Share

Media

Prang-

Suara benturan terdengar nyaring saat benda pipih berbentuk tablet itu menghantam dinding. Hingga menjadikan benda itu serpihan yang tak berbentuk lagi.

Seseorang  tampak menggertakkan gigi hingga rahangnya mengeras dengan wajah memerah karena menahan amarah. Tangannya terkepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih.

Tidak ada satupun yang berani angkat bicara di dalam ruangan itu. Suasana terasa sangat mencekam. Mereka semua tertunduk dengan wajah memutih karena pucat ketakutan.

"Di mana anak bodoh itu sekarang?!" tanya pria yang tadi melempar tablet di tangannya. Suaranya terdengar berat karena masih menahan amarah.

"Tuan muda belum datang, Tuan," jawab sang asisten.

"John, tahan semua berita yang sudah terlanjur menyebar itu. Aku mau semua berita itu sudah lenyap besok pagi!" titah Tuan Jordan kepada sang asisten.

Dia lah CEO Ramiro group. Jordan Smith Ramiro, seorang pembisnis sukses putra dari mantan raja bisnis yang bernama Syarief Shan Ramiro. Karena saat ini kerajaan bisnis Ramiro berada di bawah kendalinya. Dan nanti akan diteruskan kepada putra semata wayangnya Jaasir Arga Ramiro.

"Baik Tuan," jawab sang asisten dengan kepala yang masih tertunduk.

"Kalian sudah boleh pergi. Lanjutkan pekerjaan kalian!" titah sang presdir.

"Kami permisi Tuan," ucap beberapa pria berjas itu. Mereka merupakan petinggi dan orang kepercayaan Ramiro group.

Sepeninggal orang-orang tadi. Pria yang nampak berkharisma di usianya saat ini terlihat tengah menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kebesarannya. Pria itu tampak menghela nafas pelan memikirkan tingkah laku sang putra dengan segala skandal yang telah diperbuatnya.

Putra semata wayangnya itu selalu saja membuat masalah, hingga dia yang selalu dibuat kerepotan karena harus membereskan masalah yang ditimbulkan oleh sang anak. Bukan hanya sekali dua kali saja putranya itu membuat ulah yang membuat nama baik keluarga besarnya hampir tercoreng. Karena keluarganya termasuk dalam jajaran keluarga konglomerat yang selalu mendapat sorotan media. Segala tindak tanduk keluarganya selalu dijadikan sasaran empuk media untuk dijadikan berita di laman utama surat kabar mereka.

"Kapan anak itu bisa berubah?!" Pria berkharisma itu terlihat memijat pelipisnya.

Tok ... tok ... tok ...!

"Masuk!"

Seorang wanita berpakaian formal terlihat berjalan mendekat ke arahnya.

"Selamat siang Tuan. Ada beberapa berkas yang harus anda tanda tangani." Wanita itu meletakkan beberapa berkas di atas meja.

"Apa Arga sudah datang?" tanya Tuan Jordan sembari jemarinya sibuk membubuhkan tanda tangan di atas berkas di depannya.

"Belum Tuan. Nanti kalau Tuan muda sudah datang, saya akan memberitahu beliau kalau anda mencarinya," jawab sang sekretaris bernama Mona itu.

*****

"Sial!" umpatnya.

Saat baru tiba dan duduk di kursi kebesarannya. Arga sudah disambut oleh Raka asisten sekaligus sahabatnya. Raka memberikan sebuah tablet yang berisi tentang berita online mengenai skandalnya. Sebenarnya dia tidak terlalu peduli tentang berita apapun mengenai dirinya. Tapi dia akan repot jika berita itu sampai ke telinga Papi ataupun Opahnya karena perdebatan di antara mereka pasti tidak akan dapat dielakkan lagi.

Ia sudah bosan dengan hidupnya selama ini yang selalu penuh dengan kekangan. Seandainya bisa, ia ingin sekali pergi meninggalkan kehidupan yang penuh aturan itu.

"Apa kedua Pria tua itu sudah mengetahui berita ini?!" tanya Arga kepada Raka asistennya.

"Sudah, dan bos besar sudah mengutus orang untuk melenyapkan semua beritanya," jawab pria bernama Raka itu.

"Sudah gue duga. Pria tua itu tidak akan sudi jika nama baiknya tercoreng," sinisnya.

"Elo semalem nggak pulang?" tanya Raka kemudian.

"Itu bukan rumah tapi penjara. 27 tahun gue dibesarin di rumah itu tapi gue nggak pernah tahu apa itu yang disebut dengan keluarga, apalagi kebebasan. Bahkan sampai saat ini gue tidak pernah bisa memilih sesuatu sesuai dengan keinginan gue." Pemuda itu beranjak berdiri dan berjalan menuju jendela besar yang menampakkan keindahan kota kalau dilihat dari atas sana.

"Mungkin mereka berfikir itu yang terbaik buat loe!" ucap Raka.

"Baik buat mereka tapi bukan untuk gue." Pemuda itu masih berdiri sembari memasukkan tangan ke dalam saku celananya.

"Hidup orang kaya itu rumit ternyata. Segala tindak tanduknya selalu menjadi sorotan. Apalagi dengan rival bisnis loe, bisa saja mereka menjatuhkan Ramiro group dengan menggunakan masalah yang terjadi saat ini."

"Elo sudah bertahun-tahun kerja sama gue tapi kenapa elo masih bego juga?" cibir Arga.

"Maksud loe apa bilang gue bego?" tanya Raka bingung.

"Udah berapa kali skandal kayak gini tercium media? Dan udah berapa kali juga berita itu lenyap tanpa bekas?" tanya Arga.

"Tentu saja karena ada campur tangan bos besar. yang membungkam media dengan uangnya," jawab Raka polos.

"Nah itu loe pinter. Dua orang pria tua itu tidak mungkin membiarkan nama baiknya tercoreng. Jadi mereka melakukan itu bukan karena gue, tapi untuk melindungi nama baik mereka sendiri." Pemuda itu tampak tersenyum getir.

"Dan loe menggunakan cara ini untuk mengambil perhatian mereka?" cecar Raka.

"Sudah lama gue nggak pernah mendapat perhatian dari siapa pun. Gue merasa hidup sendiri di dunia ini. Dan keluarga, itu semua hanya omong kosong!"

"Ga, apa loe masih marah sama kejadian waktu itu?" tanya Raka kemudian.

"Apa?!"

"Jangan bilang loe masih marah karena masalah proyek dengan PT. Swadaya Alam? Ayo lah Ga, jangan seperti anak kecil. Gue memang belum ngomong sama loe karena Tuan besar juga mendadak ngasi tahunya."

"Gue emang nggak pernah dianggap sama dia. Mungkin sebentar lagi gue juga akan diusir dari perusahaan ini," ucap Arga sembari menggenggam gelas kristal yang berada di tangannya.

"Nggak itu nggak bener Ga. Elo jangan salah faham dulu. Bos besar pasti punya alasan sendiri mengapa melakukan ini."

"Apa?! Salah paham. Omong kosong!" ucap Arga kemudian melemparkan gelas di tangannya ke arah tembok dengan sangat keras hingga menimbulkan suara yang begitu nyaring.

"Gue akan menikah dalam waktu dekat ini!" imbuhnya.

"Apa?! Menikah! Jangan bicara omong kosong Arga." Raka tampak sangat terkejut dengan pengakuan sahabatnya yang secara tiba-tiba itu.

"Kenapa memang. Apa ada yang salah jika gue mutusin buat nikah?" jawab Arga santai. Pria muda itu tampak melipat tangan di depan dada.

"Bukan begitu. Tapi aneh aja. Elo yang selama ini anti dengan komitmen dan pernikahan tiba-tiba berubah pikiran secepat itu. Menikah? Mustahil sekali!"

"Setiap orang bisa berubah pikiran bukan?"

"Entahlah, gue harus percaya atau nggak sama loe saat ini. Sejujurnya sulit banget buat gue untuk percaya."

Arga hanya mengedikan bahunya acuh saat mendengar ucapan sahabatnya tadi. "Loe nggak usah mikir aneh-aneh. Cukup siapin aja semua kebutuhan gue sesuai dengan perintah."

Ya, bos sekaligus sahabatnya itu tidak mungkin tiba-tiba memutuskan menikah begitu saja. Sedangkan ia sendiri tahu dan mengenal bagaimana sifat Arga selama ini. Sahabatnya itu sangat amat anti dengan yang namanya komitmen apalagi pernikahan.

"Oke anggap saja gue percaya, tapi dengan siapa loe akan menikah?" tanya Raka dengan raut wajah yang terlihat penasaran.

"Dengan siapa gue menikah? Loe akan tahu nanti." Arga tersenyum menyeringai menikmati rasa penasaran sahabatnya itu. Terlihat kepuasan di raut wajahnya. Kemudian menyesap kembali minuman yang baru saja diambilnya dari atas nakas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status