Lingkaran cahaya hijau berbentuk tabung besar laksana sambaran kilat menukik ke bawah menghunjam ke bumi. Sejarak seratus tombak dari permukaan tanah daya jatuhnya berubah menjadi perlahan. Akhirnya bagian bawah lingkaran cahaya menyentuh tanah. Bersamaan dengan itu lingkaran warna hijau lenyap. Maka kelihatanlah tiga sosok tegak saling tertegun yakni Bintang, Bayu dan Arya.
Untuk beberapa lamanya mereka kelihatan seperti berada dalam sirapan. Tidak bergerak, tidak bersuara. Bintang masih memegang Pedang Pilar Bumi di tangan kanan. Arya masih memegang Cincin berbatu hijau. Sedang Bayu tegak terbungkuk.
Sesaat kemudian, seolah terbangun dari tidur ketiga orang itu sama-sama tersadar.
“Eh, kita berada dimana saat ini?” Bintang yang pertama sekali membuka mulut lalu memandang berkeliling. Begitu memandang begitu sang pendekar jatuh terduduk dan berseru kaget.
Arya berteriak. “Apa yang terjadi denganmu Bintang?! Apa yang terjadi dengan kita?!”
“Tapi kita mau kemana?” ujar Arya. Untuk menjaga segala sesuatunya. Bintang masih terus menggenggam Pedang Pilar Buminya.Baru saja Bintang berkata begitu tiba-tiba ada suara menghentak-hentak keras sekali. Tanah di mana mereka berada bergetar hebat. Untuk kesekian kalinya ketiga orang ini jatuh berpelantingan.“Apa yang terjadi?” desis Arya dengan muka pucat.“Gempa… Pasti gempa!” menyahuti Bayu. Lalu dia berpaling pada Bintang. “Bintang bukankah kau memiliki ilmu kesaktian bernama ‘Mata Dewa’. Kau bisa melihat di mana kita berada. Kau bisa mengetahui apa saja yang ada di sekitar kita!”“Betul! Kita harus segera cari selamat!” kata Arya.Bintang mengangguk lalu kerahkan tenaga dalamnya ke kepala. Sepasang matanya melihat ke arah kejauhan, menembus rerumputan tinggi yang menghalang di sekitarnya. Sementara itu suara hentakan keras tadi semakin dahsyat.
“Pecah kepalaku!” teriak Arya. Bintang tak bisa berteriak karena salah satu jari tangan raksasa tepat menekan mukanya. Kepalanya serasa remuk. Makhluk raksasa perlahan-lahan duduk kembali di tanah. Tangan kanannya yang menggenggam dibuka. Bintang, Bayu dan Arya bergeletakan di atas telapak tangannya. “Tiga makhluk aneh cebol! Ha ha ha...!” Suara tawa makhluk raksasa membuat ketiga orang yang ada di atas telapak tangan bergulingan. Arya malah sempat jatuh, tapi lekas di sambut kembali oleh makhluk raksasa itu. Untuk beberapa lamanya ketiganya tertelentang di atas telapak tangan, tak bergerak dan telinga masing-masing seolah mau pecah. “Makhluk-makhluk aneh, kalian dari mana datang! Mengapa sosok kalian sekecil ini! Perutku masih lapar...” Tiga orang di atas tangan tergoncang-goncang. “Kalau dia terus bicara hancur telinga kita bertiga!” teriak Bayu. “Kau si cebol yang bicara! Apa yang barusan kau ucapkan?!” Makhluk raksasa bertanya seraya gerak
“Apa kau bisa mempertemukan kami dengan Jin Tangan Seribu?” tanya Bintang.“Mengapa kalian ingin menemuinya?”“Mungkin dia bisa menolong mengembalikan kami ke alam kami semula...”“Jin Tangan Seribu memang sakti, banyak ilmunya. Tapi untuk mengembalikan kalian ke alam kalian semula dia tidak akan mampu melakukan. Para Dewi dan Dewi sekalipun tidak bisa melakukan!”“Celaka kita bertiga!” seru Arya. Bayu dan Bintang terdiam tak bisa mengeluarkan ucapan barang sepatah pun.“Tunggu dulu,” kata Arya. “Aku teringat pada satu ujar-ujar yang mengatakan begini. Setiap ada jalan masuk tentu ada jalan keluar. Setiap ada pintu masuk pasti ada pintu keluar.”“Ujar-ujar itu hanya berlaku di duniamu, tidak di dunia kami! Ada jalan masuk belum tentu ada jalan keluar. Ada pintu masuk belum pasti ada pintu keluar. Kecuali jika kalian bisa menemukah benda yang dicari Jin
Mendengar riwayat yang dituturkan Maithatarun Bintang dan kawan-kawannya jadi terdiam untuk beberapa lama. Namun begitu mereka ingat nasib mereka sendiri, ketiganya kembali menjadi gelisah. “Sobatku Maithatarun...” akhirnya Bintang membuka mulut. “Kau sudah bisa mengira-ngira siapa yang mencelakaimu sampai jadi begini?”“Siapa lagi kalau bukan Zalanbur si keparat itu! Tapi dia tidak bekerja sendirian. Pasti ada yang membantu. Kesaktiannya tidak sampai pada kemampuan untuk mencelakai diriku seperti ini.”“Kau juga tahu siapa yang membantunya?” Bayu ganti bertanya.“Di Kota Jin hanya satu orang yang mampu berbuat sejahat ini! Seorang dukun durjana dikenal dengan nama Jin Santet Laknat! Aku bersumpah untuk membunuhnya!”“Sahabat Maithatarun, melihat keadaan dirimu sudah berapa lama kau dipendam di tempat ini?” Arya ikut bertanya. Sampai saat itu dia lebih banyak memejamkan mata. Takut pa
Bintang terpekik. Tubuhnya terpental sampai tiga tombak. Pedang Pilar Bumi lepas dari pegangannya. Mukanya seputih kertas.“Hai! sobatku! Apa kataku. Kau tidak berhasil!” berucap Maithatarun.Bintang merasa sangat malu. Cepat-cepat dia ambil pedangnya kembali. Ketika dia memandang ke arah rantai, pemuda ini jadi kaget. “Lihat, hantaman Pedang telah meretakkan satu mata rantai!”“Hai! sobatku, jangan terlalu gembira. Sebelum kau bisa memutus salah satu mata rantai, senjatamu itu mungkin sudah hancur dan tanganmu sudah tanggal dari persendian! Jangan keliwat memaksa. Biar para Dewa dan para Dewi yang menolongku!”“Aku belum menyerah!” kata Bintang seraya simpan Pedang Pilar Bumi di balik pinggang pakaiannya.“Apalagi yang hendak kau lakukan Bintang?” tanya Arya. Bintang tak menjawab. Dia tegak dengan kaki terkembang di depan rantai besi. Mulutnya tertutup rapat.Zzgggghhh.....! Zzgggg
Harimau berbulu putih itu gelengkan kepalanya. Seolah mau mengatakan bahwa dia tidak mampu membebaskan sepasang kaki Maithatarun yang dipendam dalam bola batu! Panglima Yudha mendongak ke langit lalu mengaum panjang. Perlahan-lahan tubuhnya mengecil kembali. Bintang segera melompat mendekati Panglima Yudha. Tangan kiri mengusap kuduk binatang itu tangan kanan menyeka lelehan darah.''Panglima Yudha. Aku tidak berkecil hati dan jangan kau kecewa. Kau telah berusaha keras hingga mengeluarkan darah dari mulutmu. Walau kau tidak dapat menghancurkan batu itu tapi kau telah menolong Maithatarun dari pendaman yang membuatnya menderita selama puluhan hari. Aku berterima kasih. Maithatarun juga pasti sangat berterima kasih”Panglima Yudha kedip-kedipkan matanya seolah mengerti apa yang diucapkan Bintang. Tiba-tiba satu tangan besar menyambar sosok Panglima Yudha. Maithatarun mengangkat binatang ini ke atas, didekatkan ke mukanya. “Makhluk kecil berbentuk harimau put
Selama 180 hari lebih sepasang kaki Maithatarun telah dipendam dalam batu. Selama itu pula dia tidak pernah berjalan melangkahkan kaki. Kini kakinya bebas, tapi masih terpendam dalam dua bola batu. Sanggupkah dia menggerakkan kakinya dan berjalan. Maithatarun sesaat merasa cemas. Dengan menabahkan hati disertai pengerahan tenaga, dia angkat kaki kanannya keluar dari lubang di tanah. Terasa sangat berat. Dia kerahkan lagi tenaga lebih besar. Keringat memercik di muka dan tengkuknya. Otot-ototnya melembung bergetar. Perlahan-lahan bola-bola batu itu bergerak sedikit. Maithatarun genggamkan lima jari tangan kanannya lalu berteriak keras. “Dukkk!” Batu besar yang membungkus kaki kanan Maithatarun keluar dari lubang dan menghunjam di tanah. Tanah bergetar hebat. Pohon-pohon bergoyangan. Untuk kedua kalinya Maithatarun berteriak sambil mengerahkan tenaga. “Dukkkk!” Seperti kaki kanan tadi kaki kiri juga mampu dikeluarkannya dari dalam lubang.
LELAKI di sebelah depan yang mengenakan destar tinggi warna hitam terbuat dari sejenis kulit kayu meludah ke tanah. “Dasar manusia bodoh! Setelah membunuh keponakanku kau masih bisa berkata tidak mencari lantai terjungkat! Menuduh kami memfitnah!”“Hai! Pasalut, Pamanda, Ruhrinjani istri yang kucintai! Perihnya hati dan jiwa akibat kematian istri masih belum terobati! Bagaimana tega-teganya kau menuduhku membunuh Ruhrinjani?!” ujar Maithatarun dengan sikap tetap tenang walau telinganya panas mendengar ucapan orang.“Jin jahanam! Jangan kau berani bermanis mulut! Aku punya, saksi yang melihat kau membunuh Ruhrinjani keponakanku! Mayatnya kau lemparkan ke dalam jurang di sisi Bukit Batu Tunggal!”“Kau boleh punya seribu saksi Pasalut Pamanda, tapi aku punya saksi para Dewa dan Dewi!”“Kurang ajar! Berani-beraninya kau membawa-bawa nama Dewa dan Dewi!” bentak orang bernama Pasalut.“Aku