Share

Bab 46: Enam Tahun Sunyi

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-06 14:22:36

Zelina menatap Raka, matanya membelalak—bukan hanya karena terkejut, tapi karena ketakutan yang tak ia kenali mulai merambat pelan dari ujung jemari ke dadanya.

Ketakutan yang tak datang dari ancaman fisik, tapi dari sesuatu yang lebih dalam, lebih sunyi—ketakutan kehilangan sesuatu yang bahkan belum benar-benar ia genggam.

Raka tidak menoleh. Bahunya mengeras, garis rahangnya mengencang seperti seseorang yang tengah menahan sesuatu yang hendak meledak.

Suasana di ruangan itu mendadak terasa sempit, meski langit-langitnya tinggi dan jendela kaca lebar di balik punggung Raka memamerkan hiruk-pikuk kota Bandung yang sibuk di luar sana.

Lampu gantung di atas kepala mereka menggantung kaku, tak bergerak, seolah turut menahan napas.

"Aku menikahimu dulu bukan karena cinta," kata Raka pelan, tapi tegas. Suaranya tidak menggelegar, namun cukup untuk membuat udara di sekitar mereka terasa dingin.

Zelina membeku. Kata-kata itu seperti kab

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 52: Sabotase Senyap

    Kirana menggertakkan gigi pelan sambil mengembuskan napas panjang. Hawa panas dari luar ruangan merambat masuk lewat celah jendela yang tak sempurna tertutup, menambah gerah dalam benaknya yang sudah penuh sesak oleh kekesalan.Ia duduk di ujung sofa, membungkuk ke depan dengan ponsel di tangan, nadanya tetap terkendali meski wajahnya mengeras.“Kami bisa revisi penawarannya. Bagaimana kalau kami naikkan setengah poin dari sebelumnya? Kita bisa bahas opsi yang masuk akal—pasti ada jalan tengah—”Namun suara di seberang memotong tajam, seperti pisau yang memutus benang tipis kesabaran.“Itu masih terlalu kecil. Setidaknya tiga poin kalau mau dibahas lagi.”Nada suara itu dingin dan tegas, tak menyisakan celah untuk negosiasi. Kirana terdiam sejenak. Matanya menyipit, rahangnya menegang.Tanpa kata tambahan, ia menutup telepon, jari-jarinya gemetar halus, bukan karena ragu, tapi karena marah yang mulai memba

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 51: Harga Sebuah Nyawa

    Di kantor pusat Pradana Group yang bergaya modern minimalis dengan dominasi kaca dan baja, matahari sore menyusup malu-malu melalui jendela besar di belakang meja kerja Raka.Ruangan itu senyap, hanya denting lembut dari jam dinding yang terdengar seperti ketukan waktu yang enggan melaju.Pintu terbuka perlahan.“Tuan Pradana, saya sudah mendapatkan informasi tentang pria yang bersama Nona Alesha tadi malam,” ujar Zayyan, langkahnya mantap namun sorot matanya menyiratkan kehati-hatian.Ia berdiri tegak di hadapan atasannya, tubuhnya nyaris tak bergerak, seolah takut menambah ketegangan di udara.Raka menutup laptopnya dengan cepat, seakan tak sabar ingin mengoyak kabut misteri yang menyesaki pikirannya.Nada suaranya berubah, agak serak, ada semburat cemas yang tidak biasa. “Siapa dia?”Pikirannya melayang pada sosok Kirana semalam—berdiri di bawah lampu jalan bersama pria asing yang belum pernah ia lihat.Bayangan itu menyesak

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 50: Musuh Tanpa Wajah

    Zelina menyipitkan mata, alisnya mengerut tajam seperti garis luka yang tak sembuh. Suaranya mengeras, menusuk udara di antara mereka seperti pisau yang baru diasah.“Apa pun alasan Anda,” ucapnya dengan nada yang lebih dingin dari pendingin ruangan di kafe itu, “itu harga kami sekarang. Kalau pihak Anda merasa tidak cocok, kami tidak keberatan membatalkan kerja sama ini.”Nada suara itu menggantung sesaat, mengisi ruang di antara meja-meja yang mulai sepi, seolah pelanggan lain tahu bahwa suasana di meja itu sedang bergolak.Kirana mengangguk sekali, kecil tapi tegas, seperti seseorang yang sudah tahu akhir dari cerita ini sebelum kisahnya dimulai.“Kalau begitu,” katanya pelan tapi tajam, “anggap saja pembicaraan ini hanya membuang waktu. Kami tidak nyaman bekerja sama dengan perusahaan yang tidak menepati janji.”Ia lalu berdiri, gerakannya tenang namun sarat makna. Kursinya menggeser pelan, menyis

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 49: Harga yang Tak Sepadan

    Ia tak mau mengakuinya, tapi perubahan dalam diri Kirana begitu mencolok, seperti musim yang datang tanpa aba-aba—diam-diam namun membawa suhu yang berbeda.Enam tahun lalu, Kirana adalah gadis yang nyaris tak pernah bicara kecuali perlu, dengan sorot mata yang kerap memilih diam daripada menantang.Tapi kini, bahkan sebelum ia berkata sepatah kata pun, atmosfer dalam ruangan sudah berubah. Ketika ia duduk dengan punggung tegak dan wajah tanpa cela, seolah udara ikut menyesuaikan diri—lebih padat, lebih berhati-hati.Zelina memperhatikannya dari seberang meja, seolah menimbang bayangan masa lalu dengan perempuan yang kini duduk anggun di hadapannya.Ia tahu dirinya tidak banyak berubah—setidaknya ia ingin percaya begitu. Tapi pria yang selama ini nyaris ia anggap miliknya kini justru terasa seperti bayangan yang semakin menjauh setiap kali ia mencoba mendekat.Ada rasa perih yang mengendap, ditambah kecemburuan yang berdesir seper

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 48: Ketukan Masa Lalu

    Wiratama dan Kirana memilih kursi di sudut ruang privat yang dikelilingi panel kayu hangat dan jendela besar menghadap taman kecil di luar.Sinar matahari pagi menembus tirai tipis, menciptakan pola cahaya yang lembut di atas meja bundar tempat mereka duduk.Aroma khas kopi tubruk yang pekat dan baru diseduh mulai memenuhi ruangan, menyatu dengan wangi kayu manis dari lilin aromaterapi di pojok ruangan.Kirana duduk dengan sikap santai namun waspada, mengenakan blazer krem yang rapi, rambutnya disanggul setengah, menyisakan helaian yang membingkai wajahnya.Wiratama, dengan senyum ringan dan kemeja biru langit yang digulung di siku, mencondongkan badan sedikit, melanjutkan obrolan ringan tentang garis besar rencana kolaborasi mereka.Waktu bergulir perlahan. Dua puluh menit kemudian, sebuah ketukan halus terdengar dari arah pintu kayu bergagang tembaga.Bunyinya tak keras, namun cukup untuk membuat percakapan mereka terhenti.Wiratama

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 47: Bayang Perempuan

    Memegang erat serpihan tekad yang masih hangat, garis-garis kegelisahan di wajah Zelina perlahan luluh.Ada secercah harapan yang ia peluk diam-diam di balik sorot matanya yang tajam namun redup.Ya, aku masih punya kesempatan, bisiknya dalam hati, seperti mantra pelan yang terus ia ulang untuk menjaga pikirannya tetap jernih.Segalanya hanya akan benar-benar hancur kalau aku membiarkan dia semakin muak padaku. Aku harus tenang. Rasional.Langkahnya ringan namun terjaga saat ia berjalan keluar dari lobi gedung, sepatu haknya beradu lembut dengan lantai marmer yang mengilap.Angin siang menyapa wajahnya, membawa aroma polusi samar bercampur dengan wangi samar bunga dari taman kecil di sudut pelataran.Sebuah mobil hitam mengilap telah menantinya di bawah teduh kanopi. Tanpa banyak kata, Zelina membuka pintu dan masuk ke dalam, membiarkan dunia luar tertutup di balik kaca jendela yang berlapis film gelap.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status