Beranda / Romansa / Penjaga Idaman / 2. Menyebalkan

Share

2. Menyebalkan

Penulis: Lynelle Kim
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-07 20:00:18

“Apa mukamu itu tidak bisa tersenyum? Paling tidak lebih ramah sedikit. Mukamu itu menyebalkan, tahu tidak?” gerutu Shena dengan kesal melihat wajah Kastara yang datar dan dingin.

“Oke, kau memang digaji oleh Papa untuk menjadi penjagaku. Tetapi aku tidak mau kalau penjagaku selalu bermuka busuk seperti mukamu itu. Padahal kalau aku amati mukamu itu cukup tampan, Kastara. Jadi coba lah untuk tidak menakuti orang-orang didekatku, mengerti? Atau kau akan berakhir seperti penjaga sebelum dirimu yang langsung kutendang keluar dari gedung ini!” ancam Shena dengan senyuman dingin.

Kastara tetap tidak beraksi dan masih tetap diam dan berdiri tegak, hanya matanya yang melihat ke kanan ke kiri, melihat situasi. Padahal mereka ada di dalam kantor Shena. Tidak mungkin kejadian buruk terjadi di sini.

“Pa … katakan padaku, kau dapat penjaga ini dari mana? Apa dia lulusan angakatan darat? Kenapa kaku seperti robot? Aku tidak suka,” gerutu Shena pada ayahnya yang langsung tertawa keras mendengar gerutuan anaknya itu.

“Dia cocok sekali denganmu, Sayang. Ini belum sampai dua puluh empat jam dia menemanimu. Tunggu sampai dua puluh empat jam kau pasti akan menyukainya,” jawab Iwan Duarte dengan tawa yang sama.

“Haa? Maksud Papa? Papa ingin menjodohkan dia dengan aku? Aku anakmu, Pa! Kau ingin punya menantu seorang bodyguard?” tanya Shena mendelik walau dia tahu ayahnya tidak akan melihat wajahnya karena percakapan mereka melalui interkom.

“Dasar bodoh! Tidak mungkin Papa menjodohkanmu dengan Kastara, Sayang. Kau anak kesayangan Papa yang cantik, ayu dan pintar. Paling tidak kau akan mendapatkan lelaki yang sebanding denganmu, Sayang, seorang CEO,” jawab Iwan tertawa lebar.

Shena langsung mengusap dadanya lega. Hampir saja jantungnya lepas andai ayahnya menjawab iya, dia akan dijodohkan dengan Kastara.

“Papa tidak berniat menjodohkanku, kan?” tanya Shena hati-hati.

“Kakakmu saja belum menikah, apa kau ingin mendahului kakakmu?” Iwan Duarte balik bertanya.

“Ahh … tidak, tidak … aku masih ingin bersenang-senang dengan teman-temanku, Pa. Jangan menjodohkan aku, Pa … ingat, aku tidak mau dijodohkan dengan lelaki manapun,” tukas Shena ketus. Wajah bersungut kembali terpancar di raut wajah ayu itu.

Iwan Duarte tertawa lagi.

***

“Aku ingin ke mall, Kastara. Apa kau akan mengawalkku pergi?” tanya Shena ketika sore hari sepulang dari kantor.

“Aku akan mengantarmu kemana saja, Nona,” jawab Kastara seperti biasa, datar dan dingin.

“Itu berarti kau yang akan mengemudikan mobilku?” tanya Shena lagi. apa sekarang dia akan memiliki seorang sopir dan penjaga sekaligus? Hebat sekali!

“Tentu saja, Nona. Karena itu tugasku,” jawab Kastara kaku.

Shena mengambil ponsel di dalam kantong celana dan menekan nomor ayahnya secepat mungkin.

“Pa, sebenarnya Papa itu memberiku pengawal atau sopir sih?” tanyanya dengan kesal.

Dia tidak suka diatur-atur dan lagi dia suka sekali mengendarai kendaraannya sendiri. Mobil Land Rover Defender sudah menjadi kendaraan gadis itu sejak duduk di bangku kuliah. Mobil besar berwarna hijau navy itu selalu menemaninya kemana saja. Bagaimana mungkin dia bisa memberikan pada si penjaga untuk mengemudikan kendaraannya? Mati pun dia tidak rela melepaskannya.

“Nona, mau pergi sekarang?” tanya Kastara pelan.

“Kau tahu … aku ingin mengemudikan sendiri mobilku, Kastara. Jadi lebih baik kau duduk di belakang saja,” tukas Shena bersiap naik ke bagian depan mobil yang terparkir di deretan direksi.

“Apa kau sedang bermimpi, Nona? Tuan Iwan menggajiku untuk menjaga keselamatanmu di mana pun kau berada. kalau kau yang mengemudikan sendiri mobil ini, lalu bagaimana caranya aku bertugas?” tanya Kastara sambil menyugar rambut hitam dan tebal itu.

“Yaa … terserah padamu bagaimana kau memikirkan caranya. Aku malas berdebat denganmu. Sekarang aku mau ke mall. Kau mau ikut atau tidak? Aku ini sudah lebih dari lima tahun mengendarai mobil, bukan baru sehari dua hari kalau itu yang kau takutkan. Dan aku tidak pernah mengalami kecelakaan satu kali pun,” jawab Shena sombong.

“Puji Tuhan kalau begitu, Nona. Tidak perlu sombong, karena tidak ada seorang sopir yang ingin mobil yang dikendarainya mengalami kecelaaan. Begitu juga aku,” ucap Kastara tenang.

Wajah Shena langsung memerah. Ucapan Kastara sungguh mengena di hatinya.

“Ucapanmu memang benar, Kastara, tapi aku tidak suka mobilku dikendarai oleh orang lain. Itu masalahnya!” jawab Shena to the point. Darahnya berlomba naik hingga ke ubun-ubun. Dia belum pernah dipermalukan seperti ini. Tetapi untungnya mereka masih berada di lobi gedung kantor dan sudah banyak yang pulang.

Kastara terdiam, seumur hidupnya dia belum pernah menemukan ada pemilik kendaraan yang menolak seorang sopir membawa mobilnya. Ini aneh sekali baginya yang hanya orang kampung.

“Jadi sekarang kita akan pergi atau tidak, Nona?” tanya Kastara setelah berhasil menurunkan egonya.

“Pulang saja. Aku malas, gairah berbelanjaku sudah hilang. Nanti malam saja kalau ada teman yang mau mengajakku pergi,” tukas Shena cemberut.

“Kalau Nona akan pergi nanti malam, itu berarti aku juga harus ikut. Karena tugasku menjagamu, Nona,” jawab Kastara pelan. Dia sudah memikirkan harus lembur malam ini.

“Ya sudah, tidak jadi semua. Aku mau tidur saja! Kau pulang saja,” jawab Shena geram.

Sore itu mereka pulang dengan kendaraan kantor. Padahal Kastara sudah menurunkan egonya andai Shena benar-benar akan ke mall, dia rela duduk di belakang.

***

“Bagaimana? Apa kau sudah terbiasa dengan Kastara?” tanya Iwan malam itu di ruang keluarga yang besar dan luas.

“Terpaksa terbiasa, Pa. Dia itu sontoloyo sekali, menyebalkan!” sungut Shena dengan muka bertekuk.

“Loh memangnya apa yang dilakukannya padamu, Sayang?” tanya Iwan penasaran melihat Shena yang geram, gusar dan emosi.

“Ahh … sudahlah. Kuceritakan juga Papa tidak akan mengerti. Lupakan saja. Bahkan aku mau pergi dengan temanku, dia mau ikut! Menyebalkan sekali!” seru Shena kembali emosi mengingat kejadian tadi sore.

“Bahkan dia siap untuk lembur,” sambung Shena berapi-api.

Iwan Duarte terbahak hingga terpingkal-pingkal sambil mengeluarkan kedua jempolnya.

“Bagus sekali. Memang tepat sekali yang dikatakannya. Kalau kau pergi malam, justru dia harus siap, Shena. Banyak kejahatan yang terjadi di malam hari. Apa kau tidak tahu itu?” ucap Iwan Duarte masih tertawa.

“Papa senang sekali tertawa sampai terpingkal-pingkal. Aku sudah muak melihat wajahnya yang terus berada di dalam kantor. Aku sampai tidak bisa berkencan dengan pacarku. Coba Papa katakan padaku, bagaimana aku bisa berkencan dengan Stevan kalau dia selalu mengikutiku, Pa,” tanya Shena kesal. Untung saja kekasihnya saat ini ada di ibukota, jadi mereka hanya berhubungan dengan telepon dan video call setiap malam.

“Baguslah kalau begitu. Kalau kau mau kencan katakan saja pada Kastara, dia pasti mengerti dan menjauh darimu. Tetapi tetap berada di sekitarmu, Sayang,” Iwan Duarte memberikan gambaran.

“Huh … tetap saja aku dan Stevan tidak akan leluasa. Mana ada orang berkencan diikuti pegawal? Aku bukan selebriti begitu juga Stevan. Bagaimana kalau Papa ganti saja dia. Dia itu menyebalkan! Aku sungguh-sungguh, Pa,” seru Shena serius. Benaknya mulai mencari akal untuk mengerjai Kastara ….

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Weka
sis sena seru juga
goodnovel comment avatar
Cindi82
shena ngeyel
goodnovel comment avatar
Its Me
Hehe seruuu ini pasti lanjutannya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Penjaga Idaman   32. Mantan

    Hampir saja tangan Dellia melayang ke pipi anaknya. Matanya membulat menatap gadis itu dengan penuh amarah. Bagaimana mungkin gadis ini jatuh cinta pada kekasih kakaknya sendiri! Dia tidak percaya!Tangis Chelsea langsung pecah saat tangan ibunya menyentuh pipinya yang halus. Sepanjang hidupnya, dia belum pernah diperlakukan kasar seperti saat ini. Bukan salahnya dia jatuh cinta pada Steven, bukankah rasa cinta tidak bisa dikontrol. Saat mata bertemu mata, lalu rasa itu turun ke hati … bukankah seperti itu?“Ada apa, kenapa kau memukuli Chelsea, Delia?” tegur Iwan Duarte yang baru saja kembali dan mendengar keributan.“Anakmu yang satu ini sudah gila, Iwan! Dia jatuh cinta pada Stevan! Apa kau percaya?!?” seru Delia melengking.Wajah Iwan Duarte berubah mendengar perkataan Delia.“Kau bayangkan bagaimana bisa dia jatuh cinta pada kekasih kakaknya sendiri. Aku haru memukulnya agar dia sadar!” seru Delia lagi.Iwan Duarte terdiam beberapa saaat, lalu teringat ucapan orang kepercayaan yan

  • Penjaga Idaman   31. Jatuh Cinta

    Kastara berjalan keluar kamar lewat pintu beranda yang baru dibukanya sambil memegang ponsel itu dengan erat hingga membuat Shena terheran-heran.‘Ada apa? Siapa yang menelepon Kastara? Mengapa tubuh Kastara mendadak menjadi tegang, seolah-olah ada yang terjadi?’ tukas Shena dalam hati dengan bingung dengan dahi berkerut dan mata yang mengikuti Kastara hingga berdiri tegak di balkon.Perlahan dia bangkit dari kursinya dan berjinjit ke pintu beranda untuk mendengar apa yang dibicarakan Kastara. Dia penasaran.“Bagaimana? Apa sudah ada hasilnya?” tanya Kastara yang terdengar samar di balik pintu kaca itu.Dahi Shena semakin berkerut, rasa penasarannya semakin meningkat hingga lupa pada tugas yang diberikan Kastara padanya. Dia menempelkan telinganya pada pintu supaya suara Kastara semakin jelas.“…. Jadi begitu info yang kau dapatkan? Baiklah, Bram, kau bisa kembali besok. Aku perlu bukti pembicaraanmu dengan informan itu. semoga kasus ini cepat terselesaikan ….” Lalu suara tawa Kastara

  • Penjaga Idaman   30. Impian yang Pupus

    “Bagaimana keadaan putriku?” tanya Iwan Duarte pada lelaki yang ada di hadapannya. Saat ini mereka sedang duduk di kedai kopi tak jauh dari kediaman Bastian Kusuma.“Kelihatan baik dan wajahnya juga ceria. Tidak nampak kesedihan di wajah cantiknya itu, Bos. Aku yakin penjaga itu berhasil meraih hatinya. Lagi pula dia juga orang miskin seperti dugaanmu, Bos. Info yang kudapat dari orang sekitar, Tuan Bastian Kusuma memiliki dua putra dan dua putri. Dua putrinya sudah menikah dan keluar dari rumah besar itu. Sementara putra tertuanya sekarang sedang di ibukota. Aku tidak tahu ada urusan apa dia di ibukota. Putra bungsunya itu yang memang bertugas mengurusi ekspedisinya,” jawab lelaki berbadan tegap dan berkumis tebal itu.“Hem … jadi anakku berhasil menggaet pengusaha kampung,” balas Iwan Duarte menghela napas panjang.“Bisa dibilang begitu, Bos,” jawab lelaki itu lagi.“Baiklah, terima kasih infomu, Darwis,” tukas Iwan Duarte lega.“Jangan lupa ….” Ucap Darwis dengan jari jempol dan te

  • Penjaga Idaman   29. Perubahan Rencana

    Kastara segera berlari menuruni anak tangga dengan cepat dan segera membuka pintu depan yang kuncinya selalu tergantung di pintu setiap malam setelah mengunci pintu. Dia keluar setelah pintu terbuka dan langsung memanggil anjing penjaganya yang ada enam ekor itu. Semuanya berkumpul di depan Kastara setelah mendengar panggilan lelaki tampan itu.Dia mengelus kepala keenam anjing petarung itu dengan lembut.“Apa yang kalian lihat, teman,” bisik Kastara pelan karena dia hanya ingin membuat anjing-anjing itu berhenti mengonggong. Suara yang berisik akan membangunkan seisi rumah. Dan dia tidak ingin Shena terbangun.Dia mencoba melihat ke sekeliling rumah mencari apa ada sesuatu yang mencurigakan, tetapi tidak ada apa-apa. Mungkin juga orang yang mencoba masuk tadi sudah lari tungang langgang begitu ke enam anjingnya mengonggong ke arah mereka. itu sudah pasti karena Kastara menemukan sebelah sandal yang terputus talinya di depan pagar. Dia tertawa tanpa suara. Tiba-tiba, “Tara!”Suara pan

  • Penjaga Idaman   28. Penyusup

    ‘Ini gila!’ bisik Kastara dalam hati memikirkan perkataan Bram barusan. Rasanya tidak mungkin Iwan Duarte menghabisi istri dan anak-anaknya sendiri dan meninggalkan seorang anak kesayangannya. Kastara menyugar rambut dengan gelisah.Tetapi tiba-tiba daun yang bergoyang di halaman depan rumahnya membuatnya heran. Itu pohon kelapa dan tingginya hanya setinggi satu meter lebih sedikit, tidak ada angin yang membuat pohon atau rumput di sekelilingnya bergoyang. Jadi apakah ada seseorang di bawah sana? Dahinya langsung berkerut sempurna. Dia mendekati jendela dan menajamkan pandangannya pada pohon kelapa itu.Tiba-tiba seberkas sinar senter menyorot ke lantai dua, kamarnya. Dia terkejut dan mundur ke tembok. Benar dugaannya ada orang yang sedang mengamati kamarnya! Siapa dia?!? Mau apa orang itu !?Kastara langsun melihat ke ranjang dan Shena masih terlelap dan tidak terganggu sama sekali. Dia harus turun dan menangkap basah maling yang mengintip kamarnya itu!Perlahan, Kastara membuka pint

  • Penjaga Idaman   Ingatan Shena

    “Kau tidak demam, kan?” tanya Kastara heran dengan punggung tangannya di dahi Shena.Shena menggeleng sambil tertawa, “Tidak, aku baik-baik saja, Tara. Hanya ingin tidur sambil memelukmu. Boleh tidak?”“Kau—kau ingin memelukku? Tentu saja boleh, Shena. Aku senang sekali kalau itu kemauanmu sendiri — atau jangan-jangan kau sedang ngidam? Kudengar di televisi mengatakan bahwa istri yang sedang hamil suka berbuat yang aneh-aneh! Kebanyakan mungkin berasal dari perasaan mereka yang tidak tercapai …,” Kastara tergelak setelah mengucapkan kata-katanya sendiri.“Tapi … itu bukan kemauanku sendiri, Tara. Ini pasti kemauan si jabang bayi yang ingin kau peluk,” sanggah Shena dengan roman cemberut.Kastara tergelak lagi melihat wajah Shena, “Sudah-sudah, tak masalah bagiku mau kau yang ingin atau bayimu yang ingin memelukku. Aku senang sekali mendengarnya. Baiklah, malam ni kita akan tidur satu ranjang. Tapi ranjang ini tidak terlalu besar ….” Kastara mengernyit lagi sambil memikirkan ide apa ya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status