“Tuan, bukankah Anda tadi sudah izin kalau ingin mengantar Nyonya Aleeta check up ke rumah sakit?”
Ella yang sedang duduk di meja kerjanya tentu langsung terkejut saat melihat sang atasan yang tiba-tiba saja muncul tanpa sepengetahuannya. Ella pikir setelah Nicholas mengantar istrinya check up, atasannya itu tidak akan kembali ke kantor lagi. Tapi dugaan Ella ternyata salah.Nicholas segera menghentikan langkahnya tepat di depan meja Ella. “Ya. Aku sudah mengantarnya,” jawabnya datar.“Ah, begitu …,” Ella meringis seraya menggangguk-anggukkan kepalanya. Jujur saja saat ini Ella sangat bingung sekali ingin mengatakan apa kepada Nicholas.Ella berniat untuk kembali melanjutkan pekerjaannya. Tapi tiba-tiba Nicholas kembali berbicara.“Jam dua aku ada jadwal meeting, kan?” Tanya Nicholas yang seketika membuat Ella mengerjap.“I-iya, Tuan. Kalau sesuai jadwal pagi tadi memang jam dua inNicholas melirik jam yang sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sebenarnya ia masih punya sedikit pekerjaan. Tapi Nicholas harus segera pulang saat ini juga. Dan lagipula untuk masalah pekerjaan, ia bisa menyerahkannya kepada Ella untuk menyelesaikannya. “Baiklah. Aku rasa aku harus pulang sekarang,” gumam Nicholas seraya berdiri dari tempat duduknya. Setelah setelah mengirim data ke email Ella. Nicholas langsung meraih jas, lalu berjalan keluar dari ruangannya. “Ella.” Nicholas memanggil Ella yang sedang duduk di depan meja kerjanya. “Ya, Tuan. Ada apa?” Tanya Ella seraya berdiri. “Tolong selesaikan data yang sudah aku kirimkan ke emailmu. Setelah selesai kamu bisa langsung kirim lagi ke emailku. Aku nggak bisa menyelesaikannya sekarang karena aku harus segera pulang,” terang Nicholas. Ella mengangguk. “Baik, Tuan. Saya mengerti.” “Oh i
Aleeta yang tadi sedang menangis, dengan cepat langsung menghapus air matanya begitu ia mendengar suara pintu kamarnya yang di buka dari arah luar. Aleeta berharap yang sedang membuka pintu kamar itu adalah Nicholas. Tapi begitu ia menoleh, ia langsung kecewa karena ternyata itu bukan Nicholas, melainkan Mary.“Apa Nona masih mual?” Mary bertanya seraya melangkah mendekat.Aleeta menggeleng. “Sekarang sudah nggak mual. Hanya sedikit lemas saja,” jawabnya pelan.“Kalau begitu silakan minum terlebih dahulu, Nona. Barangkali teh hangat ini bisa membantu menghilangkan lemas yang sedang Anda rasakan.” Mary berujar seraya menyerahkan cangkir teh yang sejak tadi ia bawa ke tangan Aleeta.Aleeta yang mendengarnya langsung tersenyum. “Apa hubungannya? Kamu ini ada-ada saja, Mary.”Mary ikut tersenyum saat melihat Aleeta yang tengah tersenyum. “Saya hanya sedang berusaha untuk menghibur Anda,” ujarnya jujur.
Pagi ini Aleeta kembali terbangun dengan rasa mual yang mendesak perutnya. Bahkan jika di pikir-pikir kali ini rasa mual itu terasa semakin bertambah parah dari hari-hari sebelumnya. Terlebih kali ini Aleeta tidak hanya merasakan mual saja. Tetapi juga pusing yang begitu mengganggunya. ‘Sebenarnya aku ini kenapa?’ Lirih Aleeta dalam hati.Saat ia tengah sibuk muntah di dalam kamar mandi. Tiba-tiba ia mengerjap saat ada sebuah tangan yang menyentuh bahunya lembut.“Mual lagi?” Mendengar suara lembut itu seketika membuat Aleeta langsung menekan tombol flush, lalu menutup kloset yang ada di depannya.“Nggak apa-apa. Kamu nggak perlu malu padaku.”Kali ini Aleeta langsung menoleh, dan menatap Nicholas yang sedang tersenyum ke arahnya. “Kamu terlihat pucat sekali.” Nicholas kembali berujar seraya merapikan anak rambut yang menutupi dahi Aleeta.Aleeta
“Tuan, bukankah Anda tadi sudah izin kalau ingin mengantar Nyonya Aleeta check up ke rumah sakit?”Ella yang sedang duduk di meja kerjanya tentu langsung terkejut saat melihat sang atasan yang tiba-tiba saja muncul tanpa sepengetahuannya. Ella pikir setelah Nicholas mengantar istrinya check up, atasannya itu tidak akan kembali ke kantor lagi. Tapi dugaan Ella ternyata salah.Nicholas segera menghentikan langkahnya tepat di depan meja Ella. “Ya. Aku sudah mengantarnya,” jawabnya datar.“Ah, begitu …,” Ella meringis seraya menggangguk-anggukkan kepalanya. Jujur saja saat ini Ella sangat bingung sekali ingin mengatakan apa kepada Nicholas. Ella berniat untuk kembali melanjutkan pekerjaannya. Tapi tiba-tiba Nicholas kembali berbicara.“Jam dua aku ada jadwal meeting, kan?” Tanya Nicholas yang seketika membuat Ella mengerjap.“I-iya, Tuan. Kalau sesuai jadwal pagi tadi memang jam dua in
Sudah satu jam lebih lamanya Aleeta menunggu. Namun, Nicholas tak kunjung juga menunjukkan tanda-tanda akan segera keluar. Bahkan sudah berkali-kali Aleeta menatap ke arah pintu rumah sakit. Berharap jika suaminya akan muncul. Tapi nyatanya Nicholas masih belum muncul juga.“Apa jangan-jangan masih antre lama, ya?” Gumam Aleeta yang mulai merasa resah. “Mana di sini panas sekali,” imbuhnya seraya mengusap dahinya yang mulai berkeringat.Meski Aleeta duduk di bawah pohon rindang sekalipun. Tapi tampaknya pohon tersebut tidak bisa menghalau terik matahari yang begitu panas siang ini.“Sebaiknya aku menyusul Nicho ke dalam saja,” ujar Aleeta yang langsung berdiri dari tempat duduknya.Aleeta mulai melangkah masuk ke dalam rumah sakit. Ia berharap di ruang tunggu nanti sudah ada kursi kosong yang bisa ia duduki. Sembari melangkah mata Aleeta terus menatap sekeliling. Aleeta mencoba mencari Nicholas di
“Nyonya Aleeta Pricilla.” Baik Aleeta maupun Nicholas langsung sama-sama menoleh saat mendengar seorang perawat memanggil nama Aleeta. Sepertinya ini sudah giliran Aleeta untuk di periksa. Nicholas segera berdiri lebih dulu, lalu mengulurkan tangannya pada Aleeta. Sedangkan Aleeta langsung meraih tangan itu tanpa banyak bicara. “Selamat siang, Dok.” Nicholas menyapa saat masuk ke ruang periksa. Dokter yang sedang menunggu Aleeta itu seketika mengangguk seraya tersenyum. “Selamat siang, Tuan Nicholas. Selamat siang juga Nyonya Aleeta. Bagaimana keadaannya? Apa Nyonya mengalami keluhan selama beberapa hari ini?” Tanyanya menatap Aleeta. “Sepertinya nggak ada, Dok. Saya merasa baik-baik saja,” ujar Aleeta yang membuat Dokter Indra tersenyum. “Baiklah kalau begitu. Untuk mengetahui lebih lanjut alangkah baiknya kalau saya periksa dulu. Mari, Nyonya.” Dokter Indra