Share

Bab 6

Auteur: Giselle
Damar mengangkat kakinya dan menginjak seekor kelinci merah muda yang gemuk dan memiliki dua telinga yang panjang.

Di bagian punggung boneka kelinci itu ada sayap lebah.

Damar teringat bahwa Almira sangat menyukai mainan kecil ini. Damar sendiri bilang ini adalah kelinci mutan, spesiesnya apa tidak jelas.

Rupanya jelek dan di punggungnya ada sayap.

Almira tidak berkomentar apa-apa dan hanya menatap Damar.

Almira sangat menyukai boneka ini, jadi Damar menjelek-jelekkan boneka ini pasti untuk menjahili Almira saja.

Boneka ini Damar tangkap dari mesin capit di bioskop. Almira sangat menginginkannya, bahkan sampai menarik-narik lengan Damar dengan genit.

Boneka jelek itu juga dikirimkan kembali kepada Damar.

Malam itu, Damar menelepon nomor Almira dengan marah, tetapi nomor gadis itu sudah tidak aktif.

Almira memutuskan hubungan mereka dengan rapi, tanpa meminta sepeser pun dan menghilang tanpa jejak.

Selama tujuh tahun ini, Damar tidak pernah mendengar kabar apa pun tentang Almira.

Yang Damar tahu, Almira tiba-tiba putus sekolah dan menghilang.

Damar sibuk belajar karena kedokteran bukanlah sesuatu yang bisa dipelajari dengan mudah. Selain itu, kakak laki-laki Damar telah mengambil alih Keluarga Abimanyu saat itu sehingga Damar memutuskan untuk mundur dari perebutan hak waris. Damar tidak ingin merusak hubungan antar saudara, dia juga tidak ingin pulang dalam waktu dekat.

Almira menjadi sebuah ganjalan dalam hati Damar yang entah sejak kapan mula menancap di hati Damar.

Damar membenci Almira, tetapi juga mengakui keberadaan ganjalan ini.

Biasanya tidak akan berdampak apa pun, tetapi apabila musim hujan datang tiba-tiba, Damar bisa sesak napas.

Damar sedang mengemudi dalam perjalanan ke tempat kerjanya sore itu.

Tiba-tiba, sesosok tubuh melaju di depan mobilnya dan dia refleks menginjak rem mendadak.

Begitu berhenti, Damar keluar dari mobil untuk memeriksa.

Seorang anak perempuan duduk di atas jalanan, pupil matanya yang hitam tampak ketakutan. Dia memeluk seekor anjing lokal dengan erat.

"Bagaimana kondisimu? Apa ada yang terasa sakit?" Damar membungkuk, mengangkat anak perempuan itu dan segera memeriksanya. Tidak ada luka luar yang terlihat di tubuh anak itu. Hanya ada beberapa goresan di telapak tangannya karena dia menopang tubuhnya di atas jalan.

Anak perempuan itu tampak ketakutan.

Dengan mata yang berkaca-kaca, dia berkata dengan takut-takut, "Paman Dokter, aku baik-baik saja. Tolong periksa anak anjing ini, ia hampir tertabrak mobil Paman tadi."

Seekor anak anjing yang bertubuh gemuk dan usianya paling baru dua tiga bulan tampak berbaring dalam pelukan anak perempuan itu.

Damar mengernyit, anak perempuan ini tampak familier.

Kulitnya putih, pupil matanya hitam dan berbinar.

Damar tidak menyangka bahwa dia akan memiliki ingatan sebaik itu terhadap pasien yang baru dia temui satu kali.

Damar menangani banyak sekali pasien setiap hari, tetapi sekarang dia bisa langsung mengenali anak perempuan di depannya. Ini anak yang waktu itu pernah dia periksa, namanya ….

Sisy Andika.

"Kamu tahu nggak betapa berbahayanya tindakanmu tadi? Kalau aku nggak mengerem tepat waktu, akibatnya pasti serius."

Damar memperhatikan sekeliling, tetapi anak perempuan itu sendirian.

"Di mana orang tuamu?"

Demi menyelamatkan seekor anak anjing lokal, Sisy sampai terburu-buru ke sini.

Sisy menggigit bibirnya. "Aku ...."

"Sisy!" Terdengarlah suara seorang wanita.

Setelah itu, terdengarlah suara derap lari. Di jalanan sore yang gerah, udara yang bergejolak membawa aroma lembut yang samar. Puspa berlari menghampiri dan memeluk bahu putrinya. "Sisy, kamu baik-baik saja?"

"Iya, Ibu, anak anjingnya juga baik-baik saja." Ada sedikit luka gores di telapak tangan Sisy, tetapi hanya luka kecil. Sisy memeluk leher Puspa, "Ibu, aku baik-baik saja."

Puspa panik. Ini hari Sabtu dan dia mengajak putrinya makan makanan cepat saji. Saat Puspa hendak mengambil makanan dan berbalik badan, putrinya sudah hilang.

Saat mendengar bunyi decit rem, rasanya jantung Puspa seperti berhenti berdetak selama sepersekian detik.

Untunglah putrinya baik-baik saja.

Puspa menatap Damar sambil menggigit sudut bibirnya dan pupil matanya sedikit bergetar. Damar mengenakan pakaian olahraga kasual berwarna abu-abu muda. Tubuhnya tinggi dan kakinya jenjang. Damar memasukkan satu tangan ke dalam saku, alisnya tampak agak dingin dan menjorok. Pria itu hanya berjarak dua meter dari Puspa.

Mereka berdua pun saling berpandangan.

Puspa bangkit berdiri dan berdiri menyamping di depan Sisy.

Jantungnya berdebar kencang.

Dia membuka bibirnya dan berujar dengan agak tergagap, "Ah …. Kamu ...."

Puspa tidak memakai masker hari ini dan tidak ada yang menutupi wajahnya. Wajahnya terlihat cerah dengan sedikit aura kutu buku. Angin yang pengap berembus dan membuat ujung rok biru muda Puspa berkibar. Sinar matahari yang terik terpancar di atas kepalanya.

Meskipun Damar berjarak dua meter darinya, Puspa merasa pandangannya kabur dan kepalanya pusing.

Telinganya seolah berdenging.

"Masuklah ke mobil, kita bawa putrimu ke rumah sakit untuk diperiksa." Damar menatap wanita di depannya yang berdiri di hadapan anak perempuan itu seperti induk ayam yang melindungi anak-anaknya.

Puspa berkata, "Nggak ... nggak usah …. Nggak usah repot-repot, aku sendiri yang akan membawa anakku ke sana."

Puspa pun menghela napas lega.

Damar bisa berkata seperti itu, berarti pria itu tidak mengenalinya.

Damar masuk ke dalam mobil, lalu membunyikan klakson. Dia menatap Puspa dan Sisy yang berada di luar melalui jendela.

"Aku seorang ahli bedah. Banyak kecelakaan mobil yang nggak menyebabkan cedera eksternal yang parah, tapi seringnya menyebabkan cedera internal yang justru fatal. Aku akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu." Damar ingin mengatakan bahwa Puspa sudah membuat janji dengannya.

Damar refleks melirik wanita di luar mobil. Kulit putih wanita itu tampak kemerahan dan berkilau di bawah sinar matahari.

Rok biru muda dan sosoknya yang ramping membuat wanita itu tampak seperti bunga lili biru yang tenang.

Entah karena warna biru membuat warna putih terlihat lebih cerah, atau apa, yang jelas Damar menyipitkan matanya karena dia merasa wanita itu menyilaukan.

Wanita ini tampak sangat muda, sama sekali tidak terlihat seperti ibu dari seorang anak berusia enam tujuh tahun.

Damar merasa wanita ini tampak familier.

Namun, Damar tidak akan bertanya karena itu akan terkesan seperti rayuan gombal zaman dulu.

Selain itu, wanita ini juga aneh.

Putrinya tertabrak mobil. Memang terlihat baik-baik saja dan Damar juga cukup yakin anak perempuan itu tidak apa-apa. Namun, tetap saja Damar nyaris menabrak anak itu.

Kebanyakan orang tua pasti tidak akan tinggal diam sampai mereka membawa anak tersebut ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan lengkap dan mendapatkan kompensasi jika mengetahui anak mereka tertabrak. Namun, wanita ini berbeda.

Puspa masuk ke mobil bersama putrinya.

Dia duduk di kursi belakang.

Mereka pergi ke rumah sakit dan meminta beberapa tes. Damar terus mendampingi. CT scan dada dan perut diperlukan. Karena pasiennya masih anak-anak, jadi membutuhkan pendampingan dari orang tua.

Damar masuk sambil menggendong Sisy dan seorang dokter berujar bercanda, "Dokter Damar, putrimu mirip sekali denganmu."

Puspa menggigit bibirnya erat-erat.

Apa sejelas itu?

Tiba-tiba, Puspa merasa ada banyak mata yang memperhatikannya.

Puspa mengepalkan tangannya.

Dia menundukkan kepalanya, jadi dia tidak melihat ekspresi Damar.

Damar hanya tersenyum kecil menghadapi godaan rekan-rekannya, lalu dia berkata kepada Puspa, "Keluarlah, di sini ada radiasi."

Damar memang bintang di rumah sakit ini. Ke mana pun Damar pergi, dia pasti menjadi pusat perhatian. Puspa yang mengikuti Damar dari belakang dengan mata tertunduk juga secara otomatis menjadi pusat perhatian.

Sepanjang jalan, Puspa terus mendengar bisik orang-orang. "Siapa anak perempuan yang Dokter Damar gendong itu?"

"Apa wanita di sebelahnya itu pacarnya?"

"Dokter Damar sukanya tipe yang begini?"

"Nggak mungkin. Waktu menolak Ratna, Dokter Damar bilang sukanya wanita yang berdada besar, berkulit putih dan berkaki panjang."

"Nggak mungkin! Dokter Damar terlihat begitu elegan dan anggun, masa seleranya sevulgar itu?"

"Aduh, pria itu 'kan memang sukanya menyimpan rahasia. Tahu sendiri Ratna itu putri direktur rumah sakit. Dia bahkan mengandalkan koneksi ayahnya untuk dipindahkan ke poli bedah jantung hanya demi mendekati Dokter Damar. Setelah ditolak, dia jadi marah besar."

"Sudah, sudah nggak usah menebak-nebak. Anak itu mungkin anak kerabat Dokter Damar. Kelihatannya anak itu baru berusia lima atau enam tahun. Bagaimana mungkin dia anak Dokter Damar? Dokter Damar bahkan belum berusia 30 tahun."

"Tapi, wanita di sebelahnya cantik sekali. Sangat anggun dan elegan."

Sisy menjalani serangkaian pemeriksaan sepanjang sore. Ternyata hanya ada beberapa memar di jaringan lunak lutut dan pergelangan tangan. Puspa pun menghela napas dengan lega.

"Maaf sudah merepotkanmu," kata Puspa kepada Damar.

"Nomorku ada di sana. Kalau putrimu kenapa-kenapa, silakan hubungi aku."

Puspa menundukkan pandangannya untuk melihat kartu nama Damar, tatapannya juga tertuju pada jari-jari pria itu yang ramping dan bersih.

Puspa menerima kartu itu dan mengucapkan terima kasih, lalu menggenggam tangan Sisy dan berjalan pergi.

Dia baru saja melangkah beberapa langkah ketika tiba-tiba mendengar suara serak Damar di belakangnya.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Puspa berhenti melangkah.

"Iya. Dokter Damar pasti lupa karena punya banyak sekali pasien. Putriku punya penyakit jantung bawaan. Beberapa waktu lalu, aku membawa putriku berkonsultasi denganmu."

Damar tersenyum kecil dan memicingkan matanya.

Dia tidak bertanya tentang waktu itu.

"Aku nggak pelupa, ibunya Sisy."

Begitu mendengar cara Damar memanggilnya, Puspa langsung melirik pria itu.

Ekspresi Damar terlihat tegas dan sorot tatapannya mendalam, membuat jantung Puspa berdebar kencang.
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 100

    Namun, di balkon itu, seolah ada batas antara terang dan gelap.Sosok pria yang tegap dan ramping berdiri di antara cahaya redup dan bayangan.Tak seorang pun tahu.Dia menjawab pertanyaan itu dengan sungguh-sungguh.…Hari ini, Puspa datang ke kantor agak terlambat. Meskipun di Studio Desain L&M jam kerjanya fleksibel, tetapi seiring berjalannya waktu, tahun ini hampir berakhir. Menjelang akhir tahun dan penilaian kinerja, semua orang mulai bekerja lebih giat.Baru saja Puspa duduk di mejanya, karena beberapa hari lalu komputernya bermasalah dan teknisi belum memperbaikinya, Puspa pun terpaksa mengeluarkan tabletnya dari tasnya.Belum sempat duduk dua menit dan melepas jaket, rapat rutin sudah dimulai. Seperti biasa, prosesnya tidak pernah berubah. Setelah rapat bubar, Natasha memanggilnya.Natasha meminta Puspa mengerjakan sebuah pesanan pribadi, merancang sebuah gaun pesta, dengan tenggat setengah bulan.Natasha menawarkan harga yang pantas dan Puspa mengangguk setuju."Baik, akan k

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 99

    "Mana ada orang berkata begitu tentang adiknya sendiri? Kamu ini kok nggak mendoakan yang baik-baik."Belum sempat Naira menjawab ….Elvira sudah menambahkan, "Aku tahu, sepupunya Rama itu kan Argo. Kakeknya Argo profesor senior di Universitas Solana. Sepertinya, dia pasti sulit menerima keadaan seperti ini."Naira tak berhasil mendapatkan jawaban. Hatinya juga ikut merasa tak tenang.Naira menopang lengan Elvira, berjalan menuju taman kecil di luar rumah. Keduanya berjalan santai sambil mengobrol.Elvira terlihat seperti seorang nenek-nenek ramah yang sedikit usil. Namun, di masa mudanya dia pernah mendampingi Dipta berkiprah di dunia bisnis. Pengalamannya dan wawasannya tentu luar biasa.Naira akhirnya masih mencoba membela diri. "Aku cuma bilang andaikan saja .…""Andaikan sekalipun tetap nggak boleh. Kalimat ini cuma boleh kamu ucapkan di depanku saja. Kalau ayahmu sampai dengar, bisa-bisa dia marah besar dan tekanan darahnya langsung melonjak."…Damar pulang ke rumah.Nemo hanya

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 98

    Alis Damar sedikit bergetar.Dia menunduk, menggigit sebuah apel.Di luar jendela, malam begitu pekat. Hanya lampu jalan, pejalan kaki dan bayangan kendaraan yang samar berbaur.Cahaya itu jatuh di wajahnya.Dalam dan dingin.Lalu menerangi apel di tangannya, merah menyala, indah sekali.Sisy memberinya apel itu, yang terbesar dan paling merah di antara semuanya.Namun, makin dimakannya, rasa asamnya makin menusuk."Bilang pada ibu, minggu depan aku sibuk. Minggu depannya lagi juga sibuk. Suruh dia nggak usah repot soal itu. Beberapa putri keluarga terpandang yang dia kenalkan padaku, aku nggak akan datang ke pertemuan itu."Naira merasa, saat ini hal yang paling mendesak bukan soal datang atau tidak datang ke pertemuan.Namun ….Adiknya.Pewaris bungsu Keluarga Abimanyu. Keluarga konglomerat papan atas di Kota Solanaakan ikut campur dalam pernikahan orang lain."Damar, kamu tahu nggak, kalau orang tua kita sampai tahu, ini bisa jadi masalah besar?""Kan sekarang mereka belum tahu? La

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 97

    "Hmm." Sisy mengerjap-ngerjapkan matanya."Kalau begitu, Sisy juga suka Paman Rudy?""Suka, dong."Ibu Rudy sangat akrab dengan Nenek Aryani. Mereka tinggal di kompleks yang sama. Nenek Aryani tinggal sendirian di rumah. Jika pancuran bocor atau lampu rusak, Rudy biasanya datang membantu memperbaiki saat dia sedang luang.Sisy sudah sering melihatnya.Puspa semula mengira gadis kecil itu akan menjawab dengan tegas.Berhubung anak-anak seusia ini biasanya berpikir lebih sederhana daripada orang dewasa.Namun, yang tidak disangka Puspa ….Sisy justru melihat tanda-tanda keraguan dan berpikir di wajah Sisy."Suka Paman Eudy itu bagus, tapi Paman Damar lebih … lebih bagus."Melihat Puspa terdiam ….Sisy melanjutkan kata-katanya, "Ibu, waktu ulang tahunku nanti, boleh nggak ajak Leo dan Paman Damar datang bersama?"Ulang tahun Sisy jatuh satu minggu lagi.Puspa mengusap rambut gadis kecil itu. "Sisy, hari itu kan hari Sabtu. Kita harus pulang menemui buyut.""Oh." Gadis itu sedikit kecewa.

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 96

    Damar duduk di sofa.Sofanya kecil, tetapi sangat empuk.Di atasnya terhampar bantalan sofa berwarna krem.Ruang tamunya tidak besar, tetapi di setiap sudut terasa kehangatan.Di atas meja, ada bunga dalam vas kaca bening.Di ambang jendela, beberapa pot tanaman sukulen tersusun rapi.Televisinya kecil dan model lama. Di meja televisi menempel beberapa stiker bergambar yang disukai anak perempuan.Udara di ruangan membawa aroma segar dan nyaman.Permukaan meja agak berantakan, ada buku milik seorang gadis, selembar buletin tulis tangan dan berbagai spidol cat air. Begitu pulang, Sisy langsung duduk di sana, menggambar dengan penuh keseriusan.Damar memandangnya.Sisy mengangkat kepalanya. "Paman Damar, mau makan buah?"Damar ingin berkata, aku nggak mau.Namun, dia malah menganggukkan kepalanya.Sisy segera berdiri, berlari kecil ke arah kulkas. Saat dia berlari, ekor kuda rambutnya bergoyang ke sana kemari, sungguh menggemaskan.Sisy membuka kulkas, berjinjit, lalu memanggil ibunya. S

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 95

    Di dalam kompleks, tidak banyak orang yang tahu jika dia pernah menikah dan bercerai dengan Albert. Pernikahan yang mereka sepakati itu pun bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan atau layak diumbar. Terutama bagi orang-orang yang lebih tua, mereka tidak akan memahaminya.Daripada membuang-buang waktu menjelaskan kepada orang yang memang tidak mau mendengar, percuma saja. Jika kamu menjelaskannya kepada nenek-nenek berusia enam puluh atau delapan puluh tahun, mereka juga tidak akan percaya.Lama-kelamaan, Puspa hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik. Dia memilih untuk tidak mendengar ucapan-ucapan yang menyakitkan itu.Tiba di depan rumah.Sisy tiba-tiba tersenyum pada Puspa.Sepertinya Sisy merasa permainan barusan sangat menyenangkan.Di dunia gadis kecil yang polos dan murni itu,Mama mendorong Paman Damar maju, seperti sedang bermain.Puspa pun tersenyum, mengulurkan jari dan mencolek ujung hidung gadis itu. "Ayo turun."Di depan putrinya, Puspa selalu merasa memiliki kekuatan t

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status