Share

Bab 212: Senyum di Ujung Panik

Author: Rizki Adinda
last update Last Updated: 2025-07-18 10:32:58

Kata-kata itu semula diniatkan Kirana hanya untuk menenangkan Elina—sang putri kecil yang baru saja histeris karena luka di lengan ibunya.

Tapi, yang tak bisa ia kendalikan adalah getaran halus di dadanya, tiap kali menyadari jarak antara dirinya dan Raka hanya sejauh hembusan napas.

Kehadirannya begitu nyata, begitu dekat, hingga waktu seolah memutuskan untuk berjalan lebih lambat dari biasanya.

"Nah, sekarang harusnya udah mendingan. Coba lihat," suara Raka menyusup pelan, berat dan hangat, persis di dekat telinganya.

Nada suaranya bukan hanya menenangkan, tapi juga menyelimuti seperti selimut tipis di pagi berkabut.

Kirana melirik sekilas ke arah lengannya yang kini sudah dibalut dengan perban putih bersih, lalu cepat-cepat mengalihkan pandangan.

Tangannya buru-buru ditarik kembali ke pangkuan.

“Udah mendingan. Makasih, ya.” Suaranya nyaris seperti bisikan, dibungkus gugup yang tak mampu ia samarkan.

Raka tidak segera menjaw

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 232: Bukan Ibu yang Datang

    “Aku masih di lembaga riset. Kami sedang menyelidiki masalah dalam formulasi. Kenapa memangnya?”Suara Kirana terdengar terburu, samar diselingi gemerisik kertas dan denting halus alat-alat laboratorium.Nada suaranya tak sepenuhnya hadir—seperti sebagian pikirannya masih tertinggal di antara tabung reaksi dan catatan yang berserakan di meja kerjanya.Di seberang, suara Raka terdengar sedikit menahan napas sebelum akhirnya bicara. “Tadi pihak TK menelepon. Mereka nggak bisa hubungin kamu. Anak-anak belum dijemput. Karena kamu lagi sibuk, biar aku saja yang ambil mereka.”Kirana terhenyak. Ada jeda di ujung telepon, keheningan pendek yang terasa seperti dorongan pelan namun tajam ke ulu hati.Ia menoleh ke arah layar ponselnya yang kini menampilkan deretan notifikasi tak terbaca—termasuk tiga panggilan tak terjawab dari nomor TK.Elina.Namanya melintas di benaknya seperti bayangan yang tak sempat ditangkap sepenuhnya. Anak itu memang

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 231: Kamu di Mana Sekarang

    Ia menatap kakaknya lekat-lekat, tatapannya tak hanya menyelidik—tapi juga meradang. “Tapi sekarang aku malah heran,” suaranya rendah, seperti bara yang mendesis pelan di dasar tungku.“Kenapa kamu terus-terusan ngebela dia? Apa dia juga udah ngebutain kamu? Kamu nanya kenapa aku tersinggung sama dia—seharusnya aku yang nanya. Apa kamu udah dipengaruhinya?”Bara, yang sejak tadi mencoba menjaga sikap, akhirnya tak sanggup lagi menyembunyikan gejolak di dadanya.Sorot matanya tiba-tiba menajam, seperti kilat yang menyambar di langit mendung. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya, tegang."Sudahlah. Jangan bicara sembarangan," katanya dingin, suaranya terdengar lebih pelan tapi memuat tekanan yang sulit dibantah.“Apa pun yang terjadi antara Dr. Alesha dan Raka, itu urusan mereka. Kita nggak punya hak buat mencampuri, apalagi menuduh. Aku minta kamu jangan bahas ini lagi.”Senja mengatupkan bibirnya, menggigit sisi dalam mulutnya pelan, me

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 230: Aroma Kamboja dan Amarah

    Padahal Zelina sudah merawat Kakek selama bertahun-tahun, pikir Senja geram, dan tak pernah kalah darinya dalam hal apa pun.Tapi perempuan ini, si perusak hubungan orang, malah menuduhku nggak sopan!Nada batinnya penuh bara. Amarah itu seperti kabut panas yang menutup matanya dari kenyataan, membuat setiap kata Kirana terdengar seperti cemoohan yang dibungkus senyum palsu.Tangannya mengepal di pangkuan, gemetar nyaris tak terlihat, namun cukup untuk membuat jari-jarinya kaku.Melihat wajah adiknya yang merona merah dan rahang yang mengeras, Bara hanya bisa menghela napas panjang.Udara sore Bandung yang sejuk seolah tak mampu meredakan ketegangan di ruang keluarga itu. Tanpa berkata apa-apa, ia sempat melirik tajam ke arah Senja—pandangan yang tak memaki, tapi juga tak menyetujui.Lalu, seperti tersentak oleh sesuatu yang lebih mendesak, ia melangkah cepat meninggalkan ambang pintu dan mengejar sosok yang baru saja pergi."Kirana!"

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 229: Api di Ujung Lidah

    “Ini obat keluarga kami yang paling ampuh untuk luka bakar. Sebagai dokter, tanganmu itu aset utama. Jadi harus dirawat baik-baik,” ujar Bara, suaranya rendah namun mengandung ketegasan lembut, seperti embusan angin sore yang membawa aroma kayu manis dari dapur tua.Ia menyodorkan sebuah botol kecil berisi cairan berwarna kuning keemasan. Aromanya samar, campuran herbal dan sesuatu yang asing namun menenangkan—mungkin warisan rahasia dari generasi yang tak sempat dicatat dalam buku pengobatan manapun.Tangan Bara menyentuh jari-jari Kirana secara tak sengaja saat menyerahkan botol itu, sekelebat panas yang bukan berasal dari luka membuncah sesaat di antara keduanya.Kirana nyaris membuka mulut untuk berterima kasih ketika suara yang memotong udara seperti pecahan kaca terdengar dari arah pintu.“Bara, jangan terlalu baik begitu. Nanti malah bikin orang baper,” kata Senja. Suaranya nyaring, kering, dengan nada yang mengiris, seperti gesekan logam di atas b

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 228: Salep di Ujung Hari

    Tatapan laki-laki itu akhirnya jatuh pada Kirana. Ada yang berubah dalam sorot matanya—bukan hanya rasa kagum, tapi juga semacam ketenangan yang pelan-pelan tumbuh.Ia menyaksikan bagaimana Elina, dengan sentuhan keibuan yang tak dibuat-buat, menatap Kirana seolah dunia miliknya menggantung pada sosok perempuan itu.Kirana, tanpa ia sadari, tersenyum tipis. Napasnya mengalir lega. Dalam hatinya, ia bersyukur Elina berhasil menjawab pertanyaan yang sempat menggantung di udara tadi—pertanyaan yang tak sanggup ia jawab sendiri.Setelah menyerahkan kedua bocah itu ke pangkuan waktu sekolah mereka, Kirana menatap mereka sesaat, seolah ingin merekam gerak-gerik kecil yang mungkin akan ia rindukan nanti.Ia berjongkok, merapikan krah seragam anak sulung, dan membisikkan sesuatu di telinganya. Anak itu mengangguk sambil tersenyum malu, lalu berlari mengejar adiknya.“Terima kasih sudah menjaga mereka,” ucap Kirana tulus pada Elina. Suaranya nyaris tenggela

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 227: Hangatnya Pelukan Elina

    “Paham, Bu. Terima kasih atas nasihatnya,” balas Zelina. Suaranya terdengar tenang, tapi ada getar halus di ujungnya—seperti riak air yang tak terlihat, menyimpan pusaran dalam.Sekar mengangguk, pelan dan mantap, seperti seseorang yang baru saja meletakkan beban dari pundaknya.“Dalam waktu dekat, aku akan ajak orang tuamu bicara soal tanggal pernikahan,” ujarnya, sambil menatap mata Zelina yang kini lebih teduh.“Jangan khawatir. Justru semakin kamu tegang, semakin sulit hasilnya. Biarkan semuanya mengalir.”Zelina mengangguk, senyumnya tipis tapi tulus. Ada rona lega yang menjalar di wajahnya, seperti langit senja yang pelan-pelan cerah setelah seharian mendung.Tatapannya menyiratkan harapan baru, meski tak diucapkan secara gamblang.Malam menjelang dengan angin Setiabudi yang sejuk menyusup lewat sela-sela dedaunan. Di gerbang taman kanak-kanak yang mulai lengang, Kirana berdiri dengan mantel tipis dan tas kecil tergantung di bahu.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status