Share

Bab 283: Kilatan yang Tak Terucap

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-04 14:01:45

Begitu kalimat itu tuntas meluncur dari bibir mungil Elina, Kirana tak sanggup lagi menatap matanya. Ada sembilu halus yang menyayat dari balik tatapan polos itu, menggugurkan ketegaran yang sejak pagi ia pertahankan.

Tanpa kata, ia berdiri, lalu menggamit tangan Aidan dan Bayu. Langkahnya cepat, nyaris terburu, seolah melarikan diri dari sesuatu yang tak kasatmata.

Udara di luar masih menyisakan aroma hujan semalam, lembap dan dingin. Suara gesekan sepatu di aspal basah terdengar lirih, bersatu dengan gemuruh samar dari jalanan utama yang tak pernah betul-betul tenang.

Mobil Wiratama menunggu di pinggir trotoar, warnanya hitam legam, menyatu dengan bayang-bayang sore yang mulai meregang.

Aidan dan Bayu menaiki mobil itu tanpa banyak bicara, hanya sempat melirik sopir mereka dan menyapa dengan sopan, “Halo, Pak Nugraha.”

Wiratama, dengan senyum hangat yang sudah akrab sejak mereka kecil, membalas sapaan itu, lalu menyalakan mesin dan mu

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 303: Jangan Sentuh Aku

    Rasanya seperti dilempar kembali ke ruang seminar, di mana sorot mata hadirin tak henti-henti menyoroti satu titik: Kirana.Ia duduk di pojok meja panjang ruang makan privat, mencoba menyamarkan rasa canggung di balik senyum tipis yang dipaksakan.Ruangan itu cukup elegan, dengan lampu gantung berbentuk bola laut dan dinding dihiasi lukisan abstrak bernuansa laut dalam.Hawa formal masih terasa kaku, hingga Gilang, si moderator sekaligus penggagas acara reuni malam itu, menyadari suasana mulai terlalu serius.Dengan keluwesan khasnya, Gilang menggeser arus pembicaraan ke arah yang lebih ringan. Candaan dilemparkan dengan fasih, dan tawa mulai mengalir seperti minuman yang mengalir dari botol-botol bersoda.Kirana dan Lukman, dua peserta termuda, langsung jadi sasaran empuk gurauan para senior yang tampaknya sudah setengah mabuk nostalgia."Minum dulu, biar makin nyambung!" seru seseorang sambil menyerahkan gelas kedua kepada Kirana.A

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 302: Tawaran yang Terlontar

    Langit malam Bandung berpendar lembut di balik jendela kaca besar Restoran Samudra, memantulkan cahaya lampu jalan dan siluet pepohonan yang mengayun pelan.Restoran itu berdiri anggun tak jauh dari hotel tempat konferensi medis berlangsung tadi siang, dengan aroma khas kota berhawa sejuk yang perlahan menyusup ke sela-sela kain jas dan gaun para tamu.Kirana dan Lukman melangkah masuk melewati pintu kayu berat yang dipoles mengilat. Aroma rempah halus dan balsam kayu menyeruak dari dalam, membelai indera penciuman dengan kehangatan yang tak mencolok tapi melekat.Seorang pelayan berjas hitam membungkuk sopan, lalu mengantar mereka ke tangga menuju lantai dua.Suara langkah mereka meredam di atas karpet tebal berwarna marun tua, menyatu dengan denting halus alat makan dari ruang bawah.Lorong menuju ruang privat dihiasi panel kayu dan rak-rak berisi buku tua yang tampak lebih seperti koleksi pribadi daripada dekorasi.Di ujung lorong, pintu

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 301: Dalam Dekapan Yogyakarta

    “Kalau memang mau tahu banget, ya telepon Ibu aja sendiri! Kami juga nggak tahu,” sahut salah satu dari si kembar, suaranya datar, tapi ketus, seperti menahan sesuatu yang terlalu berat untuk bocah seusia mereka.Tatapan mereka menusuk, bukan dengan kemarahan besar, melainkan dengan rasa kecewa yang dipendam diam-diam.Seperti dua pintu yang ditutup rapat, keduanya berdiri tegak, enggan memberi ruang bagi siapa pun untuk masuk, termasuk Raka.Ia mengerutkan dahi, berdiri terdiam di bawah langit pagi yang mulai menghangat. Di halaman sekolah yang rindang oleh pohon asam jawa tua, langkah anak-anak berlalu-lalang, tapi dunia Raka terasa sunyi.Ia menoleh ke Lisa, guru muda itu berdiri di dekat tangga masuk, memeluk map tipis sambil memandangi si kembar yang sudah menghilang di balik koridor.Lisa menggigit bibir sejenak, seperti sedang menimbang sesuatu. Lalu ia mendekat sedikit, suaranya menurun menjadi bisikan yang nyaris kalah oleh der

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 300: Tatapan yang Berubah

    Lukman sempat terdiam, seakan-akan kata-kata Kirana tadi menampar pelan egonya yang rapuh. Ia menarik napas panjang, lalu mengangguk pelan.“Kamu benar,” ucapnya lirih, matanya menyapu kosong ruangan, “Aku terlalu terbawa emosi.”Kirana tidak berkata apa-apa, hanya memberi senyum tipis yang mengisyaratkan pengertian. Mereka berdua kembali duduk di kursi masing-masing, tepat di meja panjang berbentuk setengah lingkaran yang menghadap layar besar.Pencahayaan dalam ruangan itu hangat dan lembut, dindingnya didominasi warna kayu tua dan jendela tinggi yang menampakkan siluet pohon pinus di luar.Beberapa menit kemudian, konferensi resmi dimulai. Sang moderator dari Indonesia, seorang pria berusia lima puluhan dengan jas abu tua yang rapi dan suara tenang, membuka diskusi.Ia menyampaikan satu topik utama, menyorot pentingnya kolaborasi lintas negara dalam menangani krisis medis global.Setelah itu, satu per satu peserta

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 299: Karena Kamu

    Langit Bandung masih menyisakan warna jingga pucat saat Kirana duduk di balkon kecil rumahnya, memandangi jalanan yang mulai lengang.Pikiran tentang Lukman masih menggelayut di benaknya, membuat sore itu tak bisa benar-benar ia nikmati.Ada sesuatu yang tak terjawab, sesuatu yang menggantung seperti senja yang enggan sepenuhnya tenggelam.Tapi kini, setelah berhari-hari menunggu kabar, akhirnya ia mendengar cerita dari Lukman. Orang tua itu, yang sempat kritis, sudah selesai menjalani operasi besar dan kini memasuki masa pemulihan yang relatif baik.Namun, yang membuat Kirana terusik bukanlah soal kesembuhan itu. Melainkan satu hal yang belum juga dibicarakan: keberangkatan Lukman.Sudah lama ia tahu, lelaki itu punya rencana kembali ke luar negeri. Maka tak heran bila ia kembali bertanya, “Lalu kamu rencananya kapan pergi? Biar aku bisa antar ke bandara.”Lukman menghentikan gerakan tangannya yang sedari tadi memutar-mutar send

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 298: Cahaya di Ujung Keraguan

    Sendok di tangan Kirana baru saja menyentuh ujung mangkuk ketika ia meletakkannya begitu saja, seolah undangan yang disodorkan Lukman barusan memiliki medan magnet yang jauh lebih kuat daripada rasa lapar.“Lukman, makasih banget. Aku senang banget bisa ikut!” serunya, nyaris tak bisa menyembunyikan kegirangan yang memancar dari matanya.Senyumnya lebar, tulus, seperti anak kecil yang baru saja dihadiahi balon warna-warni di tengah pasar malam.Wajah Lukman menghangat, senyuman Kirana seolah menular. Ia bersandar ringan ke sandaran kursinya dan berkata dengan nada santai tapi bermakna,“Sama-sama. Dulu kamu pergi terburu-buru setelah operasi untuk anggota keluargaku. Aku belum sempat ngucapin terima kasih. Setiap hari mereka nyuruh aku buat traktir kamu makan. Jadi anggap aja ini bentuk terima kasih kami.”Kirana mengangguk pelan, masih dengan binar semangat yang belum padam. Senyumnya melembut, tapi tak kehilangan sinar bah

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status