Share

Bab 214: Jejak yang Terlupa

Author: Rizki Adinda
last update Huling Na-update: 2025-07-18 12:33:39

Begitu langkah Kirana menginjak lantai kayu ruang tamu yang berderit pelan, ia langsung menangkap siluet Elina dan Raka berdiri di dekat pintu depan.

Lampu temaram menciptakan bayangan panjang di dinding, memantulkan keheningan yang tak biasa.

Raka mengenakan jaket kulit cokelat tua—sedikit usang, tapi tetap tegap melekat di tubuhnya. Wajahnya tegas, mata gelapnya menatap lurus ke arah pintu seolah waktu sedang mengejarnya.

Kirana mendekat perlahan. Keningnya mengernyit, samar namun cukup menyiratkan tanya.

“Ayah mau pergi dulu, ya,” ucap Raka, suaranya lembut namun terdengar berat. Ia menunduk sedikit, menatap Elina yang berdiri di sampingnya dengan boneka kain lusuh dalam pelukan.

“Ellie tinggal di sini sama Tante Kirana dan kakak-kakak, ya. Jangan nakal. Dengerin Tante, ya.”

Elina mengangguk kecil. Ada keraguan menggelayut di wajah mungilnya—campuran antara enggan dan antusias.

Ia masih menyimpan aroma pelukan ayahnya, namun juga t

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 228: Salep di Ujung Hari

    Tatapan laki-laki itu akhirnya jatuh pada Kirana. Ada yang berubah dalam sorot matanya—bukan hanya rasa kagum, tapi juga semacam ketenangan yang pelan-pelan tumbuh.Ia menyaksikan bagaimana Elina, dengan sentuhan keibuan yang tak dibuat-buat, menatap Kirana seolah dunia miliknya menggantung pada sosok perempuan itu.Kirana, tanpa ia sadari, tersenyum tipis. Napasnya mengalir lega. Dalam hatinya, ia bersyukur Elina berhasil menjawab pertanyaan yang sempat menggantung di udara tadi—pertanyaan yang tak sanggup ia jawab sendiri.Setelah menyerahkan kedua bocah itu ke pangkuan waktu sekolah mereka, Kirana menatap mereka sesaat, seolah ingin merekam gerak-gerik kecil yang mungkin akan ia rindukan nanti.Ia berjongkok, merapikan krah seragam anak sulung, dan membisikkan sesuatu di telinganya. Anak itu mengangguk sambil tersenyum malu, lalu berlari mengejar adiknya.“Terima kasih sudah menjaga mereka,” ucap Kirana tulus pada Elina. Suaranya nyaris tenggela

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 227: Hangatnya Pelukan Elina

    “Paham, Bu. Terima kasih atas nasihatnya,” balas Zelina. Suaranya terdengar tenang, tapi ada getar halus di ujungnya—seperti riak air yang tak terlihat, menyimpan pusaran dalam.Sekar mengangguk, pelan dan mantap, seperti seseorang yang baru saja meletakkan beban dari pundaknya.“Dalam waktu dekat, aku akan ajak orang tuamu bicara soal tanggal pernikahan,” ujarnya, sambil menatap mata Zelina yang kini lebih teduh.“Jangan khawatir. Justru semakin kamu tegang, semakin sulit hasilnya. Biarkan semuanya mengalir.”Zelina mengangguk, senyumnya tipis tapi tulus. Ada rona lega yang menjalar di wajahnya, seperti langit senja yang pelan-pelan cerah setelah seharian mendung.Tatapannya menyiratkan harapan baru, meski tak diucapkan secara gamblang.Malam menjelang dengan angin Setiabudi yang sejuk menyusup lewat sela-sela dedaunan. Di gerbang taman kanak-kanak yang mulai lengang, Kirana berdiri dengan mantel tipis dan tas kecil tergantung di bahu.

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 226: Kilatan di Mata Zelina

    Kirana menatap Elina lama, seolah ingin merekam wajah mungil itu dalam-dalam ke dalam ingatannya. Ia tahu, keputusannya akan mengubah segalanya.Dengan berat hati, ia akhirnya mengangguk pelan. Gerakan kecil yang seolah tak berarti itu membuat senyum mengembang di wajah Elina—senyum manis yang seperti baru mekar setelah lama layu.Di luar, angin Dago masih membawa sisa dingin malam. Aroma daun basah dan embun yang menempel di pepohonan menyatu dengan kabut tipis yang menggantung rendah, menciptakan lanskap pagi yang hening dan dingin.Di balik kaca mobil yang mulai menghangat oleh sinar matahari, Sekar duduk dalam diam. Matanya tertuju lurus ke jalan, tapi pikirannya menyimpang jauh—ke suara-suara yang tak diucapkan, ke bayangan yang terus menghantuinya sejak semalam.Saat mobilnya berhenti di lampu merah dekat Simpang Dago, ia akhirnya meraih ponsel. Jemarinya menari cepat, memanggil satu nama yang kini terasa seperti pintu yang harus dibuka meski enggan

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 225: Pelukan yang Tertinggal

    Setelah bayang-bayang Sekar menghilang di balik pintu gerbang, Raka memejamkan mata sejenak. Udara pagi yang lembap mengusap wajahnya, namun tak cukup untuk meredam gelombang panas yang masih berdenyut di dadanya.Ia menarik napas panjang, seperti hendak menyaring emosi yang menumpuk, lalu melangkah kembali masuk ke dalam rumah.Di ruang tamu, suasana perlahan mencair. Tangis Elina sudah mereda, meskipun sisa-sisanya masih tertinggal: pipi yang bengkak, mata yang sembab, dan suara napasnya yang berat, seperti masih menyimpan sesak yang belum selesai.Ia duduk di pangkuan Kirana, terayun lembut dalam pelukan yang menenangkan.Begitu melihat Raka kembali masuk, Elina sontak bangkit. Kakinya yang kecil berlari tergesa dan memeluk erat kaki ayahnya.Gerakan spontan itu membuat Raka sedikit terkejut. Ia menunduk perlahan, menatap gadis mungil yang memeluknya erat seakan takut jika ia akan pergi.Wajah Elina memerah di sekitar mata dan ujung hidun

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 224: Janji yang Teringkari

    Langit Dago Atas mulai menggelap, bayangan pohon-pohon pinus di halaman rumah kolonial itu bergetar pelan diterpa angin sore.Dari balik jendela tinggi dengan tirai renda yang setengah terbuka, cahaya keemasan matahari membentuk siluet Sekar yang berdiri tegak di tengah ruang tamu.Sorot matanya tajam, tapi lelah; seperti nyala lilin yang mencoba melawan angin.Raka berdiri berhadapan dengannya, tubuhnya kaku, rahang mengeras. Tak ada satu pun dari mereka yang bergerak untuk duduk, seolah posisi berdiri itu adalah medan tempur terakhir.Sekar menarik napas dalam, lalu melepaskannya perlahan, mencoba menurunkan nada suaranya. Namun kalimat yang meluncur tetap mengandung bara.“Lalu bagaimana dengan Zelina?” ucapnya, menahan getir. “Setelah selama ini dia selalu di sisimu... berkorban untuk kita semua... kamu pikir pantas meninggalkannya begitu saja?”Raka tidak langsung menjawab. Hanya matanya yang berubah, seperti kabut tipis menyelimuti pup

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 223: Dalam Pelukan yang Sama

    “Episode kali ini jauh lebih parah dari sebelumnya. Bahkan Jaka sampai angkat tangan.”Suara Raka serak, mengandung beban yang tak bisa disembunyikan. Kata-katanya menggantung di udara ruang tamu yang sunyi, hanya diiringi denting samar jam dinding dan desau lembut angin dari sela jendela tua yang terbuka setengah.Ia duduk di seberang ibunya, Sekar, yang diam membisu dengan pandangan menerawang ke arah taman kecil di luar sana.Daun-daun kemuning berguguran perlahan, seolah ingin menurunkan suhu hati yang mulai memanas.“Cuma saat dia bersama Kirana… Ellie bisa bersikap seperti anak-anak pada umumnya,” lanjut Raka, kali ini lebih pelan, seakan takut menyentuh luka yang belum benar-benar sembuh.“Bahkan, beberapa hari lalu dia sempat bicara. Ibu tahu betapa pentingnya hal itu dibandingkan sebelumnya, bukan?”Sekar memalingkan wajah, tapi tak cukup cepat menyembunyikan keterkejutannya. Matanya membelalak, nyaris tak berkedip.“Elina su

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status