Keesokan harinya ketika Aleeta terbangun, ia sudah berada di atas ranjang tempat tidurnya. Padahal seingatnya semalam ia tengah menonton drama keluarga bersama Mary di ruang TV. Lalu bagaimana bisa ia terbangun di kamarnya pagi ini? Siapa yang memindahkannya?
Apa Mary yang memindahkannya? Tapi rasanya itu tidak mungkin. Apa jangan-jangan ... Nicholas yang memindahkannya?“Nona.”Aleeta mengerjap lalu menoleh ke arah pintu kamarnya yang sudah terbuka.“Ternyata Anda sudah bangun.” Mary kembali berujar seraya melangkah masuk ke dalam kamar Aleeta. “Oh iya, Nona ingin memakai baju apa? Apa Nona ingin memakai baju khusus hari ini?”Aleeta mengernyit. “Baju khusus untuk apa?”Mary tersenyum. “Tentu saja untuk merayakan kaki Nona yang sudah sembuh. Saya yakin, hari ini Nona pasti bisa kembali berjalan lagi,” tutur Mary seraya membuka lemari. “Ah, apa Anda pakai dress putih ini saja? Sepertinya akan sangat cantik jika Anda“Lihatlah siapa yang telah kembali.” Emily langsung mencibir begitu Aleeta masuk ke dalam butik.Aleeta menaikkan sebelah alis. “Siapa?”“Siapa lagi kalau bukan pasangan suami istri favorit kita semua,” ucap Emily seraya menatap keluar jendela. Memerhatikan mobil Nicholas yang sudah melaju.Aleeta langsung terkekeh. “Jangan menggodaku, Emily,” ujarnya malu.Aleeta segera melangkah masuk ke dalam ruangan seraya membalas sapaan dari rekan-rekannya, sedangkan Emily mengikuti di belakangnya.“Jadi …,” Emily bersedekap seraya bersandar pada dinding kaca ruangannya. “Apa kalian sudah bersenang-senang kemarin?” Tanya Emily menatap Aleeta.“A-apa maksudmu? Aku nggak mengerti.”“Ck! Kamu ini, kak. Kamu pikir bisa membohongiku.”Emily melangkah, mendekati Aleeta yang sedang berdiri di depan mejanya. Sedangkan Aleeta hanya diam memikirkan maksud dari ucapan adik iparnya. Apa jangan-jangan Emily tahu kalau kema
“Kemana Mary?” Aleeta bertanya ketika ia dan Nicholas memasuki dapur. Nicholas hanya mengangkat bahu. “Apa mungkin dia sedang pergi?” Aleeta kembali bersuara. “Mungkin.” Nicholas menjawab singkat. Ia mengikuti Aleeta yang berjalan menuju lemari tempat penyimpanan makanan. “Apa Mary lupa untuk memasak hari ini?” Tanya Aleeta yang kini berjalan menuju kulkas. “Oh, sepertinya Mary sedang pergi berbelanja sekarang. Lihat, nggak ada apapun yang tersisa di sini,” ujarnya menatap Nicholas. “Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?” Tanya Nicholas. Aleeta diam sejenak. “Mungkin kita bisa membuat sarapan seadanya terlebih dahulu.” Aleeta segera mengeluarkan telur yang hanya tinggal satu butir itu beserta dua bungkus mie instan. Dan untungnya Aleeta juga masih menemukan sedikit sayuran yang bisa ia gunakan sebagai pelengkap mienya nanti. “Mie instan?” Nicholas mena
Aleeta perlahan mulai membuka matanya. Ia pikir semuanya sudah berakhir. Tapi ternyata ia salah. Begitu Aleeta membuka mata Nicholas segera menurunkan sandaran kursinya dan langsung menyerang bibirnya. “Nicho—“ Aleeta tidak bisa memprotes karena bibir Nicholas langsung membungkam bibirnya begitu saja. Aleeta mencengkeram tangan Nicholas saat jari yang masih terbenam di dalamnya itu perlahan kembali bergerak, keluar masuk di miliknya yang sudah semakin basah oleh cairan pelepasannya tadi. Ia mendesah saat tangan Nicholas yang lainnya langsung menangkup salah satu dadanya, kemudian meremasnya pelan. “Nich …,” Aleeta merintih saat bibir Nicholas mulai mengecupi lehernya, menjilatinya dengan sensual. “Aku sudah nggak bisa menahannya, Aleeta,” bisik Nicholas di leher Aleeta. Aleeta baru ingin menjawab tetapi suara jeritannyalah yang lebih dulu keluar. Terkesiap karena mulut Nicholas yang langs
Lagu yang mengiringi dansa Nicholas dan Aleeta sudah berhenti beberapa menit yang lalu. Tapi mereka masih tetap berdiri, saling memeluk dan mendekap satu sama lain. “Masih belum puas memelukku?” Aleeta mendongak, menatap Nicholas yang tengah menunduk ke arahnya. Dan karena Nicholas yang menunduk seperti itu membuat wajahnya dan wajah suaminya itu tampak begitu dekat. Bahkan Aleeta bisa merasakan hidung Nicholas menggesek hidungnya saat ia bergerak tadi.“Kalau aku bilang belum?” Aleeta berujar polos.Nicholas terkekeh pelan. “Baiklah. Terserah kamu ingin memelukku sampai kamu puas pun aku nggak akan masalah. Hanya saja mungkin lebih baik kalau kamu melanjutkannya nanti saja,” terang Nicholas.“Nanti kapan?”“Nanti kalau sudah berada di rumah,” bisik Nicholas menggoda.Aleeta merasa pipinya seketika memanas karena bisikan tersebut. Ia menatap Nicholas yang kini mulai tersenyum ganjil. Apa yang sedang Nicho
Mobil yang di kendarai Nicholas berhenti di pelataran parkir sebuah restoran mewah bintang lima yang ada di pusat kota. Pria itu segera keluar mobil, lalu membukakan pintu mobil untuk Aleeta. Bahkan Nicholas tak segan mengulurkan tangan saat Aleeta hendak turun dari mobilnya. Seperti layaknya seorang pangeran yang sedang membantu permaisurinya turun dari kereta kuda. Hanya saja bedanya Aleeta tidak menaiki kereta kuda, melainkan sebuah mobil mewah.Nicholas terus membimbing Aleeta memasuki restoran. Seorang pelayan langsung menyambut kedatangan Nicholas dan mengarahkannya ke sebuah ruangan VIP yang sudah di pesan secara khusus oleh Nicholas tadi. Nicholas menarik sebuah kursi lalu menyuruh Aleeta duduk di kursi tersebut, sedangkan ia duduk di depan Aleeta. Aleeta menatap sekeliling, restoran itu sangat mewah, semua orang datang dengan mengenakan pakaian yang rapi, gaun dan jas. Sementara dirinya? Aleeta menunduk. Ia hanya mengenakan sebuah dress se
Aleeta melangkah ke teras rumah. Sudah dua hari ini Aleeta selalu pulang lebih awal, setelah selama seminggu kemarin ia selalu pulang di atas pukul delapan.Aleeta lalu membuka pintu rumahnya. Ia ingin segera mandi dan mengistirahatkan diri sejenak, supaya nanti Aleeta tidak akan ketiduran saat menunggu kepulangan Nicholas yang entah akan sampai di rumah pada pukul berapa.Namun, saat langkah Aleeta memasuki pintu tiba-tiba ia langsung terkejut begitu saja ketika melihat pria yang berstatus sebagai suaminya itu sudah lebih dulu pulang, dan tengah duduk di ruang tamu.Dia benar Nicholas, kan? Pikir Aleeta.Aleeta kembali melangkah dan menutup pintu rumah dengan berhati-hati. Sebisa mungkin agar pintu itu tidak mengeluarkan suara. Ia lalu berdiri, menatap suaminya yang hanya duduk dengan wajah datar.Menarik napas sejenak sebelum kemudian Aleeta tersenyum dan menyapa suaminya. “Hai, tumben sudah pulang. Apa—““Selamat u