Share

Bab 12: Genggaman yang Tak Ingin Lepas

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-20 18:35:05

Mahira, yang sedari tadi hanya menjadi pendengar diam, perlahan meletakkan sendoknya ke tepi piring. Gemerincing halus terdengar saat logam itu menyentuh keramik, mengisi jeda percakapan yang tiba-tiba menggantung di udara.

Ia menatap gadis kecil itu lekat-lekat, matanya menyipit, seolah mencoba menerjemahkan sesuatu yang tak terucap.

“Itu... kebetulan banget, nggak sih?” bisiknya, nyaris seperti gumaman. Nadanya limbung—antara ragu yang menggantung dan harapan yang nyaris menyentuh permukaan.

Sebagai sahabat yang tahu persis alur naik-turun hidup Kirana selama enam tahun terakhir, Mahira bukan hanya mendengar cerita—ia menyaksikan sendiri luka yang menganga, malam-malam panjang yang tak berujung, dan cara Kirana belajar tersenyum lagi dari kepingan yang berserakan.

Ia tahu kapan Kirana menangis tanpa suara, kapan tawa itu hanya penutup rapuh. Dan sekarang, gadis kecil ini…

Kalau anak itu benar berusia enam tahun, maka... dia lahir tak lama setelah perceraian itu.

Mahira menarik napas
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Ristiana Cakrawangsa
............ disini ak mewekk
goodnovel comment avatar
Fenty Livia Septian
bagus dan menarik
goodnovel comment avatar
Nova Iwan
bagus dan menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 484: Jangan Gerak

    Perasaan bersalah merambat di hati Kirana, menusuk perlahan seperti serpihan es yang menyentuh kulit, dingin dan tajam, tak memberi kesempatan bernapas. Ia berusaha menahan tatapan Raka, tapi mata pria itu terlalu dalam, terlalu menusuk, hingga sisa keberaniannya runtuh bagai dinding rapuh diterpa angin.Baru saat itu ia menyadari sesuatu: salah satu sepatunya terlepas begitu saja di lantai. Di balik rasa kikuk, sebuah kenyataan lain terkuak. Tatapan Raka jatuh pada kakinya—lebih tepatnya pada perban putih yang kini ternoda merah.Darah merembes perlahan, menorehkan warna yang mencolok di atas kain yang seharusnya menjaga luka itu tetap tersembunyi.Raka membungkuk. Tangannya terulur, mengangkat kaki Kirana dengan hati-hati, seakan menyentuh sesuatu yang rapuh dan berharga. Wajahnya mengernyit, dahi berlipat, bibirnya mengeras. Semakin ia menatap luka itu, semakin muram rautnya, seolah kemarahan bercampur ketakutan menyeruak bersamaan.Kirana hanya

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 483: Katanya Kalian Cuma Rekan Kerja?

    Suara Kirana dari balik pintu rapat terdengar lembut, serupa alunan senja yang menembus hati Lisa.“Sudah sore, Lisa. Tolong jemput anak-anak, ya. Tidak apa-apa, saya bisa sendiri di sini.”Kata-kata itu seakan menyentuh sesuatu yang rapuh dalam diri Lisa. Ia berdiri diam di ambang pintu, matanya menatap ruang yang dipenuhi cahaya jingga dari jendela besar. Senja mulai tenggelam di balik pegunungan, menyisakan warna keemasan yang memantul di meja panjang.Hening merayap di koridor, hanya jarum jam yang terdengar berdetak.Perasaan tidak tenang tetap menyelinap. Ada dorongan dalam hati Lisa untuk memaksa Kirana pulang. Namun ketika ia melihat cahaya hangat di wajah para peserta rapat, keceriaan yang tak bisa disembunyikan, keinginan itu meredup.Ia sadar, pertemuan ini bukan sesuatu yang bisa dihentikan begitu saja.Dengan helaan napas ragu, Lisa akhirnya mengangguk pelan. “Baik, Bu,” gumamnya, lalu melangkah pergi. Suar

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 482: Kamu Marah Sama Ayah?

    Meski Raka sudah menduganya, tetap saja ada selimut gelap yang merayapi dadanya. Hawa dingin di ruang tamu terasa menusuk ketika ia bertanya, suaranya parau, seakan setiap kata ditarik paksa dari kerongkongan.“Sekarang dia di mana?”Nada itu bukan sekadar pertanyaan—lebih mirip teriakan batin yang ditahan dengan sisa kesabaran.“Orangnya terus berpindah-pindah, Pak,” jawab Zayyan di seberang telepon, terdengar ragu, tapi tetap jelas. “Sering terlihat di tempat hiburan sekitar Buah Batu. Sepertinya dia sadar sedang diincar.”Raka memejamkan mata, keningnya berkerut tajam. “Kalau dia masih di Bandung, tangkap dia secepatnya.” Suaranya tegas, tapi ada keresahan yang bocor dari sela ketegasan itu, seperti api kecil yang diam-diam membakar dada.Pandangannya jatuh pada layar ponsel, tetapi pikirannya melayang jauh, berlari liar, mencari kepingan jawaban yang masih berserakan. Ibunya… selalu m

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 481: Apa Aku Nggak Cukup Baik?

    Kirana tersenyum samar, senyum yang lebih mirip upaya menutup resah daripada ketulusan yang lahir dari hati. Ia mengangkat wajahnya, menatap Lisa yang masih menyimpan bayangan kekhawatiran di sorot matanya.“Luka kecil saja, Lis,” ucap Kirana pelan, suaranya lembut, berusaha menenangkan. “Tadi terinjak kerang di pantai. Istirahat dua-tiga hari cukup, nanti juga sembuh.”Nada hangatnya terasa menenangkan, tapi lelah yang tak bisa disembunyikan tetap merayap di sela-sela intonasinya.Namun Lisa tak langsung luluh. Kedua matanya masih saja berputar resah, berpindah dari wajah Kirana ke sosok Raka yang berdiri tak jauh, tegak dan tenang seperti batu karang yang tak mudah digoyahkan. Lisa menunduk sopan, lalu berujar dengan nada tulus yang tak bisa dipalsukan.“Untung ada Pak Raka. Terima kasih, sudah repot-repot antar pulang tengah malam begini.”Raka hanya mengangguk tipis. Matanya bergerak singkat ke arah Kirana, s

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 480: Akan Saya Jaga

    Elina menggigit bibir bawahnya. Ada sesuatu di sorot matanya yang membuat udara di sekitar mereka seakan menegang: campuran resah, bingung, dan marah yang tak terucap. Tatapannya menancap pada sosok ayahnya, seolah hendak memaksa lelaki itu menoleh.Di belakang sorot mata itu, ia juga tak henti melirik kaki Nona Alesha yang berlumur pasir dan sedikit darah, belum juga dibersihkan.“Ayah… kaki Nona Alesha…” suaranya serak, nyaris tercekat oleh cemas.Raka berdiri kaku, sosoknya bagai patung di tengah bentangan pasir yang perlahan mulai dingin ditiup angin sore. Pandangannya terpaku pada luka itu, pada pergelangan kaki Kirana yang berkilat samar terkena sinar jingga matahari.Ia tidak bersuara, tidak bergerak, hanya membiarkan kebisuan menjawab.Ketika Elina akhirnya memanggil namanya lebih keras, Raka tersentak. Tatapannya berpindah, dari luka di kaki itu ke wajah Kirana yang duduk di pasir dengan rambut tergerai, sebagian

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 479: Kami Sayang Ibu Paling Banyak

    Langkah mereka berderap pelan di atas pasir yang mulai dingin diterpa angin senja. Aidan dan Bayu, dua bocah kembar yang tak pernah lepas dari sisi ibunya, menggenggam erat tangan Kirana.Jemari mungil mereka seakan berusaha menyalurkan kekuatan, seolah ingin menjadi penopang bagi perempuan yang tengah digelayuti resah.Hanya suara gesekan kaki di atas pasir yang terdengar, berbaur dengan debur ombak jauh di ujung pulau. Sunyi itu terasa asing—hening yang tidak menenangkan, justru menambah berat dada mereka. Biasanya, ada tawa, ada obrolan, ada suara ibu mereka yang hangat.Kini, semua menguap, meninggalkan kesunyian yang menekan.“Bu…” Bayu akhirnya memberanikan diri, suaranya lirih, ragu, seperti takut menambah luka yang tak terlihat. “Kita nggak ajak Ellie lagi?”Kirana tersentak, seakan baru terbangun dari lamunan panjang. Kata-kata itu menghantam kesadarannya. Dalam kegelisahan, ia memang meninggalkan Elina

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status