Semua murid yang tadinya bersantai-santai di kelas langsung merasakan tekanan tersendiri saat melihat Natsume sedang memasuki kelas sambil membaca buku.
Mereka memang belum melawan Natsume secara langsung. Tetapi melihat pertarungan Natsume kemarin melawan para kelompok Bionce, membuat mereka yakin bahwa mereka tidak ada apa-apanya di hadapan Natsume. Makanya mereka tidak berani bertingkah di hadapan Natsume. Mereka takut kalau mereka bertingkah, Natsume akan marah dan membantai mereka semua.
Tako dan Azriel adalah orang yang paling kaget dengan pertarungan Natsume kemarin. Sebelumnya mereka berdua mengira bahwa Natsume hanyalah orang biasa yang sama sekali tidak menguasai ilmu bela diri. Tetapi setelah melihat kejadian kemarin, pemikiran mereka itu berubah. Mereka sekarang berpikiran bahwa Natsume adalah singa yang sedang tertidur dan menunggu mangsa yang tepat untuk dilahapnya.
Mereka sadar bahwa kalau pun mereka menggabungkan kekuatan mereka, mereka belum tentu bisa mengalahkan Natsume. Perbedaan antara mereka bertiga sangatlah berbeda. Ditambah lagi, Natsume sepertinya belum mengeluarkan seluruh kekuatannya saat bertarung melawan kelompok Bionce. Membuat mereka semakin yakin bahwa Natsume bukanlah orang yang seharusnya mereka lawan. Karena sekali saja Natsume menganggap mereka sebagai lawan, maka mereka akan habis saat itu juga.
"Coba aja bicara sana," ujar Tako menyuruh Azriel.
"Lah, kenapa jadi aku? Kenapa tidak kamu saja?" tanya Azriel pada Tako.
"Kan kamu yang sering bicara sama dia. Lagipula aku jarang bicara sama dia. Kalau tiba-tiba aku ngajak dia bicara, takutnya aku menyinggungnya."
"Benar, tuh. Kamu aja sana. Kami awasi kamu dari sini," sahut Tatsuya sambil menunjukkan jempol tangan kanannya.
"Sialan, kenapa selalu aku yang terpilih di setiap bahaya seperti ini?" gumam Azriel sambil bangkit lalu berjalan menuju ke arah Natsume.
Azriel mengambil sebuah bangku. Lalu meletakkannya di dekat bangku Natsume. Azriel pun duduk di bangku itu sambil menatap ke arah buku yang sedang dibaca oleh Natsume.
"Apa aku mengganggumu?" tanya Azriel dengan perasaan sedikit takut.
"Tidak terlalu," jawab Natsume sambil membalikkan halaman bukunya.
"Boleh tanya sesuatu?"
"Tanya saja. Asalkan tidak hal pribadi, maka akan aku jawab."
"Sebelumnya kamu selalu bilang kalau kamu tidak tertarik dengan sebuah pertarungan. Tetapi kenapa kemarin kamu bertarung melawan kelompok Bionce?"
"Kemarin? Aku? Tidak-tidak. Aku seharian belajar di roof top. Jadi mana mungkin aku berhadapan sama mereka."
Azriel merasa ada yang aneh dengan Natsume. Kemarin dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat Natsume menghabisi seluruh anggota kelompok Bionce. Dan bukan cuma dirinya saja yang melihat hal itu. Banyak saksi mata atas kejadian itu. Tetapi kenapa Natsume tidak ingin mengakuinya?
"Tidak mungkin. Kemarin kami lihat dengan mata kami sendiri kalau kamu menghabisi mereka sendirian," sahut Tatsuya dari belakang kelas.
"Sepertinya kalian salah orang, aku hanyalah seorang kutu buku. Jadi mana mungkin aku bisa bertarung. Lagipula lawannya ada kelompok Bionce, tidak ada kemungkinan untuk menang melawan mereka," jawab Natsume sambil menutup buku miliknya.
"Aku akan pergi ke roof top. Tentang orang yang kalian lihat kemarin, seperti kalian salah orang. Karena aku sama sekali tidak tertarik dengan sebuah pertarungan," lanjut Natsume sambil bangkit dari kursinya.
"Bentar, kenapa kamu bertingkah seperti tidak terjadi apa-apa? Padahal kemarin kamu baru saja berhasil mengalahkan kelompok terkuat kedua setelah Archangel," ujar Azriel sambil mencengkram erat tangan Natsume.
"Lepaskan," ujar Natsume dengan tatapan tajam.
Azriel tertegun sempurna saat mendapatkan tatapan tajam dari Natsume. Secara perlahan, tangannya mulai melepaskan tangan Natsume. Membuat Natsume langsung melenggang pergi begitu saja.
Jantung Azriel berdetak kencang. Tatapan Natsume tadi berhasil membuat dirinya takut. Walau hanya sesaat, Azriel merasakan bahwa ada aura menakutkan yang terpancar dari tatapan Natsume. Dan aura itu sama seperti aura pembunuh.
Di sisi lain, Natsume melangkahkan kakinya dengan santai melewati lorong-lorong yang tadinya di sisi-sisi ada murid yang sedang bertengkar. Tetapi semua pertengkaran itu langsung berhenti saat mereka semua tau bahwa Natsume sedang berjalan melewati mereka.
Mereka semua sudah tau apa yang sedang terjadi kemarin. Natsume mengalahkan kelompok Bionce. Berita itu sudah menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Sampai-sampai tidak ada satu pun orang yang tidak mengetahui berita itu.
Beberapa orang memang belum tau seberapa kuat Natsume yang sebenarnya. Jadi mereka memilih untuk tidak mencari masalah dengan Natsume terlebih dahulu. Sebelum mereka bisa memastikan apakah memang tingkatan ilmu bela diri Natsume ada di atas atau malah di bawah mereka.
Natsume masih santai melangkahkan kakinya, sampai pada akhirnya ia berhenti di roof top. Jarang sekali ada murid yang datang ke roof top. Karena memang bagi para murid-murid yang ada, lebih baik bertarung di ruangan-ruangan yang ada di dalam gedung daripada di roof top.
Saat Natsume baru memasuki daerah roof top, Natsume langsung merasakan ada hawa seseorang yang sedang mengawasinya dari arah pintu masuk roof top.
Natsume memilih tidak mengambil sikap siaga. Karena memang Natsume sudah sangat hafal dengan hawa keberadaan orang itu. Hawa dingin dan sedikit samar-samar itu milik salah satu temannya yang ada di masa lalu.
"Kelompok Bionce sudah kamu kalahkan. Selanjutnya para Archangel."
Suara laki-laki itu dapat didengar dengan jelas oleh Natsume. Dari suara itu, keyakinan Natsume tentang identitas orang yang ada di balik pintu itu adalah salah satu temannya semakin besar.
"Aku hanya ingin bersekolah dengan tenang. Jadi bisakah kamu menganggap ku tidak pernah berada di sini?" tanya Natsume sambil menutup matanya.
"Tidak bisa. Karena di antara kita semua, hanya kamu yang tersisa di sekolah ini. Jadi kamu harus merebutnya kembali. Posisi puncak seharusnya tidak diberikan pada orang yang lemah seperti mereka."
Natsume tersenyum kecil mendengar hal itu. Merebut kembali posisi puncak? Apakah itu adalah hal yang mudah? Tentu saja sangat mudah untuk dikatakan. Tetapi sangat sulit untuk dilakukan. Karena sebelum ia bisa merebutnya, ia harus melawan para Archangel terlebih dahulu.
"Kamu bisa memanfaatkan laki-laki dari keluarga bangsawan itu. Kamu hanya perlu bermain di balik layar. Lalu saat waktunya sudah tiba, kamu hanya perlu menghabisinya," ujar laki-laki yang bersembunyi di balik pintu.
"Bisakah kita bermain sedikit lebih halus. Menghabisi orang yang tidak tau apa-apa itu rasanya terlalu kejam," ujar Natsume dengan matanya yang masih tertutup.
"Aku tidak percaya kalimat itu muncul dari mulut seorang pembunuh. Tapi tetap saja tidak bisa. Karena kalau kita bermain halus di generasi sekarang, kita tidak akan mendapatkan apa pun."
"Benar juga, ya. Regenerasi selalu ada. Semuanya sudah berubah semenjak kita sudah tidak ada di sini. Rasanya aku ingin mengulangi masa-masa itu lagi. Masa-masa di mana kita bersama-sama melihat sekolah ini dari posisi puncak."
"Kami tidak membutuhkannya lagi. Yang membutuhkan hal itu sekarang adalah kamu. Dan sebagai rekan, aku akan pastikan kamu mendapatkan apa yang seharusnya kamu dapatkan. Tentu saja bukan aku saja yang akan membantumu. Yang lainnya juga akan membantumu di balik layar. Jadi jangan khawatir."
"Apakah kamu sudah menghapus seluruh informasi tentangku?"
"Ya sudah."
"Kalau begitu sudah cukup. Sisanya serahkan padaku. Jangan ada yang ikut campur lagi setelah ini."
"Apa kamu yakin?"
"Kamu sendiri yang bilang bukan kalau aku adalah seekor serigala dengan taring yang tumpul? Jadi sekarang aku ingin menajamkan kembali taring-taring yang aku miliki. Dengan begitu, aku bisa kembali ke kalian dengan rasa bangga."
"Baiklah. Kalau begitu aku akan bertanya satu hal sebagai penutup pertemuan kita hari ini. Bagaimana rasanya membunuh manusia?"
"Tidak terlalu buruk."
Setelah menjawab pertanyaan itu, Natsume merasakan hawa keberadaan teman lamanya tadi menghilang dari posisi yang seharusnya. Menandakan bahwa temannya itu sekarang sudah meninggalkan kawasan sekolah dan kembali ke tempat yang seharusnya.
Natsume mulai membuka matanya kembali. Menatap ke arah atap-atap rumah yang letaknya tidak begitu jauh dari sekolahnya. Lalu tersenyum lebar.
"Hei, Yui. Apakah tidak masalah orang sepertiku lahir di dunia ini?"
Natsume dan Yuji berada di rooftop sejak setengah jam yang lalu. Mereka menikmati keindahan sore dari atas sana sambil bersantai. Natsume duduk di sofa lama yang sudah cukup usang. Sedangkan Yuji berdiri di pinggir rooftop sambil menatap ke arah perdesaan yang memang terlihat dari atas sana. Kalau diingat-ingat lagi, sudah lama sekali Natsume mengambil posisi puncak dan Yuji turun menjadi kursi kedua. Archangel yang sekarang memiliki enam anggota. Tidak ada satu pun anggota Archangel sebelumnya yang diubah. Hanya saja Natsume masuk sebagai pemilik kursi pertama sedangkan Archangel sebelumnya turun satu kursi. Suasana yang sangat damai. Tidak ada satu pun kelompok lagi yang ingin mencari masalah dengan Tengoku Gakuen saat berita tentang Ace telah kembali ke sekolah itu dan memperkuat sekolah itu sebagai penguasa. Ryu Gakuen dan Ryuji Gakuen pun tidak pernah menyentuh atau pun menggangu Tengoku Gakuen. Sekarang ketiga sekolah itu memiliki prioritasnya masing-masing dan sampai pri
Sebuah pesta pernikahan mewah di adakan di sebuah taman. Ada beberapa tamu pentingnya yang diundang. Dan ada beberapa orang-orang penting dari Tengoku Gakuen yang diundang khusus untuk menghadiri pernikahan ini. Pernikahan ini termasuk ke dalam sebuah acara yang penting bagi para murid dan guru Tengoku Gakuen. Karena orang yang menikah saat ini adalah salah satu orang yang telah membuat sejarah baru dan berhasil membawa Tengoku Gakuen ke puncak kejayaannya. Orang yang paling ditakut-takuti dan dihormati oleh setiap orang yang berada di jalanan. Sakura Yui. Perempuan dengan paras cantik itu menikah hari ini dengan seorang laki-laki yang ia kenal sudah lebih dari lima tahun.Perempuan itu terlihat sangat anggun dan cantik menggunakan gaun berwarna putih dengan sebuah mahkota kecil menghiasi kepalanya. Hari ini adalah hari bahagianya. Dan para tamu dari Tengoku Gakuen datang untuk mengucapkan selamat sekaligus berjaga-jaga jika seandainya ada orang luar yang ingin menggangu atau pun m
Ada sebuah suara laki-laki yang terdengar jelas oleh Hanashita dan Darkshield. Hanashita merasa bahwa suara itu hanyalah sebuah imajinasi saja. Pasalnya mereka berdua sekarang berada di dalam alam bawah sadar. Jadi tidak mungkin ada orang lain selain mereka di sana. Namun Hanashita dapat melihat wajah kebingungan di wajah Darkshield. Yang menandakan bahwa suara itu benar-benar nyata adanya. Dan dari suara tadi, Hanashita mengetahui betul siapakah pemilik suara itu. Sang pemilik suara itu sekarang sedang bertarung dengannya. Jadi semakin mustahil jika laki-laki itu berada di alam bawah sadar sekarang. Tetapi kalau memang suara itu bukan milik laki-laki itu, lantas suara siapakah itu. Secara cepat bunga Higanbawa yang tadi berwarna merah berganti warna menjadi biru. Di saat yang sama juga, ada angin dingin yang berhembus kencang ke arah mereka berdua.Hanashita sadar bahwa hal ini bukanlah hal yang wajar terjadi. Jadi kemungkinan besar ada seseorang yang berhasil menyusup ke alam baw
Pertarungan Natsume dan Darkshield terus berlanjut sampai saat ini. Darkshield tidak memiliki niatan untuk mengalah. Begitu juga dengan Natsume. Karena Natsume paham, bahwa jika ia mengalah dan melepaskan mode invensi nya maka jiwa Darkshield akan tenggelam dalam alam bawah sadar selamanya. Semakin lama, Natsume semakin sulit untuk menerka dan mengantisipasi serangan dan pergerakan Darkshield. Hal itu menandakan bahwa memang semakin lama jiwa murni Darkshield semakin hilang dan naluri binatang buasnya sudah hampir menguasai tubuhnya secara utuh. Itu adalah hal yang sangat membahayakan. Karena jika naluri binatang buas Darkshield menguasai tubuh Darkshield, maka Inversi Darkshield tidak akan pernah berhenti, hal itu akan menyebabkan kerusakan pada beberapa organ dalam Darkshield sampai pada akhirnya Darkshield akan meninggal. Nyawa Darkshield dipertaruhkan pada pertarungan kali ini. Satu-satunya untuk menyelamatkan Darkshield hanya dengan cara mengalahkannya dan menyadarkan jiwa Dar
Di pertarungan yang semakin sengit, Natsume masih terpikirkan tentang serangan Darkshield yang bisa membuatnya merasakan sakit walaupun ia berada di dalam mode inversi. Secara konsep, di dalam mode inversi semua perasaan akan dilenyapkan secara total dan akan dimunculkan kembali secara bersamaan pada saat mode inversi telah berakhir. Perasaan sedih, senang, sakit, dan yang lain-lainnya akan lenyap dari hati pengguna saat pengguna masih dalam mode inversi. Hal itulah yang membuat sang pengguna bisa terus menerus bertarung walau di tubuhnya terdapat banyak sekali luka. Namun entah kenapa kali ini ada yang berbeda. Untuk memastikan perbedaan itu, Natsume secara sengaja tidak menahan serangan dari seluruh anggota Archangel. Dan benar saja, satu-satunya rasa sakit yang tercipta hanyalah dari serangan Darkshield. Selama ini hanyalah Sakura yang bisa menciptakan rasa sakit saat ia sedang memasuki mode inversi. Dan itu pun Sakura juga berada di dalam mode inversi. Dari hal itu, Natsume d
Pertarungan masih terus berlanjut. Natsume terus menerus memberikan sebuah serangan yang tidak bisa ditahan oleh para Archangel. Sedangkan para Archangel sendiri pun masih kewalahan untuk mencari tau di mana dan kapan Natsume akan muncul untuk melangsungkan sebuah serangan. Keberadaan Natsume yang tak bisa dilihat dengan mata membuat semua Archangel bingung harus berbuat apa selain melakukan sebuah pertahanan. Sudah ada banyak sekali serangan Natsume yang berhasil mengenai tubuh dari para Archangel. Dan setiap serangan itu berakibat sangat menyakitkan. Membuat para Archangel sadar bahwa melakukan pertahanan seperti sekarang bukanlah hal yang benar. Pasalnya tidak peduli seketat dan sekuat apa pun pertahanan mereka, Natsume pasti bisa menemukan celah dan memanfaatkannya. Darkshield mulai tertarik dengan kondisinya sekarang. Ia memang tidak tau pasti di mana kah tempat Natsume berdiri sekarang. Jadi ia putuskan untuk mengikuti naluri nya dan menghempaskan tangannya ke segala arah me