/ Romansa / Peran Orang Ketiga / 2. Chat Putus

공유

2. Chat Putus

작가: Bai_Nara
last update 최신 업데이트: 2024-11-26 10:12:07

Dimas : [Anin, maafkan aku karena jarang menghubungi kamu. Aku sibuk]

Anin : [Iya, gak papa, Dim. Aku paham kok, kalau kamu sibuk]

Dimas : [Makasih atas pengertianmu, Nin]

Anin menatap layar ponselnya. Dia sedang menunggu kalimat chat Dimas selanjutnya. Sayang, ditunggu hampir lima menit, nomer sang pujaan hati terlihat dalam mode 'sedang mengetik' tapi pesan yang diketik tak kunjung dia terima. Merasa penasaran, Anin pun kembali mengirim chat untuk kekasih hatinya.

Anin : [Kamu mau ngetik apa sih, Dim?]

Anin sudah mengirim pesannya. Sayang, Dimas belum juga membalas. Akhirnya Anin kembali mengirim chat. Dia tak berani menelepon Dimas. Takut Dimas sedang sibuk latihan. Maklum, Dimas yang sudah menjadi pacarnya selama tujuh tahun merupakan salah satu pesepakbola yang sedang naik daun saat ini. Jadwal latihan dan tandingnya sangat padat. Bisa pagi, siang, sore bahkan malam hari. Jadwal di klub yang menaunginya maupun jadwal yang berhubungan dengan timnas Indonesia makin mempersulit mereka untuk sekedar menyapa lewat ponsel. Ya, Dimas sang pacar memang secemerlaang itu prestasi olahraganya.

Anin tersenyum mengingat masa-masa keduanya pertama kali bertemu yaitu saat kegiatan MPLS di kelas sepuluh. Anin itu siswa pindahan dari Purwokerto. Dulu dia ikut kedua orang tuanya hidup di sana. Namun, begitu kedua orang tuanya meninggal, Anin diajak adik dari ayahnya untuk tinggal di Banjarnegara. Jadilah Anin pindah dan ketemu Dimas.

Setelah perkenalan, hubungan keduanya makin lama makin dekat dan memutuskan berpacaran setelah lulus SMA. Sayangnya, mereka harus LDR-an karena Dimas yang memang sejak sekolah menonjol prestasi olahraganya memutuskan akan meraih mimpinya menjadi pesepakbola terkenal. Sementara Anin yang bercita-cita menjadi guru, melanjutkan sekolah di Semarang dan mengambil jurusan guru SD.

Meski LDR-an tetapi komunikasi mereka berjalan lancar. Dan meski hanya bisa bertemu setahun sekali di momen lebaran, itu tak mengurangi rasa cinta keduanya. Lamunan Anin tentang Dimas ditutup dengan sebuah senyum. Anin kembali fokus ke ponsel, mencoba mengirim chat lagi. Sayang, Dimas tak kunjung merespon.

Anin : [Dim. Dimas! Kamu baik-baik saja?]

Jujur saja ada kekhawatiran dalam hati Anin. Dia takut Dimas sakit. Beberapa kali Dimas memang jatuh sakit akibat kelelahan atau cedera. Dan itu membuat Anin hanya bisa sedih karena tak bisa mendampingi sang pacar. Dia hanya bisa mendoakan dari rumahnya agar sang pacar lekas sembuh.

Anin : [Dimas! Jangan bikin aku takut. Kamu kenapa? Kamu gak papa kan? Apa aku telepon ya?]

Anin hampir saja menekan nomer Dimas namun gagal karena Dimas akhirnya mengirimi dia chat. Anin merasa lega.

Dimas : [Gak usah. Aku gak papa]

Anin : [Syukurlah. Jaga kesehatan ya, Dim? Kalau capek istirahat, makan yang teratur, jangan lupa vitaminnya]

Dimas : [Iya]

Anin kembali menulis pesan kepada sang kekasih dan mengirimkannya. Anin selalu menikmati momen ketika bisa berbicara atau sekedar berbalas pesan dengan Dimas. Bagi Anin, ini sudah cukup mengobati rasa rindunya untuk Dimas.

Beberapa kali mereka berbalas pesan malam ini. Tetapi, Anin merasa malam ini ada yang berbeda. Pesan teks yang dikirim Dimas lebih singkat dari biasanya. Padahal, biasanya Dimas akan menceritakan banyak hal termasuk kejadian yang dia alami hari ini. Tapi malam ini, jawaban Dimas lebih singkat. Bahkan, Anin harus menunggu lama agar chatnya dibalas. Anin bingung, seperti bukan Dimas. Anin mengamati gaya chat Dimas, dia yakin kalau beginilah gaya chatnya. Hanya lebih singkat.

Anin masih sibuk berpikir, namun pikirannya teralihkan saat ponselnya kembali bergetar. Anin segera membaca lagi pesan dari Dimas. 

Dimas : [Nin, beberapa hari ini aku mengevaluasi hubungan kita. Kita gak mungkin LDR-an terus]

Senyum Anin terkembang. Dalam imajinasinya, hal-hal menyenangkan sudah tergambar. Misalnya dia akan segera dilamar, mereka akan menikah, dan Dimas akan memboyongnya ke Jakarta. Mereka akan menjalani kehidupan bersama sebagai pasangan suami istri. Yah, walau usia Dimas baru 25 tahun dan untuk kategori atlet dia masih muda. Tapi kan tak masalah nikah muda. Sementara Anin yang usianya juga sama dengan Dimas, sudah dalam kategori perawan tua di desanya. Jadi memang sudah sepantasnya Anin menikah.

Anin masih senyam-senyum membayangkan kebahagiaan yang akan dia jalani bersama Dimas. Sayang, chat berikutnya dari Dimas meruntuhkan semua khayalan indahnya tentang pernikahan dan hidup bahagia bersama Dimas.

Dimas : [Aku gak bisa jalani hubungan ini lagi, Nin. Jarak yang jauh membuat aku gak bisa punya waktu untuk kamu. Pun dengan kamu. Aku takut, hubungan kita juga menghalangi mimpi kita. Untuk sementara aku belum ingin menikah, masa depanku masih panjang. Mimpiku masih jauh belum tergapai. Sementara kamu? Kamu perempuan, aku takut jika kamu menungguku, kamu akan melewatkan masa depanmu. Padahal, kata Imam banyak lelaki baik dan berkedudukan yang coba melamar kamu. Tapi kamu tolak. Alasannya, kamu nungguin aku. Aku gak enak, Nin. Aku bakalan merasa bersalah bikin kamu menunggu. Sementara aku, masih mengejar karir. Belum berani melamar kamu. Belum berani nikahin kamu. Tolong jangan tunggu aku, terimalah siapa saja yang menurut kamu baik. Aku ikhlas]

Air mata Anin tanpa permisi luluh lantah keluar dari persembunyiannya. Anin bahkan tanpa sadar sudah sesenggukan. Hatinya sakit. Setiap kata yang Dimas ketik, bagai mata pisau tajam yang menghunus organ dalamnya dari mulai paru-paru yang membuatnya tak bisa bernapas, jantungnya yang tak bisa lagi merasakan detak kehidupan hingga tenggorokannya yang terasa terhunus mata tajam pisau pun tak mampu mengeluarkan suara.

Dimas : [Kamu ngerti kan, Nin? Ini demi kamu. Kebahagiaan kamu]

Anin tak membalas, bibirnya bergetar menahan isak tangis.

Dimas : [Demi Tuhan, Nin. aku gak mau kamu kecewa karena nungguin aku. Aku ingin kamu gak terluka, aku ingin kamu bahagia]

Bahagia? Bagaimana bisa Dimas berpikir kalau mereka putus maka Anin akan bahagia? Bukankah selama ini kebahagiaan Anin adalah Dimas? Lalu jika mereka putus, Anin harus bagaimana?

Dimas masih mengirimi Anin chat berupa alasan-alasan dan segala pembenaran tentang keputusannya untuk memutuskan Anin. Anin sama sekali tak membalas. Dia sama sekali tak punya kekuatan. Jarinya sulit digerakkan untuk membalas. Bahkan jika Dimas menelepon dirinya, Anin tidak yakin bisa mengangkatnya atau tidak.

Tapi, rupanya Dimas memang tak ingin menelepon. Sejak tadi dia hanya mengirim chat. 

Dimas : [Aku harap kamu menerima keputusan aku, Nin. Demi kebahagiaan kita berdua. Semoga kamu mendapat pengganti yang lebih baik dari aku]

Anin makin terisak, bahkan sedu sedannya kian terdengar nyaring. Isakan kini menambah rasa sesak di dada. Membuat Anin tak bisa bersuara. 

Anin menunggu. Dia menunggu chat dari Dimas lagi. Berharap kalau ini cuma 'prank' dari sang kekasih. Sayang, mau ditunggu berapa lama pun, Dimas sudah tak menghubunginya lagi. Ironisnya, profil Dimas langsung tak terlihat. Anin tertawa dalam tangis. 

"Kamu gak mungkin blokir aku kan, Dim?"

"Hahaha. Jahat, Dim."

"Andai pun kita putus, kamu gak perlu blokir nomerku. Aku gak bakalan ngemis buat balikan kok. Hahaha."

Air mata Anin kembali deras. Isakannya juga. Anin bahkan sampai membekap mulutnya. Takut suaranya bisa terdengar oleh Paman dan Bibinya serta dua adik sepupunya.

"Hiks hiks hiks."

Anin memukul-mukul dadanya. Berharap dengan demikian, rasa sesaknya hilang. Sayang, bukannya hilang malah tambah sakit. Ya sakit hati dan sakit di badan.

"Ya Allah, Dim. Jahat banget sih kamu? Salah aku apa? Kalau kamu gak serius kenapa gak diputusin dari dulu aja? Tujuh tahun loh, Dim. Kalau utang di bank aku udah dapat motor, mobil, rumah atau sawah."

Anin mengambil bantal. Dia menaruh mulutnya pada bantal. Berharap suaranya teredam bantal.

"Ya Allah sakit. Kamu tega, Dim."

"Kamu bahkan gak ngucap 'maaf' ke aku. Huhuhu, Dimas kamu jahat!"

Anin kembali membekap mulutnya dengan bantal. Malam terus berlanjut, harusnya Anin sudah terlelap dalam buai impian. Sayang, malam ini Anin harus melewatinya dengan tangis tak berujung.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Peran Orang Ketiga   12. Saingan Abadi

    Dimas tak mampu mencegah senyumnya terus keluar. Pasalnya, sejak dia pulang, lontaran berupa pujian selalu dia dengar dari para tetangga. Dimas boleh berbangga hati, sebab Dimas si anak desa, anak petani miskin mampu meraih kesuksesan di usia muda. Dimas bisa membungkam banyak mulut nyinyir yang dulu menghinanya.“Hahaha, lihat kalian semua. Sekarang kalian memujiku, memakan makanan dari hasil keringatku. Padahal dulu tak jarang dari kalian menghinaku. Mengatakan si anak miskin, tidak akan mungkin jadi atlet. Hahaha. Kubungkam mulut kalian semu. Lihat ini? Di desa ini siapa anak muda yang lebih sukses dari aku? Gak ada!” batin Dimas. Sombong.Meski merasa puas bisa sombong pada orang-orang yang dulu sering mencibir dan menghinanya, Dimas tetap memasang wajah ramah dan senyum semringah.Yusman juga tak kalah bahagia. Dia benar-benar merasa bangga atas prestasi sang anak. Sayangnya, dia tak berpikir sombong seperti sang putra. Yusman tetap bersikap bersahaja."Kamu pasti bangga ya, Yus,

  • Peran Orang Ketiga   11. Bertemu Juga

    Dimas melihat pemandangan di desanya dengan hati tenang. Desa Bantarsari tempat dia dilahirkan dan dibesarkan memang selalu menawarkan rasa damai di hati Dimas. Di tanah inilah, dia sering bermain dengan teman-temannya. Menjelajah seluruh alam asri, memberinya banyak tempat untuk belajar dan memperkuat diri dengan segala medannya."Kamu pasti seneng balik kampung."Dimas menoleh. Dia tersenyum pada salah satu sahabat masa kecilnya, Yudi."Iya. Gak ada polusi, gak ada kebisingan kayak di kota.""Tapi duitnya gak sebanyak di kota," gurau Yudi.Keduanya tertawa. Lalu Dimas dan Yudi melanjutkan kegiatan lari pagi bersama. Selama mengelilingi kampung, Dimas harus bertemu dengan banyak orang. Dengan sopan dan ramah, dia meladeni sapaan semua orang. Ada yang hanya ingin salaman, foto hingga mengobrol, semua Dimas ladeni tanpa mengeluh."Artis sih kamu ya, Dim. Banyak fans-nya."Dimas hanya tertawa mendengar godaan sang kawan. Dia terus meladeni semua orang hingga tak sadar, tempat yang dia t

  • Peran Orang Ketiga   10. Si Tukang Jahil

    "Jadi Althaf udah main?"Anin mengangguk. "Sama orang tuanya?"Lagi. Anin mengangguk."Buat ngelamar kamu?"Anin menatap sahabatnya dengan tatapan tajam. Salsa tertawa lalu kembali menyeruput es kelapa muda miliknya. Anin dan Salsa sedang menikmati es kelapa muda di tempat favorit keduanya. Anin dan Salsa bukan hanya merupakan rekan kerja tapi teman satu SMA, makanya dekat. Mereka sering curhat masalah masing-masing seperti saat ini. Anin baru saja curhat kalau Althaf dan kedua orang tuanya datang ke rumahnya. Dia juga bercerita kalau mereka memutuskan menetap di Banjarnegara setelah Pramono pensiun. Rumah mereka yang di Purwokerto pinggiran dijual dan sebagian uangnya digunakan untuk membeli rumah minimalis di pusat kota Purwokerto karena Althaf diterima sebagai PNS di Pengadilan Negeri Purwokerto. Makanya, mereka sengaja membeli rumah untuk memudahkan sang putra. Sementara sebagian uangnya lagi digunakan untuk membeli rumah di Banjar. Pramono ingin menikmati masa pensiunnya di ko

  • Peran Orang Ketiga   9. Tamu

    Anin masih posisi rebahan di atas kasur. Hari ini mumpung hari minggu, jadi dia menggunakan hari ini untuk rebahan saja. Toh, mau keluar rumah pun dia malas. Para tetangga masih asik membicarakannya. Trauma didatangi oleh para wartawan juga masih membekas di ingatan. Anin beberapa kali terlihat gelisah. Sesekali untuk melepaskan rasa gelisahnya Anin akan duduk, berdiri, berjalan mondar-mandir di kamar lalu rebahan lagi. Begitu seterusnya hingga dia lelah dan beneran tidur.Anin baru bisa membuka matanya saat ada ketukan di pintu kamar. Dia bangun, menggeliat lalu berjalan menuju ke pintu. Saat pintu terbuka tampaklah sang bibi yang memberinya senyum hangat seperti biasa."Bi. Ada apa?""Ada tamu, mau ketemu kamu."Dahi Anin mengernyit. Dia merasa tak mempunyai janji dengan siapa pun."Siapa, Bi?""Lihat aja ke depan. Jangan lupa pakai kerudung yang benar sama bajunya juga." Iyah lalu berbalik ke arah ruang tamu lagi tanpa memberitahu siapa tamu yang datang.Anin pun makin penasaran de

  • Peran Orang Ketiga   8. Olesin

    Suara teriakan dan decitan ban mobil menggema disusul suara bunyi mobil yang menabrak tiang listrik. Anin berdiri gemetar. Dia tak bisa melakukan apa pun. Dia terlalu shock. Sementara itu, para wartawan dan orang-orang di sekitaran kini mulai menuju ke mobil Kijang Innova hitam. Bermaksud mencari tahu keadaan sang pengemudi. Salsa berlari ke arah sang sahabat. Dia khawatir."Nin! Anin! Kamu gak papa?" tanya Salsa. Dia melihat sang sahabat dari atas ke bawah. Memeriksa dengan teliti, takut sang sahabat terluka."Nin! Nin." Salsa mengguncang kedua bahu Anin.Anin rupanya masih shock. Sebab dia hampir saja celaka ditabrak mobil. "Nin," panggil Salsa. Dia masih khawatir karena sahabatnya belum merespon.Suara teriakan beberapa orang menggema. Anin akhirnya bisa sadar kalau dia sedang berada di mana dan kenapa.Anin mengedarkan pandangan. Tatapan matanya kini tertuju pada mobil Kijang Innova yang bagian depannya penyok akibat menabrak tiang listrik. Anin segera berlari menghampiri. Dia me

  • Peran Orang Ketiga   7. Lari Dari Kejaran

    "Sudah gak usah kamu pikirkan, penting kamu fokus daftar P3K-nya!" saran Bu Yana. "Iya Bu, tapi tetep kepikiran. Mana sekarang banyak yang suka datang ke rumah. Kalau cuma chat atau lewat sosmed, saya gak masalah Bu Yana." Bu Yana salah satu guru senior di tempat Anin mengabdi ikut prihatin. Dia mengusap punggung rekan kerjanya penuh sayang. "Kamu yang sabar ya?" "Iya, Bu." "Pasrah saja, wong belum jodoh mau gimana lagi." "Iya, Bu." "Jodoh gak bakalan salah alamat. Mungkin dengan kejadian ini, kamu sedang dijauhkan dari kemudharatan. Bayangkan saja, kamu nunggu lama tapi gak ada kepastian. Ya gak mau, kan?" "Gak Bu." "Nah, kan?" Bu Yana lalu teringat akan keponakannya. "Nin." "Ya." "Apa kamu sama Althaf saja ya? Sudah PNS alhamdulillah. Jadi staf dibagian keuangan di Pengadilan Negeri Purwokerto." Mendengar nama Althaf, Anin sempat diam. Dia lalu menggeleng. "Gak, Bu. Sama Dimas aja saya dipecat jadi pacar apalagi sama Althaf." "Ish, kamu nih! Althaf gak segitunya kali

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status