Share

BAB5. Usaha Lagi

Penulis: Wijaya Kusuma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-15 12:35:53

“Woi! Lo bisa nggak naik motor!” Teriak seorang pejalan kaki yang hampir saja tertabrak oleh Alya yang tidak menyadari lampu merah menyala di perempatan jalan yang sedang dilaluinya.

“Maaf, maaf. Saya tidak sengaja. Saya kurang berhati-hati,” ujar Alya yang hampir saja menabrak pejalan kaki yang hendak menyerang jalan yang ia lalui untuk kembali pulang menuju ke rumah sakit. 

“Al. Kamu tidak apa-apa kan? Kamu harus hati-hati mengendarai sepeda motor. Kamu pasti sedang ngelamun, makanya hampir saja menabrak orang.” 

Alya menoleh, dia mengangguk pelan. Membenarkan kalimat Mbak Vira akan fakta yang terjadi pada dirinya. 

“Iya, Mbak. Alya minta maaf,” jawab Alya. 

“Apa ganti mbak saja yang bawa motornya?” Tawar Mbak Vira untuk berganti membawa sepeda motornya. 

Alya menggeleng, “Tidak perlu Mbak. Alya akan lebih berhati-hati lagi.” 

Tanpa mereka sadari, kejadian yang baru saja mereka alami tersebut tak luput dari sepasang mata yang memperhatikan mereka dari dalam mobil mewah yang dikendarainya.

Saat Lampu hijau menyala, Alya pun melajukan sepeda motornya dengan penuh kehati-hatian hingga membawa keduanya selamat menuju ke rumah sakit.

“Al, aku mau ke ATM dulu ya,” kata Vira setiba di lobi rumah sakit. Tak jauh dari tempat mereka akan naik menuju pintu lift ada sebuah mesin atau yang di sana.

Alya menoleh, ke mana arah mata sang teman. Dia pun mengangguk, “Iya, Mbak.” 

“Kamu nggak usah tunggu, Mbak. Naik aja dulu nanti aku nyusul, lagi pula atm-nya juga masih mengantri.” Vira meminta Alya untuk naik ke ruang ibunya terlebih dahulu.

“Baik, Mbak. Alya juga harus bertemu dengan dokter Adam dulu. Perawat baru saja mengkonfirmasi jika Alya sudah ditunggu di ruangan dokter ibu,” balas Alya memberitahukan kepada Vira Jika dia ada janji ketemu dengan dokter yang menangani kesehatan sang ibu.

“Oke.”

Setelah mereka berpamitan ke tempat masing-masing, Alya segera menuju ke pintu lift Rumah Sakit tersebut bersamaan dengan pintu yang disetujui terbuka.

Lagi-lagi, dia harus dipertemukan dengan orang yang sejak tadi pagi membuat perasaannya tak baik-baik saja karena tidak mau meminjamkan uang.

Ternyata dia tidak sedang sendiri, karena ada seorang wanita yang sedang bergelayut dengan wajah terlihat bersedih di lengan pria tersebut.

“Aku harus bagaimana, Van, sekarang? Suara pertanyaan wanita itu terdengar jelas di indera pendengaran Alya. 

Alya dapat melihat jika wanita yang sedang bersama dengan anak pemilik perusahaan tempatnya bekerja itu sedang tidak baik-baik saja.

“Pak Evan,” sapa Alya, meski tak berniat untuk menyapa dia tetap memaksakan diri untuk menyapa Atasannya itu.

Wajah pria itu terlihat datar, saat bertemu dengan Alya. Dia seolah tak senang saat karyawannya itu dengan begitu berani menyapanya di tempat umum.

“Astagfirullah! Kamu harus sabar, Al. Lagian ngapain juga sih pakai Siapa dia,” gumam Alya pelan, saat sapaannya itu tidak bersambut. 

Segera Alya melangkahkan kaki menuju ke ruang dokter yang sudah menunggunya.

“ Nyeri dada yang terjadi pada ibu Winda disebabkan oleh penyempitan arteri pada jantungnya. Saat penyempitan itu terjadi, maka otot-otot akan kekurangan pasokan darah ke otot jantung. Saya akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut Jika ada salah satu Arteri koroner yang rusak atau bermasalah. Maka akan akan mempengaruhi ventrikel kiri yang tidak dapat berfungsi dengan baik.” 

Dokter yang menangani Ibu Alya itu menjelaskan sebab ibunya mengalami sesak yang berujung dengan tidak sadarkan diri kemarin.  Bahkan sebelumnya wanita yang sudah melahirkan Alya itu sempat kritis yang sudah mulai membaik.

Alya yang mendengar penjelasan dari sang dokter itu seketika menjadi merasakan sesak dalam dadanya. Menatap sendu kepada sang dokter sebelum akhirnya dia kembali membuka suara.

“Lalu apa yang harus dilakukan, Dokter?” Tanya Alya. 

Dokter Adam menatap datar pada Alya, “ Seperti yang saya bilang sebelumnya. Jika kondisi ibu kamu sudah mulai stabil harus dilakukan operasi bypas jantung segera. Semua demi kebaikan ibumu agar bisa beraktivitas kembali seperti sediakala.”

Alya mengerti, setelah menerima penjelasan dari dokter Ia pun memutuskan untuk pamit dan keluar dari ruang pemeriksaan sang dokter.

“Bagaimana, Al?” Tanya Mbak Vira yang sudah mendapati Alya keluar dari ruang konsultasi Dokter jantung. 

“Harus dioperasi, Mbak. Alya harus gimana?” tanya gadis tersebut dengan tatapan yang begitu putus asa.

Tanpa menjawab Vira membawa teman kerjanya itu ke dalam pelukannya untuk memberikan ketenangan dan menyalurkan kekuatan.

“Kamu yang sabar ya. Besok Coba minta keringanan lagi kepada pihak perusahaan. Insya Allah mbak akan bantu kamu. Mbak juga barusan melakukan panggilan kepada Pak Heru untuk merekomendasikan perusahaan agar bisa memberikan pinjaman untukmu,” kata Vira. 

Alya melepas pelukan yang dilakukan oleh Vira kepadanya. Dia menatap tidak percaya kepada wanita tersebut. 

“Serius, Mbak?” Tanya Alya Tidak percaya yang mendapat anggukan dan senyum dari Vira. 

“Ini, ada sisa uangku. Besok kamu gunakan terlebih dahulu untuk mencicil kebutuhan sekolah Safa.”

Alya yang mendapati sejumlah uang yang diberikan oleh Vira itu semakin dibuat tak percaya. Cairan bening di balik kelopak matanya itu sudah mulai menggenang oleh kebaikan yang dilakukan oleh wanita di hadapannya tersebut.

“Mbak, ini ….” Alya tak mampu lagi hanya untuk sekedar mengurai sebuah kata-kata sebagai ucapan terima kasih kepada Vira.

“Pakai dulu, nanti kalau sudah ada baru ganti.” 

Setelah berbincang sejenak di depan ruang pemeriksaan dokter jantung. Alya dan Vira menuju ke ruang ibunya yang masih ada di ruang intermediet.

Tentu saja, mereka hanya bisa masuk secara bergantian karena memang tidak diizinkan untuk masuk bersama.

Alya memutuskan untuk menginap di Rumah Sakit Bersama Safa, sedangkan Vira kembali pulang ke rumah. 

“Mbak pergi ya, Dek.” 

Pagi sekali, Alya sudah lebih dulu berpamitan karena harus bersiap untuk berangkat ke sekolah Safa dan juga bekerja.

“Mbak hati-hati ya,” kata Safa, adiknya Alya. 

Alya mengangguk, dengan segera ia meninggalkan Safa seorang diri di rumah sakit tersebut.  Banyak urusan pagi ini yang harus Alya selesaikan. Setelah dari sekolah untuk bertemu pembagian administrasi barulah dia berangkat bekerja.

Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, dia lebih dulu menuju ke bagian accounting setelah mendapati punggung tegap yang gagah itu sudah berlalu menuju pintu lift.

“Aku tidak boleh menyerah.” 

Alya memberikan semangat pada dirinya sendiri dengan harapan apa yang ia inginkan akan mendapat jalan keluar. 

Dengan meyakinkan diri, meski kemungkinan untuk mendapatkan dana bantuan dari perusahaan sangat kecil. 

Rasa percaya diri dalam diri Alya sangatlah besar, setelah mendapatkan izin masuk dari bagian staf yang ada di di depan ruang kerja Evan Ia pun memberanikan diri untuk mengetuk pintu sang Manager.

Setelah mendapat jawaban dari dalam Alya mendorong pintu tersebut sehingga dapat memudahkan dirinya melihat pria yang sudah duduk di bangku kebesarannya. 

“Selamat pagi, Pak Evan. Maaf, jika saya ganggu waktu Bapak,” sapa Alya, dia berusaha bersikap ramah kepada salah satu pria yang memiliki kekuasaan tinggi di perusahaan tempatnya bekerja ini.

Evan mengalihkan tatapannya, tatapan datar yang semula itu pun berubah menjadi tajam saat tahu jika orang yang datang sama sekali tidak ada hubungannya dalam pekerjaan yang sedang ia tangani.  

“Mau apa lagi kamu ke sini? Pagi-pagi sudah bikin mood ku buruk saja,” kesal Evan pada Alya. 

“Maaf, Pak Evan. Kedatangan saya ke sini masih berhubungan dengan pengajuan pinjaman saya kemarin. Saya mohon sekali sama Bapak, untuk memberikan pinjaman itu pada saya. Semua keputusan dari tahun Bapak, saya sangat berharap akan hal itu,” kata Alya dengan tatapan memelasnya. 

Evan mendengus kesal. Dia mendapatkan tak suka kepada Alya karena harus berapa kali dia bilang jika dia tidak akan merubah keputusan akan kebijakan yang diambilnya.

“Harus berapa kali saya bilang. Kebijakan perusahaan sudah dibuat dan saya tidak akan melanggarnya.” Kalimat pria itu begitu tegas, dan tidak ingin mendapatkan bantahan kembali. 

“Pak …” 

Alya masih berusaha memohon dan tidak ingin menyerah begitu saja. Satu-satunya harapan yang ia punya adalah mendapatkan dana pinjaman dari perusahaan tempatnya bekerja.

“Keluar!” 

“Atau saya panggil–” 

“Saya bisa keluar sendiri, Pak!”

Belum sempat Evan melakukan panggilan pada security yang berjaga. Alya sudah memutuskan untuk keluar sendiri. Dia tidak ingin sampai satpam yang berjaga melihatnya kembali mengemis di ruang ini.

Baru saja Alya hendak membuka pintu ruangan Manager tersebut kalimat Evan sudah menghentikan langkahnya.

“Kamu sangat butuh uang kan?” Tanya pria itu dengan tatapan yang begitu sulit diartikan. 

Alya yang mendapati pertanyaan dari sang atasan itu pun segera mendongak dengan tatapan tak percayanya.

“I-iya, Pak. Saya Butuh pinjaman dari perusahaan untuk biaya operasi ibu saya. Saya tidak masalah perusahaan akan memotong 50% dari gaji saya setiap bulannya. Terpenting saat ini adalah saya bisa mendapatkan uang agar ibu saya bisa segera dioperasi.” 

Alya menyampaikan niatnya dengan begitu menggebu. Langkahnya pun sudah mendekat ke arah meja kerja pria tersebut. Secerca harapan ia dapatkan, dengan harapan ia bisa mendapatkan bantuan itu segera. 

Evan terlihat Sedang berpikir,  sebelum akhirnya pria itu membuka suara.

“Saya akan bantu. Tapi dengan syarat,” kata pria itu dengan Tatapan yang begitu sulit diartikan.

“Syarat? Syarat apa?” Tanya Alya bingung. 

Evan diam beberapa saat, dia pun kembali menjawab.

“Jadi budak nafsuku,”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
what? budak napsu gimana maksudnya? jadi teman tidur gitu? jahat banget sih Evan.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Penjara Hati Bos Arogan   Bab 116. Kembali Merajut

    Alya kembali ke kamarnya. Niat hati ingin menenangkan diri, tapi justru ia kembali dibuat berdebar dengan setiap kalimat pernyataan yang Evan beri pada kedua orang tuanya. Nada dering pesan masuk membuatnya menoleh cepat ke arah meja rias, tempat ponselnya diletakkan. Sebuah pesan dari Vira.Vira: Lihat ini sekarang. Kamu harus tahu.Tautan video menyertai pesan singkat itu. Tanpa pikir panjang, Alya mengetuk layar. Jantungnya hampir berhenti ketika wajah Evan muncul dalam video. Konferensi pers. Mikrofon berjejer di hadapan pria yang pernah ia cintai begitu dalam, dan kini...“Nama saya Evan Ibrahim Sanders,” suara Evan terdengar tegas, namun ada getaran kecil dalam intonasinya. “Saya berdiri di sini bukan sebagai CEO perusahaan keluarga saya, tapi sebagai seorang pria... yang selama ini menyembunyikan bagian terpenting dalam hidupnya. Saya telah menikah. Lima tahun lalu.”Gemetar tangan Alya menggenggam ponselnya. Ia mundur selangkah, lalu terduduk di tepi ranjang.“Nama istri saya

  • Penjara Hati Bos Arogan   Bab 115. Ketegangan Ayah dan Anak

    Suasana rumah itu sunyi, terlalu tenang untuk pagi yang seharusnya ramai oleh hiruk pikuk aktivitas. Udara dingin yang merembes dari celah jendela membuat ruangan tampak membeku, seolah waktu ikut berhenti menunggu ledakan yang akan segera terjadi.“Rumahmu terlalu sepi untuk orang yang sedang merayakan kemenangan besar,” suara itu dalam, tegas, dan penuh nada ejekan samar.Evan menoleh pelan. Pria yang berdiri di ambang pintu itu tinggi, dengan jas hitam rapi dan sepatu mengilap. Wajahnya menua, tapi masih menyimpan pesona yang dulu membuat banyak orang tunduk di dunia bisnis. Ibrahim.Ayahnya.“Kalau datang untuk memuji diri sendiri atas kemenangan perusahaan, kau bisa pulang sekarang,” kata Evan datar, lalu menyesap kopinya.Ibrahim tersenyum kecil dan duduk di sofa panjang tanpa diminta. Ia mengambil sikap seperti seseorang yang memiliki tempat itu.“Tidak, aku datang bukan untuk membahas perusahaan. Kita sudah lewat fase itu.”“Ayah bangga. Kamu bisa selesaikan masalah besar deng

  • Penjara Hati Bos Arogan   Bab 114. Kehadiran Ibrahim, Ayah Evan

    Matahari pagi menyelinap pelan dari balik tirai jendela ruang makan yang luas dan penuh cahaya hangat. Aroma roti panggang dan telur orak-arik menggoda indra penciuman, menyatu dengan wangi lembut dari teh melati yang mengepul dalam cangkir porselen di atas meja.Alya duduk di salah satu sisi meja panjang, mengenakan blus putih santai dan celana linen abu-abu. Pasmina santai menghias wajah cantiknya, meski sederhana tetap membingkai indah wajahnya. Wajahnya masih menyisakan rona merah muda yang tak bisa ia sembunyikan, terutama saat matanya melirik ke arah pintu kamar yang tertutup rapat di lantai atas. Di sampingnya, duduk seorang anak laki-laki yang begitu ia sayang, dengan rambut ikal cokelat gelap dan mata besar penuh rasa ingin tahu."Mommy... Ayah Evan belum pulang, ya?" tanya Cale pelan, sembari menggigit roti panggangnya yang dioles mentega keju kesukaannya.Alya sedikit terkejut. Tangannya yang hendak meraih sendok berhenti di udara. Ia mengalihkan pandangan ke arah putranya

  • Penjara Hati Bos Arogan   Bab 113. Teh Jahe Hangat

    Langkah-langkah pelan Alya menyusuri lorong rumah besar itu, sunyi diiringi suara detak jarum jam dinding yang bergema lembut. Di tangannya, sebuah cangkir keramik putih berisi teh jahe hangat beraroma kuat yang baru saja ia buat di dapur. Aroma rempahnya semerbak, seolah ingin menyembuhkan udara yang tegang beberapa waktu lalu.Sesampainya di depan pintu kamar Evan, Alya mengetuk pelan."Evan?" panggilnya, suaranya lirih.Tak ada jawaban.Ia mengetuk sekali lagi, sedikit lebih keras. "Aku hanya membawakan teh jahe. Untukmu."Masih sunyi. Tak ada sahutan dari dalam.Alya menghela napas kecil. Dalam hatinya, ia ragu. Tapi udara dingin malam yang masih menggantung dan bayangan wajah lelah Evan saat baru datang tadi membuatnya mantap untuk masuk. Ia mendorong pintu perlahan, memastikan tidak membuat suara gaduh.Saat pintu terbuka sepenuhnya, pemandangan yang menyambutnya membuat detak jantung Alya seketika melonjak.Evan baru saja keluar dari walk-in closetnya. Tubuh tegapnya terbuka ta

  • Penjara Hati Bos Arogan   Bab 112. Usaha Evan

    Di rumah Evan, Alya sudah seminggu kembali dari rumah ibunya, suasana mencekam. Alya duduk di depan TV, menatap layar dengan wajah pucat. Vira ada di sampingnya, menggenggam tangan sahabatnya erat.“Kenapa mereka sejahat itu, Mbak? Aku… aku tidak pernah minta apa pun. Tidak pernah cari sensasi…” suara Alya gemetar. Jujur, ia tak pernah berpikir hingga sejauh ini sebab kembali masuk ke kehidupan Evan yang bahkan tidak ia inginkan. “Kamu harus tenang. Jangan berpikir macam-macam. Pak Evan pasti tidak akan tinggal diam.” Vira meyakinkan Alya dan menguatkan jika Evan pasti akan selalu berada di pihaknya. “Aku tak yakin, Mbak. Yang dihadapinya bukan hanya keluarga wanita itu. Tapi keluarganya juga.” Alya sungguh putus asa dan bingung di situasi seperti ini. “Pak Evan sudah berjanji. Dan dia tidak akan mengingkari. Kamu yakin itu,” tegas Vira meyakinkan Alya yang lemah saat ini. Ponsel Alya bergetar. Nama Evan muncul.“Alya…” suara Evan terdengar berat. “Aku minta maaf. Aku tidak bisa m

  • Penjara Hati Bos Arogan   Bab 111. Konflik Bisnis dan Cinta

    Langit sore itu menggantung kelabu di atas gedung yang menujlang tinggi di ibu kota. Dari balik jendela lantai ruangan presdir yang berkuasa. Evan Mahardika memandangi awan yang mulai menebal, seakan menjadi pertanda akan datangnya badai. Namun badai itu bukan hanya milik langit—ia telah memasuki ruang kantornya lebih dulu.Pintu ruang direktur utama terbuka perlahan. Sosok tinggi tegap masuk dengan langkah pasti. Ibrahim Sandres, ayah Evan sekaligus pendiri bisnis yang kini Evan kendalikan, membawa serta aura tekanan yang membuat ruangan seketika mencekam. Setelan jasnya rapi, rambut peraknya disisir ke belakang, dan matanya—dingin dan tajam seperti belati."Kita perlu bicara," ujar Ibrahim tanpa basa-basi saat memasuki ruangan mewah sang pemimpin yang tak lain adalah anaknya sendiri. Evan berdiri dari balik mejanya. “Silakan, Ayah. Duduklah.”Namun Ibrahim tak duduk. Ia berdiri tegak, menatap Evan dari seberang meja seperti seorang hakim menatap terdakwa. Tatapan yang menghujam bak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status