Home / Romansa / Penjaga Idaman / 3. Bermain Kata

Share

3. Bermain Kata

Author: Lynelle Kim
last update Last Updated: 2024-01-08 18:24:14

“Berapa usiamu, Kastara?” tanya Shena pagi ini di dalam mobil menuju ke kantor. Kebetulan ada banyak mobil di rumah Iwan Duarte yang bisa dibawa ke kantor selain mobil Jeep hijau milik Shena.

“Aku?” tanya Kastara heran tiba-tiba gadis ini menanyakan usianya, tetapi dia tetap fokus ke jalan.

“Iya, usiamu berapa? Memangnya di mobil ini ada orang lain selain kamu yang bernama Kastara? Namamu itu aneh sekali. Persis nama-nama jaman prasejarah,” cetus Shena sambil melamun ke samping kendaraan mereka di mana motor berderet-deret berjalan lambat karena macet.

“Usiaku tahun ini dua puluh delapan, Nona. Namaku itu unik, karena Ayah mendapatkannya dari sebuah kitab kerajaan jaman dulu,” jawab Kastara dengan jujur.

“Pantas saja, cocok sekali namamu itu dengan kepribadianmu yang kuno!” sejek Shena tertawa. Baru saja dia ingin melanjutkan pertanyaannya, tiba-tiba ponsel di genggamannya berbunyi nyaring.

Begitu melihat nama yang tertera di layar, Shena langsung tersenyum senang.

“Ada apa nih, pagi-pagi sudah nelepon gue? Mo ngajak dinner?” sapa Shena ceria.

“Iya, lo tau aja deh, kek cenayang,” balas Jessie tertawa, “Hari ini Shinta ulang tahun, dia mo traktir kita di klub malam yang baru buka itu. Tahu kagak?”

“Jinjaaa? Di mana?” tanya Shena dalam bahasa Korea.

Kastara mendengar ucapan Shena mengernyit, alis matanya menukik tajam. ‘Dinner? Alamat lembur beneran dong!’ pikirnya dalam hati.

“Oke-oke, pukul tujuh aku udah di sana deh. Tapi … (dia terdiam dengan mata melirik Kastara) aku gak sendiri,” balas Shena berbisik sambil menutup lubang suara ponsel dengan tangannya.

Entah apa yang dibalas oleh lawan teleponnya, tepat setelah itu Shena terbahak bahagia. Lagi-lagi Kastara mengernyit dengan helaan napas berat.

“Kau dengar tidak, malam ini temanku ulang tahun di Cosmix Club, di hotel Phoenix AZ. Tahu tidak?” tanya Shena dengan nada sedikit mengejek karena menebak Kastara berasal dari kampung.

 “Tidak. Di mana letak hotel itu, Nona?” tanya Kastara jujur lagi.

Shena tertawa.

“Sudah tidak usah pusing, nanti akan aku tunjukkan. Toh kau pasti ikut denganku, kan? Sesuai perintah Papa,” ejek Shena semakin menjadi-jadi. Niatnya ingin mengerjai Kastara akhirnya kesampaian juga!

***

Pukul enam lebih empat puluh menit, akhirnya mobil yang dikemudikan Kastara tiba di parkiran hotel Phoenix yang berbatasan langsung dengan pantai berpasir putih. Sayang matahari sudah tenggelam hingga keindahan pantai itu tidak terlihat lagi.

Shena tampil maksimal dengan pakaian minim membungkus ketat tubuh sintalnya tetapi dandanan minimalis, membuatnya menarik perhatian semua orang. Sejak turun dari mobil hingga sampai di ruangan yang disewa Shinta semua mata memandang gadis itu tak berkedip. Sayang sekali dia tidak bersama Stevan.

Sementara Kastara juga tampil memukau, dengan kemeja pendek polos bergaris dan celana chinos panjang berwarna putih membuat tubuh Kastara tampak semakin mennggairahkan. Wajahnya halus, mulus dan bersih tanpa noda. Bahkan sehelai kumis pun tak luput tajamnya shaver yang digunakanya tadi sore.

“Wah, Shena … lo bawa siapa itu? pengganti Stevan? Lo mah serakah, semua yang cakep lo embat, Babe,” seru Jessie yang sudah tahu dengan siapa Shena datang malam ini.

“Gilak lo, masak Stevan diganti dengan produk kampung?” seru Shena terbahak gembira meninggalkan Kastara yang hanya bisa manyun di sudut ruangan. Dia tidak mengenal satu pun yang hadir di sini. Walau hanya lima wanita dan dua lelaki dengan dirinya yang hadir, tetapi suasana riuh seperti satu kampung hadir di sini.

Acara berlangsung meriah, mulai dari tiup lilin, lalu makan-makan, hingga akhirnya acara bebas.

“Bagaimana kalau kita main tebak-tebakan, yang salah harus menghabiskan minuman yang aku racik … tenang saja, semua pasti suka. Aku jamin deh ….” Jessie yang paling sibuk melebihi si ratu ulang tahun, Shinta. Shinta sendiri masih sepupu jauh dari Shena. Mereka sudah mengenal dan bermain bersama sejak orok.

Semua setuju ….

Sementara Kastara yang masih dudul di pojokan mengeryit mendengar kata minuman. Dia yakin pasti minuman yang memabukkan, dan benar saja, Jessie masuk dengan botol wine, XO dan JW di tangannya serta satu sloki kosong dikepitnya di antara dada dan lengan.

Semua bersorak menyambut kedatangan Jessie dengan botol-botolnya itu.

“Jess, lo yakin tiga cukup?” tanya Deni satu-satunya lelaki di undangan itu.

“Tenang woi … tar dianterin, dah gue pesen koq,” jawab Jessie tertawa.

Lalu, acara pun dimulai. Untuk pertama kalinya, semua orang kebagian masing-masing satu cangkir. Kastara yang duduk dipojokan khawatir melihat Shena yang langsung meneguk habis minumannya sambil tertawa lebar. Dia belum pernah minum minuman keras ini, tetapi dia tidak ingin diledek teman-teman karibnya itu. Lagi pula dia yakin tidak akan mabuk hanya dengan meneguk satu cangkir kecil itu.

Rasa panas segera menyembur naik ke hidung dan telinganya begitu dia meneguk cepat minuman itu. Shena terdiam sesaat, matanya menatap sekeliling dan melihat semua teman-temannya tertawa gembira. Beberapa menit kemudia rasa panas itu hilang dan dirinya sudah kembali seperti biasa. ‘Oh jadi seperti ini rasa ‘miras’,’ desis Shena dalam hati.

Permainan dimulai dari Deni yang salah dalam menebak, itu berarti dia harus minum sampai habis minuman di sloki kecil itu. Tak sampai satu menit minuman itu sudah berpindah ke mulutnya.

Lalu yang kedua kali, Shena, dia juga salah menebak, dan dia harus minum minuman yang dituang ke sloki. Sejenak Shena ragu, walau semburan rasa panas itu sudah hilang, tetapi rasanya masih tersisa di dalam mulutnya. Tanpa disangka Kastara mendekat dan langsung meneguk habis minuman yang diracik Jessie.

“Yaa … tidak boleh digantikan, Shena!” seru Deni protes. Semua tertawa. Wajah Shena yang sudah memerah mengempaskan tangan Kastara yang memegang tangannya untuk mengajak pulang.

“Jangan pegang-pegang, Kastara. Aku belum mabuk dan kau jangan kurang ajar padaku!” seru Shena marah.

Semua malah tertawa melihat adegan itu. Kastara diam dan mundur dan duduk di belakang kursi Shena.

Acara berlanjut, semakin lama semakin sering Shena meneguk minuman keras itu dan semakin yakin dia kalau dia tidak mabuk sama sekali. Tetapi saat dia berdiri … tiba-tiba dia terjatuh dan untungnya Kastara berada di belakang dan menangkap tubuhnya.

“Jangan sentuh aku, Kastara! Aku tidak mabuk, tahu,” umpat Shena marah. Dia ingin ke kamar keci yang ada di sudut ruangan. Kastara mengikutinya dari belakang, dia takut gadis itu jatuh di kamar mandi. Siapa tahu!

Tetapi tanpa Kastara sadari, Shinta mengeluarkan bubuk putih dari belakang ponsel dan menaburkannya di minuman Shena. Dia bahkan menaburkannya juga di botol bir yang diminum Kastara!

Kembali dari kamar mandi Shena langsung meraih sloki yang sudah penuh itu dan menegaknya sampai bersih. Shinta dan Jessie hanya terdiam melihat Shena menghabiskan sloki  yang sudah dicampur dengan bubuk putih. Keduanya tertawa, sementara Deni dengan Lisa yang merupakan pasangan kekasih sudah terkulai lemas di kursi karena kekenyangan dan mulai mabuk.

Kastara mengambil botol bir miliknya dan menghabiska sisa minumannya yang hanya seperempat botol lagi, hinga tuntas!

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (8)
goodnovel comment avatar
Bubble Cup
kek mana sih bermain kata
goodnovel comment avatar
Weka
apa tuh yang dimasukin
goodnovel comment avatar
lutfi08
waduh jangan bilang itu obat perangsang
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Penjaga Idaman   32. Mantan

    Hampir saja tangan Dellia melayang ke pipi anaknya. Matanya membulat menatap gadis itu dengan penuh amarah. Bagaimana mungkin gadis ini jatuh cinta pada kekasih kakaknya sendiri! Dia tidak percaya!Tangis Chelsea langsung pecah saat tangan ibunya menyentuh pipinya yang halus. Sepanjang hidupnya, dia belum pernah diperlakukan kasar seperti saat ini. Bukan salahnya dia jatuh cinta pada Steven, bukankah rasa cinta tidak bisa dikontrol. Saat mata bertemu mata, lalu rasa itu turun ke hati … bukankah seperti itu?“Ada apa, kenapa kau memukuli Chelsea, Delia?” tegur Iwan Duarte yang baru saja kembali dan mendengar keributan.“Anakmu yang satu ini sudah gila, Iwan! Dia jatuh cinta pada Stevan! Apa kau percaya?!?” seru Delia melengking.Wajah Iwan Duarte berubah mendengar perkataan Delia.“Kau bayangkan bagaimana bisa dia jatuh cinta pada kekasih kakaknya sendiri. Aku haru memukulnya agar dia sadar!” seru Delia lagi.Iwan Duarte terdiam beberapa saaat, lalu teringat ucapan orang kepercayaan yan

  • Penjaga Idaman   31. Jatuh Cinta

    Kastara berjalan keluar kamar lewat pintu beranda yang baru dibukanya sambil memegang ponsel itu dengan erat hingga membuat Shena terheran-heran.‘Ada apa? Siapa yang menelepon Kastara? Mengapa tubuh Kastara mendadak menjadi tegang, seolah-olah ada yang terjadi?’ tukas Shena dalam hati dengan bingung dengan dahi berkerut dan mata yang mengikuti Kastara hingga berdiri tegak di balkon.Perlahan dia bangkit dari kursinya dan berjinjit ke pintu beranda untuk mendengar apa yang dibicarakan Kastara. Dia penasaran.“Bagaimana? Apa sudah ada hasilnya?” tanya Kastara yang terdengar samar di balik pintu kaca itu.Dahi Shena semakin berkerut, rasa penasarannya semakin meningkat hingga lupa pada tugas yang diberikan Kastara padanya. Dia menempelkan telinganya pada pintu supaya suara Kastara semakin jelas.“…. Jadi begitu info yang kau dapatkan? Baiklah, Bram, kau bisa kembali besok. Aku perlu bukti pembicaraanmu dengan informan itu. semoga kasus ini cepat terselesaikan ….” Lalu suara tawa Kastara

  • Penjaga Idaman   30. Impian yang Pupus

    “Bagaimana keadaan putriku?” tanya Iwan Duarte pada lelaki yang ada di hadapannya. Saat ini mereka sedang duduk di kedai kopi tak jauh dari kediaman Bastian Kusuma.“Kelihatan baik dan wajahnya juga ceria. Tidak nampak kesedihan di wajah cantiknya itu, Bos. Aku yakin penjaga itu berhasil meraih hatinya. Lagi pula dia juga orang miskin seperti dugaanmu, Bos. Info yang kudapat dari orang sekitar, Tuan Bastian Kusuma memiliki dua putra dan dua putri. Dua putrinya sudah menikah dan keluar dari rumah besar itu. Sementara putra tertuanya sekarang sedang di ibukota. Aku tidak tahu ada urusan apa dia di ibukota. Putra bungsunya itu yang memang bertugas mengurusi ekspedisinya,” jawab lelaki berbadan tegap dan berkumis tebal itu.“Hem … jadi anakku berhasil menggaet pengusaha kampung,” balas Iwan Duarte menghela napas panjang.“Bisa dibilang begitu, Bos,” jawab lelaki itu lagi.“Baiklah, terima kasih infomu, Darwis,” tukas Iwan Duarte lega.“Jangan lupa ….” Ucap Darwis dengan jari jempol dan te

  • Penjaga Idaman   29. Perubahan Rencana

    Kastara segera berlari menuruni anak tangga dengan cepat dan segera membuka pintu depan yang kuncinya selalu tergantung di pintu setiap malam setelah mengunci pintu. Dia keluar setelah pintu terbuka dan langsung memanggil anjing penjaganya yang ada enam ekor itu. Semuanya berkumpul di depan Kastara setelah mendengar panggilan lelaki tampan itu.Dia mengelus kepala keenam anjing petarung itu dengan lembut.“Apa yang kalian lihat, teman,” bisik Kastara pelan karena dia hanya ingin membuat anjing-anjing itu berhenti mengonggong. Suara yang berisik akan membangunkan seisi rumah. Dan dia tidak ingin Shena terbangun.Dia mencoba melihat ke sekeliling rumah mencari apa ada sesuatu yang mencurigakan, tetapi tidak ada apa-apa. Mungkin juga orang yang mencoba masuk tadi sudah lari tungang langgang begitu ke enam anjingnya mengonggong ke arah mereka. itu sudah pasti karena Kastara menemukan sebelah sandal yang terputus talinya di depan pagar. Dia tertawa tanpa suara. Tiba-tiba, “Tara!”Suara pan

  • Penjaga Idaman   28. Penyusup

    ‘Ini gila!’ bisik Kastara dalam hati memikirkan perkataan Bram barusan. Rasanya tidak mungkin Iwan Duarte menghabisi istri dan anak-anaknya sendiri dan meninggalkan seorang anak kesayangannya. Kastara menyugar rambut dengan gelisah.Tetapi tiba-tiba daun yang bergoyang di halaman depan rumahnya membuatnya heran. Itu pohon kelapa dan tingginya hanya setinggi satu meter lebih sedikit, tidak ada angin yang membuat pohon atau rumput di sekelilingnya bergoyang. Jadi apakah ada seseorang di bawah sana? Dahinya langsung berkerut sempurna. Dia mendekati jendela dan menajamkan pandangannya pada pohon kelapa itu.Tiba-tiba seberkas sinar senter menyorot ke lantai dua, kamarnya. Dia terkejut dan mundur ke tembok. Benar dugaannya ada orang yang sedang mengamati kamarnya! Siapa dia?!? Mau apa orang itu !?Kastara langsun melihat ke ranjang dan Shena masih terlelap dan tidak terganggu sama sekali. Dia harus turun dan menangkap basah maling yang mengintip kamarnya itu!Perlahan, Kastara membuka pint

  • Penjaga Idaman   Ingatan Shena

    “Kau tidak demam, kan?” tanya Kastara heran dengan punggung tangannya di dahi Shena.Shena menggeleng sambil tertawa, “Tidak, aku baik-baik saja, Tara. Hanya ingin tidur sambil memelukmu. Boleh tidak?”“Kau—kau ingin memelukku? Tentu saja boleh, Shena. Aku senang sekali kalau itu kemauanmu sendiri — atau jangan-jangan kau sedang ngidam? Kudengar di televisi mengatakan bahwa istri yang sedang hamil suka berbuat yang aneh-aneh! Kebanyakan mungkin berasal dari perasaan mereka yang tidak tercapai …,” Kastara tergelak setelah mengucapkan kata-katanya sendiri.“Tapi … itu bukan kemauanku sendiri, Tara. Ini pasti kemauan si jabang bayi yang ingin kau peluk,” sanggah Shena dengan roman cemberut.Kastara tergelak lagi melihat wajah Shena, “Sudah-sudah, tak masalah bagiku mau kau yang ingin atau bayimu yang ingin memelukku. Aku senang sekali mendengarnya. Baiklah, malam ni kita akan tidur satu ranjang. Tapi ranjang ini tidak terlalu besar ….” Kastara mengernyit lagi sambil memikirkan ide apa ya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status