Share

3. Bermain Kata

“Berapa usiamu, Kastara?” tanya Shena pagi ini di dalam mobil menuju ke kantor. Kebetulan ada banyak mobil di rumah Iwan Duarte yang bisa dibawa ke kantor selain mobil Jeep hijau milik Shena.

“Aku?” tanya Kastara heran tiba-tiba gadis ini menanyakan usianya, tetapi dia tetap fokus ke jalan.

“Iya, usiamu berapa? Memangnya di mobil ini ada orang lain selain kamu yang bernama Kastara? Namamu itu aneh sekali. Persis nama-nama jaman prasejarah,” cetus Shena sambil melamun ke samping kendaraan mereka di mana motor berderet-deret berjalan lambat karena macet.

“Usiaku tahun ini dua puluh delapan, Nona. Namaku itu unik, karena Ayah mendapatkannya dari sebuah kitab kerajaan jaman dulu,” jawab Kastara dengan jujur.

“Pantas saja, cocok sekali namamu itu dengan kepribadianmu yang kuno!” sejek Shena tertawa. Baru saja dia ingin melanjutkan pertanyaannya, tiba-tiba ponsel di genggamannya berbunyi nyaring.

Begitu melihat nama yang tertera di layar, Shena langsung tersenyum senang.

“Ada apa nih, pagi-pagi sudah nelepon gue? Mo ngajak dinner?” sapa Shena ceria.

“Iya, lo tau aja deh, kek cenayang,” balas Jessie tertawa, “Hari ini Shinta ulang tahun, dia mo traktir kita di klub malam yang baru buka itu. Tahu kagak?”

“Jinjaaa? Di mana?” tanya Shena dalam bahasa Korea.

Kastara mendengar ucapan Shena mengernyit, alis matanya menukik tajam. ‘Dinner? Alamat lembur beneran dong!’ pikirnya dalam hati.

“Oke-oke, pukul tujuh aku udah di sana deh. Tapi … (dia terdiam dengan mata melirik Kastara) aku gak sendiri,” balas Shena berbisik sambil menutup lubang suara ponsel dengan tangannya.

Entah apa yang dibalas oleh lawan teleponnya, tepat setelah itu Shena terbahak bahagia. Lagi-lagi Kastara mengernyit dengan helaan napas berat.

“Kau dengar tidak, malam ini temanku ulang tahun di Cosmix Club, di hotel Phoenix AZ. Tahu tidak?” tanya Shena dengan nada sedikit mengejek karena menebak Kastara berasal dari kampung.

 “Tidak. Di mana letak hotel itu, Nona?” tanya Kastara jujur lagi.

Shena tertawa.

“Sudah tidak usah pusing, nanti akan aku tunjukkan. Toh kau pasti ikut denganku, kan? Sesuai perintah Papa,” ejek Shena semakin menjadi-jadi. Niatnya ingin mengerjai Kastara akhirnya kesampaian juga!

***

Pukul enam lebih empat puluh menit, akhirnya mobil yang dikemudikan Kastara tiba di parkiran hotel Phoenix yang berbatasan langsung dengan pantai berpasir putih. Sayang matahari sudah tenggelam hingga keindahan pantai itu tidak terlihat lagi.

Shena tampil maksimal dengan pakaian minim membungkus ketat tubuh sintalnya tetapi dandanan minimalis, membuatnya menarik perhatian semua orang. Sejak turun dari mobil hingga sampai di ruangan yang disewa Shinta semua mata memandang gadis itu tak berkedip. Sayang sekali dia tidak bersama Stevan.

Sementara Kastara juga tampil memukau, dengan kemeja pendek polos bergaris dan celana chinos panjang berwarna putih membuat tubuh Kastara tampak semakin mennggairahkan. Wajahnya halus, mulus dan bersih tanpa noda. Bahkan sehelai kumis pun tak luput tajamnya shaver yang digunakanya tadi sore.

“Wah, Shena … lo bawa siapa itu? pengganti Stevan? Lo mah serakah, semua yang cakep lo embat, Babe,” seru Jessie yang sudah tahu dengan siapa Shena datang malam ini.

“Gilak lo, masak Stevan diganti dengan produk kampung?” seru Shena terbahak gembira meninggalkan Kastara yang hanya bisa manyun di sudut ruangan. Dia tidak mengenal satu pun yang hadir di sini. Walau hanya lima wanita dan dua lelaki dengan dirinya yang hadir, tetapi suasana riuh seperti satu kampung hadir di sini.

Acara berlangsung meriah, mulai dari tiup lilin, lalu makan-makan, hingga akhirnya acara bebas.

“Bagaimana kalau kita main tebak-tebakan, yang salah harus menghabiskan minuman yang aku racik … tenang saja, semua pasti suka. Aku jamin deh ….” Jessie yang paling sibuk melebihi si ratu ulang tahun, Shinta. Shinta sendiri masih sepupu jauh dari Shena. Mereka sudah mengenal dan bermain bersama sejak orok.

Semua setuju ….

Sementara Kastara yang masih dudul di pojokan mengeryit mendengar kata minuman. Dia yakin pasti minuman yang memabukkan, dan benar saja, Jessie masuk dengan botol wine, XO dan JW di tangannya serta satu sloki kosong dikepitnya di antara dada dan lengan.

Semua bersorak menyambut kedatangan Jessie dengan botol-botolnya itu.

“Jess, lo yakin tiga cukup?” tanya Deni satu-satunya lelaki di undangan itu.

“Tenang woi … tar dianterin, dah gue pesen koq,” jawab Jessie tertawa.

Lalu, acara pun dimulai. Untuk pertama kalinya, semua orang kebagian masing-masing satu cangkir. Kastara yang duduk dipojokan khawatir melihat Shena yang langsung meneguk habis minumannya sambil tertawa lebar. Dia belum pernah minum minuman keras ini, tetapi dia tidak ingin diledek teman-teman karibnya itu. Lagi pula dia yakin tidak akan mabuk hanya dengan meneguk satu cangkir kecil itu.

Rasa panas segera menyembur naik ke hidung dan telinganya begitu dia meneguk cepat minuman itu. Shena terdiam sesaat, matanya menatap sekeliling dan melihat semua teman-temannya tertawa gembira. Beberapa menit kemudia rasa panas itu hilang dan dirinya sudah kembali seperti biasa. ‘Oh jadi seperti ini rasa ‘miras’,’ desis Shena dalam hati.

Permainan dimulai dari Deni yang salah dalam menebak, itu berarti dia harus minum sampai habis minuman di sloki kecil itu. Tak sampai satu menit minuman itu sudah berpindah ke mulutnya.

Lalu yang kedua kali, Shena, dia juga salah menebak, dan dia harus minum minuman yang dituang ke sloki. Sejenak Shena ragu, walau semburan rasa panas itu sudah hilang, tetapi rasanya masih tersisa di dalam mulutnya. Tanpa disangka Kastara mendekat dan langsung meneguk habis minuman yang diracik Jessie.

“Yaa … tidak boleh digantikan, Shena!” seru Deni protes. Semua tertawa. Wajah Shena yang sudah memerah mengempaskan tangan Kastara yang memegang tangannya untuk mengajak pulang.

“Jangan pegang-pegang, Kastara. Aku belum mabuk dan kau jangan kurang ajar padaku!” seru Shena marah.

Semua malah tertawa melihat adegan itu. Kastara diam dan mundur dan duduk di belakang kursi Shena.

Acara berlanjut, semakin lama semakin sering Shena meneguk minuman keras itu dan semakin yakin dia kalau dia tidak mabuk sama sekali. Tetapi saat dia berdiri … tiba-tiba dia terjatuh dan untungnya Kastara berada di belakang dan menangkap tubuhnya.

“Jangan sentuh aku, Kastara! Aku tidak mabuk, tahu,” umpat Shena marah. Dia ingin ke kamar keci yang ada di sudut ruangan. Kastara mengikutinya dari belakang, dia takut gadis itu jatuh di kamar mandi. Siapa tahu!

Tetapi tanpa Kastara sadari, Shinta mengeluarkan bubuk putih dari belakang ponsel dan menaburkannya di minuman Shena. Dia bahkan menaburkannya juga di botol bir yang diminum Kastara!

Kembali dari kamar mandi Shena langsung meraih sloki yang sudah penuh itu dan menegaknya sampai bersih. Shinta dan Jessie hanya terdiam melihat Shena menghabiskan sloki  yang sudah dicampur dengan bubuk putih. Keduanya tertawa, sementara Deni dengan Lisa yang merupakan pasangan kekasih sudah terkulai lemas di kursi karena kekenyangan dan mulai mabuk.

Kastara mengambil botol bir miliknya dan menghabiska sisa minumannya yang hanya seperempat botol lagi, hinga tuntas!

***

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Bubble Cup
kek mana sih bermain kata
goodnovel comment avatar
Weka
apa tuh yang dimasukin
goodnovel comment avatar
lutfi08
waduh jangan bilang itu obat perangsang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status