Setelah keributan yang terjadi antara Carol dan Lucy, suasana makan siang di gedung pertemuan menjadi sedikit canggung dan tak nyaman. Lucy terus menunduk menekuri piring, sesekali matanya melirik ke arah Carol yang sejak tadi nampak tenang menghabiskan makanannya.Suasana sedikit mencair ketika asisten tuan Gallant berdiri di depan podium menyampaikan ucapan terima kasihnya pada seluruh peserta presentasi yang hadir. Ini memang ciri khas dan strategi tuan Gallant. Ia selalu menjaga nama baik dan reputasinya di dunia bisnis dengan merangkul semua orang termasuk musuhnya. Tuan Gallant maju ke depan setelah asisten memanggilnya. Badan tegap pria itu terlihat tegang. Kharismanya begitu kuat hingga orang yang melihatnya pun segan. Tak heran banyak wanita yang suka padanya, termasuk Carol. Wanita itu sangat menyukai kepribadian tuan Gallant yang kharismatik. Damian tahu hal itu. Lihat saja matanya yang memicing tajam ke arahnya. Pasalnya, Carol menatap kagum tuan Gallant yang berbicara d
Di kediaman keluarga Parker, nyonya Ferlestin duduk menunggu kedatangan Henry yang katanya telah selesai dengan presentasi dan akan menuju rumah besar setelahnya. Ditemani oleh Hailey yang hari ini tak terlalu sibuk dengan bisnis butiknya, nyonya Ferlestin ikut terbawa dengan obrolan keponakannya yang membicarakan tentang peningkatan bisnisnya itu. "Coba saja kakak berhasil mendirikan sekolah itu. Pasti aku akan lebih terkenal lagi dari sekarang. Bayangkan, bibi. Sekolah itu akan jadi sekolah unggulan. Lalu, mereka semua akan debut jadi artis besar. Pastinya butik milikku akan jadi tenar setelahnya." Hailey mencebik setelahnya. "Memang apa rencanamu setelah sekolah itu berdiri?" tanya nyonya Ferlestin."Aku akan jadi sponsor utama dalam semua drama yang akan dimainkan para mantan siswa di sana. Aku bahkan sudah membuat rencana kontraknya." Hailey berkata dengan nada sombong. Terdiam sejenak, matanya langsung memicing ke arah bibinya. "Seandainya anak tiri bibi tidak berbuat rusuh,
"Apa Lucy membuat nama Deluxe Corp tercoreng?" nyonya Emma bertanya dengan nada suara menahan marah. Henry bersikap waspada, karena bisa saja ibunya telah mengetahui semuanya. Henry menghela napasnya yang mulai terasa lelah. Rasanya, menghadapi ibunya sama saja bertemu dengan raja hutan. Ia harus siap bertekuk lutut atau nyawa jadi taruhannya.Nyonya Emma adalah mantan spionase yang berhenti setelah dipaksa menikah dengan salah satu anak keluarga Parker. Ia bisa dengan mudah mengintai seseorang yang diinginkannya. Seperti tentang pertemuan tadi siang. Seorang biasa, takkan mudah mendapatkan informasi secepat itu jika bukan pengaruhnya yang besar."Hanya sedikit insiden. Aku harap ibu akan memaafkannya," gumam Henry pelan. Brakk!!!Henry terperanjat kaget. Ibunya memukul meja dengan keras hingga hampir menjatuhkan barang di sekitarnya. Ruang kerja milik ayahnya ini dilengkapi dengan lapisan kedap suara dan pastinya akan mempermudah ibunya untuk bertindak semaunya. Tak akan ada satupu
"Kurasa dia telah mencurigaiku. Ada kemungkinan mereka akan mengirimkan mata-matanya di perusahaanmu," ujar Carol. Carol sedang duduk merias dirinya. Hari ini, ia akan pindah ke kantor Erik untuk sementara waktu. Menurut insting tidak jelasnya, keluarga Parker pasti tengah memata-matainya. Apalagi jika mengingat kelakuan tidak menyenangkan nyonya Emma yang sering kali memakinya dulu, pastinya wanita itu tak akan membiarkan anaknya malah. Carol menghela napas berat. Ia akan kembali bertemu dengan keluarga gila itu. "Tidak perlu. Kalau kau kembali ke Harold Times, kau akan dicurigai sebagai mata-mata media. Kau harus tetap di Genius. Aku yang akan menjamin keberadaanmu." Carol mencebikkan bibirnya. Damian selalu seenaknya saja, padahal ini semua demi reputasi dirinya juga. Saat makan pagi, Erik membahas keinginan Carol pada Damian. Pria itu hanya berdehem tapi sorot matanya mengatakan jika dirinya tak setuju dengan keinginan sang istri. Erik menyeringai tipis. Dilirik dengan tatapan
Carol baru saja meletakkan tablet komputer di atas meja, ketika seseorang tiba-tiba masuk tanpa permisi ke ruangannya. Wangi khas parfum mahal menguar di hidungnya. Damian tak pernah memakai parfum seperti ini. Semua parfum miliknya adalah parfum klasik yang hanya dibuat untuk pemesannya saja. Carol mendongak, ingin melihat siapa yang telah berani masuk ke dalam ruangannya tanpa permisi. "Selamat pagi nona Carol. Maaf, aku masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu." seorang pria dengan wajah setengah oriental berdiri di depannya. Carol mengenalnya ia pun mempersilakan pria itu duduk di sofa tengah. "Tuan Marco, ada yang bisa saya bantu?" tanya Carol yang kini berpindah duduk di hadapan Marco, pria yang tadi masuk tanpa permisi. "Nona Carol, sejauh mana pengetahuanmu tentang presentasi yang dilakukan Jessi minggu lalu?" Carol mengerutkan dahinya. Kakinya menyilang dengan tangan bersedekap di dadanya. "Apa kau tak tahu, seberapa jauh urusanmu dalam hal mencampuri divisi lain?" Carol
Marco kembali ke ruangannya dengan wajah yang sulit untuk dikatakan. Rencananya menekan Carol menjadi berantakan karena ternyata wanita itu tak seperti yang dikatakan oleh sahabatnya. Ia pikir, Carol adalah wanita yang mudah ditekan dan ditakut-takuti. Ternyata tidak, dia adalah wanita yang gemar melakukan argumen pada lawan bicaranya. "Tenang saja Marco. Carol mudah sekali kau takut-takuti. Ancam saja dia, atau marahi dengan kata-kata menyakitkan hati." Ia ingin sekali berkata kasar pada wanita itu. Namun entah mengapa tiba-tiba saja mulutnya terkunci rapat. Pesona Carol dan posisi Damian yang disebut oleh wanita itu membuatnya bungkam. Apalagi, ia sering mendengar rumor kedekatan Carol dan Damian. Tak menutup kemungkinan kalau keduanya tengah menjalin hubungan lebih dari sekedar bos dan asistennya. Tak bisa berpikir jernih, Marco menyambar kunci mobilnya lalu pergi dari ruangannya. Tujuannya adalah menemui Henry. Pria yang telah dikenalnya lebih dari sepuluh tahun itu memintanya
"Kau sudah pulang?" Carol menghempaskan tubuhnya ke atas sofa di ruang tengah. Tubuhnya sangat lelah dan ia butuh istirahat. Tapi aroma kue jahe kesukaannya membuat hidung wanita itu bergetar dan kini mulai bersemangat lagi. Dua keping kue jahe pun lenyap ke dalam perutnya. Damian yang meliriknya dari balik kacamata baca hanya terkekeh. Tingkah Carol sangat menggemaskan, pikirnya. "Aku tadi berkeliling butik di mall palace yang kau dirikan tujuh tahun lalu." Damian menganggukkan kepalanya. Ia tahu hal itu dari pengawalnya yang menyamar. "Aku membeli gaun untuk pesta ulang tahun pendiri Luminous entertainment." "Kau mendapat undangannya?" Carol mengangguk. "Bagaimana kalau kita datang bersama?" "Pendiri Luminous adalah Albert Bens. Putri bungsunya yang cantik adalah kekasih Erik. Apa tidak masalah jika kita berangkat bersama. Kau tahu kan, pasti ada gosip yang beredar di luar sana." mata Carol mengerling. Damian nampak tak peduli sama sekali. "Siapa mereka yang berani menganggu k
Pesta ulang tahun Albert Bens sangatlah mewah. Dengan aneka hiasan ruangan bernuansa emas dan ungu, menampilkan tahta tinggi keluarga Bens yang sangat terkenal di dunia hiburan. Dia adalah pendiri Luminous entertainment yang menghasilkan banyak aktor dan aktris terkenal juga legendaris. Luminous adalah saingan terberat Fively entertainment milik tuan Gallant. Damian datang bersama Carol bersama asistennya Ken. Mereka berjalan beriringan masuk ke dalam ruangan pesta. Carol tak hentinya membuka mulutnya pertanda dirinya kagum dengan dekorasi pestanya. Damian menggenggam tangan Carol dengan erat di balik sarung tangan putih yang dipakai olehnya. Matanya lurus memandang sekitar ruangan. Satu dua pasang mata mulai tertuju pada mereka. Hingga seorang wartawan datang mendorong sebuah pengeras suara kecil terarah ke wajah keduanya. Damian hanya membalas dengan senyuman sedangkan Carol hanya menunduk. Wanita itu malu. "Apakah tuan Damian datang ke pesta ulang tahun tuan Albert bersama den
Pesta pernikahan Damian akan dilangsungkan di sebuah gedung besar milik keluarga Easton. Gedung yang didirikan bersebelahan dengan hotel terbesar di Amberfest. Sungguh kehormatan bagi Carol bisa merasakan kemewahan yang tak pernah dirasakannya saat menikah dengan Henry. Jika dibandingkan, pernikahan pertamanya dulu sangatlah dramatis. Diawali dengan paksaan dan diakhiri dengan pengkhianatan. Tak ingin memikirkan masa lalu, Carol lebih senang mematut gaunnya yang kemarin datang ke rumah. Gaun cantik yang akan membuatnya seperti putri kerajaan saat memakainya. Semalem, Erik datang ke mansion mewah Damian. Carol memukulnya satu kali karena berita yang disiarkan oleh media milik Harold Times membuat kesalahpahaman. Hampir saja Damian diisukan menyukai sesama jenis. Erik meringis dan meminta maaf saat itu. Ia mengatakan, persiapan pernikahannya sudah selesai. Erik bahkan memuji gaun milik Carol dan itu lebih indah daripada yang dikenakan Carol dulu."Sayang, acaranya akan dimulai setenga
Sesuai janjinya pada Damian, Erik telah memerintahkan wartawan entertainment yang selalu terpercaya akan berita gosip di seputar artis untuk datang meliput kedatangan Damian ke sebuah butik terkenal di Amberfest. Butik itu pula yang dulu pernah didatangi oleh Carol saat akan menikah dengan Henry. Si pemilik butik masih ingat dengan wajah cantik Carol saat pertama kali datang ke sana. Hingga lima tahun berlalu, wajah cantik itu masih tetap cantik. Helga, si pemilik butik tak terlalu terkejut melihat siapa pria yang dibawa oleh Carol saat memasuki butiknya. Vivian, salah satu pelanggan butiknya telah memberitahu lebih dulu akan kedatangan Carol dan Damian. Namun tidak dengan para pegawai yang telah menunggu kedatangan mereka sejak satu jam yang lalu. Mereka terkejut hingga menganga lebar begitu melihat sepasang suami istri datang dari balik pintu kaca di depan mereka. Carol dan Damian datang saling menautkan lengan mereka. Mereka tersenyum manis menyapa para pegawai yang berdiri mema
[Breaking news: Damian Easton, pewaris sah Genius groups mengumumkan pernikahannya. Hari minggu ini akan diadakan resepsi pernikahan yang mewah di gedung Bailton. Adapun mempelai wanitanya diberitakan masih menjadi misteri. Damian Easton sendiri akan mengumumkannya dalam acara resepsi tersebut. Rumor menyatakan, jika istri Damian adalah seorang pewaris dari keluarga Dustin.]"Kau yang menulis beritanya?" Damian menunjuk layar tv yang menampilkan berita tentang dirinya yang akan menikah pekan depan. Erik menyeringai. "Kau tidak salah saat mengumumkannya?""Tidak, aku tidak salah. Ada apa?" "Kau menuliskan bahwa calon istriku adalah pewaris keluarga Dustin. Kau tahu, semua orang hanya mengetahui namamu sebagai pewarisnya. Nanti mereka pikir, aku akan menikah dengan—" Erik menepuk dahinya. Ia baru teringat akan hal ini. Di luar sana, hanya nama dirinya saja yang terkenal sebagai pewaris keluarga Dustin. Mungkin saja setelah berita ini tersebar, akan muncul berita lainnya yang akan menj
Damian menyewa seorang detektif untuk mencari keberadaan Rachel yang pergi dari rumah kediaman Easton dua minggu yang lalu. Menurut ayahnya, Rachel bercerita telah mendapatkan pekerjaan di daerah Ilba. Entahlah, itu benar atau hanya alasan dia saja. Namun insting Damian mengatakan, jika sebenarnya Rachel diam-diam menemui keluarga nyonya Ferlestin tanpa sepengetahuan keluarga Parker. Rachel adalah keponakan nyonya Ferlestin. Dia adalah anak saudaranya yang meninggal beberapa tahun silam karena penyakit jantung. Perselingkuhan yang dilakukan oleh anaknya, salah satu penyebabnya. Hal itu pula yang menyebabkan Rachel tak berani pulang ke rumah orangtuanya dan memilih untuk bertemu nyonya Ferlestin. Tebakan Damian tepat. Rachel diketahui berada di kediaman nyonya Ferlestin tanpa ada seorang pun tahu. Keluarga Parker tidak mungkin berada di sana, mereka membenci wanita itu. Sebenarnya, nyonya Ferlestin pun tak menyukai keluarga itu. Hanya karena hubungan dengan suaminya yang mengharuskan
Pertemuan malam itu sedikit banyak membahas mengenai projek yang akan dikerjakan oleh Billy dan Mr Zuck. Damian hanya mengarahkan saja. Billy percaya pada kakaknya, karena intuisinya sangat menguntungkan. Kakaknya tahu semua hal yang berguna dan tidak dari sisi seorang pelanggan atau orang ketiga. Alan tak banyak bicara. Tugasnya hanya mencatat segala hal penting dari pertemuan singkat malam ini. Bukan hanya karena hal itu. Yang paling membuatnya tak bisa berkata-kata adalah mimpinya bertemu dengan Carol dan menyatakan perasaannya kini hilang tanpa bekas. Ya, Alan menyukai Carol sejak pertama kali bertemu. "Anda sangat jenius tuan Damian. Saya sangat senang dengan ide yang anda berikan. Bagaimana tuan Billy?" Billy yang diajak bicara hanya mengangguk. Ia juga sangat setuju. Terlebih, ide yang diberikan oleh Damian sangatlah unik. Bahkan dirinya tak pernah terpikirkan akan hal itu. "Sebenarnya ini adalah saran dari Carol. Kami pernah berdiskusi tentang projek sekolah aktor dan terny
"Tuan Damian." Seseorang berlari memanggil Damian yang berjalan menuju lift petinggi di ujung lorong. Damian menghentikan langkahnya lalu menoleh dengan tatapan tajamnya. "Ada apa?" tanya Damian dengan suara dingin. "Hari ini, Mr Zuck ingin bertemu di restoran. Mereka ingin membicarakan rencana untuk projek yang saat itu dikerjakan oleh tuan Billy." staf yang memanggilnya tadi ternyata adalah salah satu staf yang menangani projek kerjasamanya dengan Billy. "Aku tak bisa. Kau bisa minta dia untuk datang ke rumahku. Kita makan malam bersama di sana." Ken membelalakkan matanya. Ia tak percaya bosnya mengajak orang asing datang ke rumah mewahnya. Damian yang peka dengan keterkejutan Ken hanya tersenyum. Staf yang diperintahkan tadi segera pergi setelah mendapat perintah dari Damian. "Tidak masalah, Mr Zuck datang ke rumah anda?" tanya Ken bingung."Semua bisa datang, kecuali keluarga Parker." Ken mengangguk paham. Ia mengikuti langkah Damian yang tujuannya adalah rumah mewahnya. Ca
Erik tiba lebih dulu di kantor milik Damian. Ruangan besar itu masih tampak sepi, karena pemiliknya belum juga datang. Saat tadi dirinya menginjakkan kaki di ruangan itu, seluruh staf yang berada di sana memindai wajah Erik lekat-lekat lalu berekspresi seperti sedang memikirkan sesuatu di kepalanya. Tak peduli dengan hal itu, Erik memilih duduk dan menikmati secangkir kopi hangat. Tuan David sempat duduk sebentar, lalu pergi setelah asistennya datang memberitahu sesuatu.Sambil menunggu Damian, Erik membuka ponsel mencari sesuatu yang bisa membuatnya tertawa. Sedang sibuknya membuka media sosial, tiba-tiba saja notifikasi dari nomor Carol tertera di layarnya. [Aku kirimkan sesuatu padamu]Ting! Erik mengerutkan dahinya. Ada sebuah rekaman video berdurasi tiga menit yang masuk ke aplikasi pesannya. [Itu video siapa?][Itu mantan kekasih Damian.]Erik membuka video itu lalu memutarnya. Pada awal video, ia hanya melihat mobil mewah di depan pagar yang hancur berantakan. Lalu beralih
"Damian?" Carol mencari sosok Damian di sampingnya. Masih terasa hangat, berarti suaminya itu belum pergi terlalu lama. Carol menggeliat sejenak, merapikan ototnya yang kaku karena sesi percintaan dengan suaminya semalam. Mengingat hal itu, pipi Carol langsung memerah malu. "Morning!" sapa Damian. Pria itu baru saja ke luar dari dalam kamar mandi dengan menggunakan handuk di pinggangnya. Carol meneguk ludahnya kasar. Ia ingat, semalam Damian juga sama berpenampilan seksi seperti itu saat mereka bercinta. "Morning. Maaf, aku bangun terlambat." Carol berusaha beranjak dari tempat tidur namun tangan Damian menahannya. "Tak masalah. Kau hari ini tidak usah masuk kantor. Nanti Ken akan mengantarkan mu pulang ke rumah lalu ke kantorku." Damian duduk di tepi ranjang lalu menarik tubuh Carol yang masih lemas. Wajahnya kusut karena baru bangun, rambutnya pun masih berantakan. Damian mengecup keningnya. "Ya, aku masih merasa lemas dan mengantuk." Carol bangun dari tempat tidurnya. Berjala
"Carol telah mengetahui semuanya." Damian berdiri di depan jendela yang mengarah ke taman belakang rumah ayahnya. Satu helaan napas ke luar dari mulutnya. Sepertinya sangat lelah sekali. "Apa yang dia katakan? Dia marah?" tanya Erik yang tengah memainkan bola kecil di atas meja biliar. Damian mengangguk. "Wajar saja. Kau tahu, dia mengalami banyak penderitaan saat kau pergi. Aku yang menemaninya. Lalu, kakek menikahkannya dengan Henry. Pria jahat itu." Damian menoleh. Tangannya mengepal marah. Hampir saja gelas yang tengah dipegangnya hancur berantakan. Mendengar nama Henry membuat darahnya mendidih. "Pria itu menjadikan Carol sebagai pemikat. Carol sering bercerita, Henry selalu mengancamnya mencari investor untuk membantu projeknya. Lebih gilanya lagi, seluruh hasil desain miliknya diakui oleh Henry." Erik terdiam. Terlalu malas melanjutkan permainan, ia memilih bergabung dengan Damian. "Apa yang dia lakukan setelah itu?"