แชร์

Bab 7

ผู้เขียน: Giselle
Puspa membawa putrinya pergi.

Putrinya tidak lupa menoleh dan melambaikan tangannya ke arah Damar.

Seorang rekan kerja pun menghampiri dan berkata sambil tersenyum, "Apa anak perempuan tadi kerabatmu? Mirip sekali denganmu. Kalian sekeluarga memang memiliki paras rupawan."

"Masa mirip?" Damar mengangkat alisnya.

Saat Damar mendongak, Puspa dan anak perempuan itu sudah berjalan pergi.

Seandainya saja Damar benar-benar punya anak perempuan sebesar ini, Bu Elvira pasti akan sangat senang.

Namun, dipikirkan juga mustahil.

Yah, tetapi anak perempuan itu memang cukup manis.

Saat memikirkan Sisy, Damar merasakan emosi aneh di hatinya.

Dalam perjalanan pulang.

"Ibu, Toto masih di mobil Paman Dokter."

"Toto?" Puspa menyadari itu adalah nama anak anjing yang tadi putrinya selamatkan. Saat teringat akan situasi berbahaya yang itu, ekspresi Puspa langsung menjadi serius. "Sisy, jangan lakukan hal berbahaya seperti itu lagi."

"Aku tahu, tapi paman dokter itu juga nggak mengemudi terlalu cepat. Aku nggak tertabrak kok. Aku hanya terjatuh karena kaget."

"Tetap saja nggak boleh," kata Puspa sambil mengelus kepala putrinya.

Puspa memberikan nama Sisy karena Puspa mendoakan putrinya itu akan selalu aman dan selamat.

Sisy adalah segalanya bagi Puspa.

"Tapi, Ibu, Toto masih ada di mobil si paman dokter yang mirip Ayah."

"Sisy, jangan sampai orang lain tahu kalau paman itu sangat mirip Ayah. Nanti ... paman itu akan jadi kesal, soalnya ... kita harus menghormati orang lain," kata Puspa dengan panik, kata-katanya jadi terdengar agak memutar. Dia tidak bisa menjelaskan situasi yang sebenarnya, jadi Sisy hanya mengangguk dengan patuh.

Puspa pun menggendong putrinya.

Berbohong itu ibarat menarik simpul dalam hati. Makin ditarik, makin kusut jadinya.

Puspa pasti tidak akan meminta anjing itu lagi dari Damar. Lagi pula, Puspa tinggal di rumah Nenek Aryani. Suara anjing itu akan memengaruhi hubungan antar tetangga.

Damar mungkin tidak begitu membenci anjing, meskipun Puspa juga tidak menganggap pria itu sebagai tipe yang penyayang.

Puspa juga pernah menggendong seekor anjing liar yang kasihan. Puspa berharap Damar bersedia merawat anjing itu untuk sementara waktu.

Namun, Damar langsung menolak dengan dingin.

Akan tetapi, pria itu menjadi sosok yang berbeda di atas ranjang. Di lain waktu, Damar bersikap jauh dari semua orang dan terkadang bahkan berlidah tajam.

"Sisy, setelah kamu pulih dari operasimu, Ibu akan bekerja keras untuk membeli rumah kita sendiri. Jadi, kita bisa pelihara anjing, oke?"

"Tapi, itu bukan Toto."

Sisy berujar dengan lembut, tetapi ucapannya itu seolah menghujam hati Puspa.

Jam sembilan malam.

Puspa menemani putrinya menggambar di koran buatan tangan. Putrinya menggambar seekor anak anjing yang terlihat sangat imut dan cantik.

Puspa akhirnya mengeluarkan ponselnya, lalu menghubungi nomor Damar yang tertera di kartu nama.

Dia ingin meminta anjingnya dari Damar.

Ini pasti nomor profesional Damar.

Ini adalah kedua kalinya Puspa menelepon pria itu dalam tujuh tahun terakhir. Pertama kalinya adalah saat ….

Itu terjadi enam tahun lalu. Puspa terbaring di kamar rawat rumah sakit, tubuhnya lemah setelah mengalami pendarahan hebat.

Puspa menelepon larut malam, lalu mendengar suara Damar yang dalam. "Halo, siapa ini?"

Tepat setelah mendengar suara itu, Puspa langsung menutup teleponnya.

Saat ini, Puspa berdiri di balkon sambil memperhatikan putrinya yang berusia enam tahun duduk di sofa ruang tamu dan sedang menonton TV. Puspa menutup pintu balkon dan menyandarkan punggungnya yang ramping ke sana.

Dia menatap nomor di layar, ragu-ragu sejenak, lalu menekan nomor itu.

Nada sambung berdering tiga kali, lalu teleponnya diangkat.

Yang berbicara adalah seorang wanita.

Suaranya terdengar sangat menyenangkan. "Halo, apa kamu mencari Damar?"

Sekujur tubuh Puspa sontak terasa dingin. Dia mencengkeram ponsel dan terdiam, tenggorokannya terasa kering.

"Halo? Halo?" panggil wanita di ujung telepon sana.

Suara Puspa pun kembali.

"Maaf, aku salah sambung."

"Oh, salah sambung. Kalau mencari Damar, dia sedang mandi. Nanti akan kusuruh dia balik menelepon."

Orang pertama yang menutup telepon adalah Puspa.

Punggung ramping wanita itu menempel di pintu, tubuhnya perlahan meluncur turun dan berjongkok.

Sekarang sudah jam 9 malam.

Apa yang mengangkat telepon Damar itu adalah kekasihnya?

Dengan penampilan dan latar belakang keluarganya, Damar tidak mungkin kekurangan pacar.

Puspa menarik napas dalam-dalam, wajahnya yang putih terlihat agak lelah. Dia duduk di pintu dan menatap cahaya bulan yang gelap di luar jendela.

Puspa tahu bahwa dia tidak seharusnya terlalu memperhatikan dunia Damar.

Tujuh tahun telah berlalu.

Kehidupan mereka benar-benar ibarat dua dunia yang berbeda.

Mungkin Damar juga sudah melupakan sosok Almira.

Atau bagi pria terpandang seperti itu, menjalin hubungan dengan orang gemuk adalah suatu aib.

Seandainya saja bukan karena Puspa ancam dengan masalah Diandra, bagaimana mungkin Damar akan jatuh cinta kepadanya?

Gula darah Puspa sedikit rendah.

Ketika berdiri, dia mencengkeram gagang pintu dengan erat. Puspa memejamkan mata dan mengatur napasnya. Kepalanya pusing dan kakinya lemas.

Setelah melahirkan, berat badan Puspa jadi turun.

Setelah itu, gula darahnya ikut menjadi rendah.

Terutama apabila Puspa merasa terlalu lelah, cemas atau gugup.

Tiba-tiba, ponsel yang Puspa genggam bergetar.

Puspa menurunkan pandangannya.

Serangkaian angka tadi bermunculan di layar ponselnya.

Damar meneleponnya kembali.

Getar ponsel itu membuat telapak tangan Puspa sampai mati rasa. Puspa hanya termangu menatap angka-angka yang muncul di layar.

Dia menarik napas dalam-dalam dan menjawab panggilan itu.

Di rumah Keluarga Abimanyu.

Lantai tiga.

Damar baru saja selesai mandi dan mengenakan piyama sutra hitam. Rambut hitam pendeknya basah kuyup dan wajahnya tampak tegas. Dia mendongak dan melirik anak anjing yang tergeletak di atas lantai yang sedang minum susu. Sambil berbicara di telepon, Damar berjalan mendekat. Anak anjing itu hendak tercemplung ke dalam baskom, jadi Damar mengangkatnya.

Teleponnya pun diangkat.

"Halo, siapa ini?" sapa Damar. "Ada urusan apa?"

Naira refleks berkata, "Pelan-pelan, gerakanmu terlalu kasar."

Naira berjalan mendekat, lalu mengambil anjing itu dari tangan Damar dan menggendongnya.

Puspa mendengarkan suara perempuan di ujung sana dan kata-kata yang hendak diucapkannya tercekat di tenggorokannya. Damar sedang menggoda seorang perempuan, bermesraan dengan kekasihnya dan menelepon Puspa pada saat yang bersamaan.

Wajah Puspa berubah menjadi pucat.

Dia menggigit bibirnya erat-erat.

"Halo? Bicaralah ada apa," kata Damar dengan datar tanpa menutup telepon. Dia pikir pasien yang meneleponnya, nomor ponsel ini juga selalu aktif 24 jam.

"Ini aku, Pak Damar. Apa anak anjing putriku tertinggal di mobil Anda?"

Begitu mendengar suara lembut seorang wanita dari ujung telepon sana, Damar sontak tertegun. Entah karena akhir-akhir ini dia memikirkan Almira yang membuatnya seperti orang gila atau apa, yang jelas dia mendadak merasa suara ini sangat familier.

"Iya, ada bersamaku."

"Apa besok Pak Damar ada waktu luang? Ayo kita membuat janji temu. Putriku sayang sekali pada anak anjing itu …."

"Minggu depan saja. Aku harus ke Kota Alaya besok. Nanti kuhubungi lagi."

"Baiklah." Puspa mengatupkan bibirnya. "Maaf sudah mengganggumu."

Puspa pun hendak menutup telepon.

Ketika jari Puspa hendak menekan tombol, suara berat Damar terdengar dari ujung telepon sana. "Siapa namamu? Akan kucatat."

"Puspa Andika."

"Pusaka Andika?" Nama yang aneh.

Naira yang berada di samping pun memutar bola matanya ke arah adiknya. "Puspa! Bukan Pusaka, tapi Puspa! Kamu tuli, ya."

Puspa bisa mendengar suara genit dan merajuk seorang wanita, dia langsung membayangkan suara itu pasti suara seorang putri keluarga kaya. Puspa langsung menutup telepon.

Tidak ada salahnya melarikan diri.

Setidaknya itu sangat berguna untuk saat ini.
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 100

    Namun, di balkon itu, seolah ada batas antara terang dan gelap.Sosok pria yang tegap dan ramping berdiri di antara cahaya redup dan bayangan.Tak seorang pun tahu.Dia menjawab pertanyaan itu dengan sungguh-sungguh.…Hari ini, Puspa datang ke kantor agak terlambat. Meskipun di Studio Desain L&M jam kerjanya fleksibel, tetapi seiring berjalannya waktu, tahun ini hampir berakhir. Menjelang akhir tahun dan penilaian kinerja, semua orang mulai bekerja lebih giat.Baru saja Puspa duduk di mejanya, karena beberapa hari lalu komputernya bermasalah dan teknisi belum memperbaikinya, Puspa pun terpaksa mengeluarkan tabletnya dari tasnya.Belum sempat duduk dua menit dan melepas jaket, rapat rutin sudah dimulai. Seperti biasa, prosesnya tidak pernah berubah. Setelah rapat bubar, Natasha memanggilnya.Natasha meminta Puspa mengerjakan sebuah pesanan pribadi, merancang sebuah gaun pesta, dengan tenggat setengah bulan.Natasha menawarkan harga yang pantas dan Puspa mengangguk setuju."Baik, akan k

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 99

    "Mana ada orang berkata begitu tentang adiknya sendiri? Kamu ini kok nggak mendoakan yang baik-baik."Belum sempat Naira menjawab ….Elvira sudah menambahkan, "Aku tahu, sepupunya Rama itu kan Argo. Kakeknya Argo profesor senior di Universitas Solana. Sepertinya, dia pasti sulit menerima keadaan seperti ini."Naira tak berhasil mendapatkan jawaban. Hatinya juga ikut merasa tak tenang.Naira menopang lengan Elvira, berjalan menuju taman kecil di luar rumah. Keduanya berjalan santai sambil mengobrol.Elvira terlihat seperti seorang nenek-nenek ramah yang sedikit usil. Namun, di masa mudanya dia pernah mendampingi Dipta berkiprah di dunia bisnis. Pengalamannya dan wawasannya tentu luar biasa.Naira akhirnya masih mencoba membela diri. "Aku cuma bilang andaikan saja .…""Andaikan sekalipun tetap nggak boleh. Kalimat ini cuma boleh kamu ucapkan di depanku saja. Kalau ayahmu sampai dengar, bisa-bisa dia marah besar dan tekanan darahnya langsung melonjak."…Damar pulang ke rumah.Nemo hanya

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 98

    Alis Damar sedikit bergetar.Dia menunduk, menggigit sebuah apel.Di luar jendela, malam begitu pekat. Hanya lampu jalan, pejalan kaki dan bayangan kendaraan yang samar berbaur.Cahaya itu jatuh di wajahnya.Dalam dan dingin.Lalu menerangi apel di tangannya, merah menyala, indah sekali.Sisy memberinya apel itu, yang terbesar dan paling merah di antara semuanya.Namun, makin dimakannya, rasa asamnya makin menusuk."Bilang pada ibu, minggu depan aku sibuk. Minggu depannya lagi juga sibuk. Suruh dia nggak usah repot soal itu. Beberapa putri keluarga terpandang yang dia kenalkan padaku, aku nggak akan datang ke pertemuan itu."Naira merasa, saat ini hal yang paling mendesak bukan soal datang atau tidak datang ke pertemuan.Namun ….Adiknya.Pewaris bungsu Keluarga Abimanyu. Keluarga konglomerat papan atas di Kota Solanaakan ikut campur dalam pernikahan orang lain."Damar, kamu tahu nggak, kalau orang tua kita sampai tahu, ini bisa jadi masalah besar?""Kan sekarang mereka belum tahu? La

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 97

    "Hmm." Sisy mengerjap-ngerjapkan matanya."Kalau begitu, Sisy juga suka Paman Rudy?""Suka, dong."Ibu Rudy sangat akrab dengan Nenek Aryani. Mereka tinggal di kompleks yang sama. Nenek Aryani tinggal sendirian di rumah. Jika pancuran bocor atau lampu rusak, Rudy biasanya datang membantu memperbaiki saat dia sedang luang.Sisy sudah sering melihatnya.Puspa semula mengira gadis kecil itu akan menjawab dengan tegas.Berhubung anak-anak seusia ini biasanya berpikir lebih sederhana daripada orang dewasa.Namun, yang tidak disangka Puspa ….Sisy justru melihat tanda-tanda keraguan dan berpikir di wajah Sisy."Suka Paman Eudy itu bagus, tapi Paman Damar lebih … lebih bagus."Melihat Puspa terdiam ….Sisy melanjutkan kata-katanya, "Ibu, waktu ulang tahunku nanti, boleh nggak ajak Leo dan Paman Damar datang bersama?"Ulang tahun Sisy jatuh satu minggu lagi.Puspa mengusap rambut gadis kecil itu. "Sisy, hari itu kan hari Sabtu. Kita harus pulang menemui buyut.""Oh." Gadis itu sedikit kecewa.

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 96

    Damar duduk di sofa.Sofanya kecil, tetapi sangat empuk.Di atasnya terhampar bantalan sofa berwarna krem.Ruang tamunya tidak besar, tetapi di setiap sudut terasa kehangatan.Di atas meja, ada bunga dalam vas kaca bening.Di ambang jendela, beberapa pot tanaman sukulen tersusun rapi.Televisinya kecil dan model lama. Di meja televisi menempel beberapa stiker bergambar yang disukai anak perempuan.Udara di ruangan membawa aroma segar dan nyaman.Permukaan meja agak berantakan, ada buku milik seorang gadis, selembar buletin tulis tangan dan berbagai spidol cat air. Begitu pulang, Sisy langsung duduk di sana, menggambar dengan penuh keseriusan.Damar memandangnya.Sisy mengangkat kepalanya. "Paman Damar, mau makan buah?"Damar ingin berkata, aku nggak mau.Namun, dia malah menganggukkan kepalanya.Sisy segera berdiri, berlari kecil ke arah kulkas. Saat dia berlari, ekor kuda rambutnya bergoyang ke sana kemari, sungguh menggemaskan.Sisy membuka kulkas, berjinjit, lalu memanggil ibunya. S

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 95

    Di dalam kompleks, tidak banyak orang yang tahu jika dia pernah menikah dan bercerai dengan Albert. Pernikahan yang mereka sepakati itu pun bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan atau layak diumbar. Terutama bagi orang-orang yang lebih tua, mereka tidak akan memahaminya.Daripada membuang-buang waktu menjelaskan kepada orang yang memang tidak mau mendengar, percuma saja. Jika kamu menjelaskannya kepada nenek-nenek berusia enam puluh atau delapan puluh tahun, mereka juga tidak akan percaya.Lama-kelamaan, Puspa hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik. Dia memilih untuk tidak mendengar ucapan-ucapan yang menyakitkan itu.Tiba di depan rumah.Sisy tiba-tiba tersenyum pada Puspa.Sepertinya Sisy merasa permainan barusan sangat menyenangkan.Di dunia gadis kecil yang polos dan murni itu,Mama mendorong Paman Damar maju, seperti sedang bermain.Puspa pun tersenyum, mengulurkan jari dan mencolek ujung hidung gadis itu. "Ayo turun."Di depan putrinya, Puspa selalu merasa memiliki kekuatan t

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status