Share

Bab 10

"Serius." Evano tersenyum licik dan mengalihkan tatapannya kepada Liam. "Contohnya .... Kamu bisa menjalin hubungan yang baik dengan Pak Liam dan memintanya untuk memberikan suamimu pelajaran."

Sofia merasa seperti habis diajak bermain roller-coaster. Setelah diberikan harapan yang tinggi, dia malah dijatuhkan begitu saja.

"Hah?" Sofia melirik Liam yang duduk dengan acuh di sampingnya. "Oh, aku tidak mau merepotkan Pak Liam."

Akhirnya Liam angkat bicara, "Kenapa? Merendahkan aku?"

"Bukan begitu maksudku." Sofia menggelengkan kepalanya dan bergegas menjelaskan, "Pak Liam pasti sangat sibuk, aku tidak mungkin merepotkan Pak Liam. Apalagi, kita baru kenal ...."

"Benar." Liam menyela ucapan Sofia.

Sofia tercengang melihat senyuman sinis Liam. Sofia tidak tahu kalimat mana yang menyinggung perasaan Liam.

"Untuk apa aku mengurus masalah sesepele itu? Tapi ...." Liam menatap Sofia dengan tajam. "Kemarin Bu Sofia juga membantuku, aku harus melakukan sesuatu untuk membalas kebaikanmu. Katakan saja, bantuan seperti apa yang kamu perlukan?"

"Tidak perlu." Sofia menolak dengan tegas. "Tadi pagi Pak Liam sudah membantuku, kita impas."

"Bu Sofia, pikirkan baik-baik. Kesempatan tidak datang dua kali." Liam tetap bersikap dingin.

"Aku sudah memikirkannya baik-baik," Sofia menjawab tanpa perlu berpikir.

"Baiklah." Liam menarik tatapannya dan meneguk anggur merah yang ada di depannya.

Ketika Liam mengangkat kepala dan meneguk anggurnya, Sofia terpanah melihat ketampanan serta tenggorokan Liam yang bergulir.

Awalnya Sofia hanya bermaksud melirik Liam, siapa sangka, Sofia malah terpesona melihat pemandangan di depan matanya. Tanpa disadari, Sofia membelalak dan menelan air liurnya sendiri.

Liam mungkin tidak sadar, tetapi Evano melihat jelas reaksi Sofia.

"Pak Liam ganteng?" Evano bertanya sambil cekikikan.

"Hah?" Pertanyaan Evano sontak membuat Sofia kaget. Walaupun panik, Sofia berusaha tetap bersikap tenang.

Evano bertanya sekali lagi, sedangkan Liam juga menoleh ke arah Sofia.

Sofia langsung mengangguk. "Ganteng."

Sofia tidak berbohong, faktanya Liam memang tampan. Namun Evano tidak melepaskan Sofia begitu saja, dia kembali memberikan pertanyaan yang sulit. "Kalau begitu ... apakah Bu Sofia menyukai Pak Liam?"

Pertanyaan ini membuat Sofia membisu. Sofia menyukai "ketampanan" Liam, tetapi hanya sekedar menyukai wajahnya saja. Bukan rasa suka yang muncul di antara sepasang kekasih.

Setelah berpikir sejenak, Sofia tersenyum canggung dan menjawab, "Wanita mana yang tidak menyukai Pak Liam?"

"Bagaimana denganmu?" tanya Liam. Kali ini bukan Evano, melainkan Liam sendiri yang melontarkan pertanyaan.

Awalnya Sofia agak ragu, tetapi akhirnya dia menjawab, "Tentu saja suka."

Pekerjaan jauh lebih penting daripada hati nurani.

Meskipun tahu bahwa jawaban Sofia hanyalah formalitas, Liam tetap merasa senang.

"Pelayan!" teriak Liam. "Karena Bu Sofia menyukaiku, aku mau memesan 1 botol anggur lagi."

Seketika Sofia langsung merasa seperti tersambar petir! Dia membelalak selama beberapa detik, apakah jawaban tadi masih bisa ditarik kembali?

....

Ucapan yang sudah dilontarkan tak bisa ditarik kembali. Satu-satunya yang bisa dilakukan Sofia adalah meneguk anggur yang dipesan. Sofia tidak mau rugi, dia sudah bayar mahal-mahal.

Karena minum terlalu banyak, akhirnya Sofia pun mabuk. Untungnya Sofia bukanlah peminum yang meresahkan. Setiap mabuk, Sofia hanya duduk dengan patuh, dia tidak ribut maupun bersuara.

"Bu Sofia?" panggil Evano.

Setelah kurang lebih 2 menit, Sofia baru merespons panggilan Evano. "Hmm ...."

Sofia memiringkan kepalanya ke samping, seperti sengaja berlagak sok imut.

"Ckck." Evano berdecak dan berbicara kepada Liam, "Lihat Sofia, pria-pria bisa berniat saat melihat penampilannya yang seperti ini."

Liam hanya menatap Evano dengan dingin. Evano menyadari ucapannya yang salah, dia hanya bisa berdeham sambil mengusap hidungnya.

Sofia mendengar jelas ucapan Evano, hanya saja tidak tidak mengerti maksud ucapannya.

Kepala Sofia terasa pusing, dia tidak bisa berpikir dengan jernih. Tanpa disadari, Sofia menjulurkan lidah dan mengecap bibir merahnya. Di saat bersamaan, Liam menarik Sofia ke dalam dekapannya.

Sofia terpanah saat mencium aroma tubuh Liam ....

Satu tangan Liam menekan kepala Sofia ke dadanya, sementara tangan satu digunakan untuk meraih kaki Sofia dan menggendongnya.

"Kamu yang traktir," kata Liam kepada Evano.

Setelah berbicara, Liam langsung membalikkan badan dan pergi meninggalkan restoran.

Sembari menatap sosok Liam yang beranjak pergi, Evano tersenyum dan menggelengkan kepala. "Pengkhianat."

....

Liam kembali ke kamarnya sendiri. Di sepanjang jalan, dia berpapasan dengan banyak orang.

Untungnya kepala Sofia terbenam di dalam pelukan Liam sehingga tak ada seorang pun yang melihat jelas wajahnya. Ditambah, orang-orang juga tidak berani lama-lama menatap Liam. Mereka hanya berani bergosip di belakang.

"Pak Liam membawa seorang wanita ke kamarnya."

"Siapa ya wanita itu?"

Sofia tidak bersuara. Sesampai di dalam kamar, Liam baru menyadari bahwa Sofia tertidur di dalam pelukannya. Ketika meletakkan Sofia ke atas tempat tidur, Liam tergoda melihat bibir Sofia yang merona.

Liam menuruti hasratnya. Dia membungkukkan badan dan mengecup bibir Sofia. Bibir Sofia lembut seperti agar-agar. Walaupun anggur merah yang diminum meninggalkan rasa pahit di bibir Sofia, Liam bersedia menerimanya.

Namun saat mengecup pipi Sofia, Liam mencium lapisan alas bedak yang sangat tebal.

"Cuih!" Liam langsung mengambil tisu dan meludahkannya. Kemudian dia bergegas ke kamar mandi untuk membilas mulutnya sampai bersih. Ketika menundukkan kepala, Liam baru menyadari bekas alas bedak yang menempel di kemeja putihnya.

Liam melepaskan kemejanya, lalu melemparkannya ke dalam keranjang kotor. Setelah itu, dia mengambil sebuah handuk, lalu membasahkannya dan membantu Sofia untuk menghapus riasan wajahnya.

Sofia mengenakan alas bedak yang sangat tebal, saking tebalnya sampai tidak kelihatan warna kulit. Liam merasa dandanan Sofia jauh lebih menor daripada sebelumnya.

Setelah semua riasan wajahnya dihapus, Liam pun tahu kenapa Sofia berdandan begitu menor.

Wajah asli Sofia terlihat bengkak dan merah. Tanpa ditanya pun Liam tahu, memar ini pasti diakibatkan tamparan ibu mertuanya Sofia.

Tatapan Liam terlihat dingin, tangannya menelusuri wajah Sofia secara perlahan-lahan.

"Bodoh, wanita bodoh," kata Liam sambil menggertakkan giginya.

Liam mencubit pelan pipi Sofia untuk melampiaskan kekesalannya.

"Kamu mencampakkan aku demi pria itu, tidak heran hidupmu menderita."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status