di sini?" lanjutnya sambil menoleh sekilas.

Gadis bertopeng tidak menjawabnya, namun malah mengeluarkan sebutir pil dari cincin penyimpanannya.

"Nih!" Ia raih tangan Akara dan ditaruhnya di telapak tangannya.

"Apa ini?"

"Pil penyembuhan, makanlah dan bekas luka itu akan langsung menghilang,"

"Aku kembalikan," tolak Akara sambil mengulurkan kembali pil di telapak tangannya.

"Dengarkan ya!" Gadis bertopeng kini berbicara dengan geram.

"Wajah itu aset yang berharga, juga bukan milikmu sendiri. Itu akan menjadi milik para gadis yang menjadi pasanganmu. Jangan sampai ada bekas luka, paham!?"

Tanpa menjawabnya, Akara langsung memakan pil penyembuhan itu. Bekas luka di wajahnya perlahan-lahan mengecil, dan tidak lama kemudian hilang tanpa bekas. Kulitnya kembali seperti semula, seolah-olah tidak pernah terdapat luka.

"Tadi kalah apa menang?" ujar gadis bertopeng sambil mengayunkan kakinya di permukaan air sungai. Lagi-lagi tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Akara.

"Ahh membosankan, nanti mana ada gadis lain yang suka denganmu selain aku," ujar gadis bertopeng sambil menundukkan kepalanya dan menengok ke arah Akara.

"Ajari aku teknik bela diri!" Akara menoleh, lalu menatapnya dengan serius.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penguasa Dewa Naga    Note Author

    Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran

  • Penguasa Dewa Naga    338. Akhir Adalah sebuah Permulaan!

    Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung

  • Penguasa Dewa Naga    337. Saling Membunuh!

    447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem

  • Penguasa Dewa Naga    336. Penculik Master Alkemis!

    Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism

  • Penguasa Dewa Naga    335. Peniru Higanbana!

    335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem

  • Penguasa Dewa Naga    334. Raja Kutukan!

    Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status