Share

Perangkap Cinta Sang CEO
Perangkap Cinta Sang CEO
Author: Kalendra

Bab 1. Kehidupan Kelam

"Tolong jangan usir aku. Aku tidak punya tempat tinggal Tuan Bradford!" pinta Malikha sampai harus memohon di kaki pemilik apartemen tempatnya tinggal. Pemilik apartemen tempat Malikha tinggal itu menghentakkan kakinya sampai terlepas dan Malikha terus mengiba untuk bisa tinggal setidaknya malam ini.

"Aku mohon, Tuan Bradford!"

"Aku sudah memberikanmu kelonggaran dua bulan lamanya. Apa lagi yang kurang? Sekarang kamu harus pergi karena sudah ada pemilik apartemen yang baru," hardik Tuan Bradford. Malikha menangis dan tak tau harus kemana lagi untuk bisa tidur malam ini.

"Aku mohon biarkan aku membereskan barang-barangku. Aku janji besok aku akan pindah. Biarkan aku mencari apartemen baru malam ini." Pemilik apartemen itu menggeleng tanpa belas kasihan.

"Kamu akan menipu dan tidak mau keluar dari sini. Aku beri kamu waktu 15 menit untuk mengumpulkan pakaian dan pergi dari sini."

"Lalu barang-barangku? 15 menit tidak cukup membereskan semuanya!" ujar Malikha sambil menangis.

"Buka urusanku! Kalau dalam waktu 15 menit kamu tidak pergi, aku akan melubangi kepalamu!" umpat Tuan Bradford menunjuk Malikha lalu pergi begitu saja.

Malikha kemudian duduk di lantai menangis dan tak bisa berbuat apapun selain pasrah pada keadaan. Tapi beberapa menit kemudian, ia segera bangun dan membereskan pakaian serta barang-barangnya yang mungkin dibawa.

"Aku harus kemana?" gumam Malikha pada dirinya di pinggir jalan kebingungan. Ia tak bisa membawa sebagian besar barang-barangnya karena ia sendiri tak tau harus pindah kemana. Malikha akhirnya menyeret kopernya untuk bekerja di bar malam ini.

Malam minggu adalah malam yang sibuk di bar tempatnya bekerja. Malikha tak memiliki waktu bahkan untuk menghela napasnya sendiri. Ia sibuk mengantarkan minuman dan membantu bartender untuk memberikan minuman pada pelanggan. Seorang pelnggan pria bahkan berani menepuk pantat Malikha lewat dengan sengaja untuk menggodanya. Malikha kemudian berbalik dan mendelik.

"Kamu sangat cantik, apa kamu mau jadi teman kencanku malam ini? Aku akan membayarmu," ujar pria itu sambal terkekeh menggoda. Malikha tak mau menanggapi. Ia langsung pergi kemudian. Tak hanya sekali dua kali ia mendapatkan pelecehan seperti itu. Bar memang bukan tempat yang aman bekerja untuk wanita, tapi ia tak punya pilihan karena uang lebih penting.

"Kenapa kamu tidak menerima tawaran pria itu? dia tidak jelek," ujar salah satu teman Malikha menanyakan alasan Malikha. Ia sudah beberapa kali menolak permintaan kencan seperti itu.

"Aku bukan wanita penghibur, Jamie," ujar Malikha sambil menyusun gelas.

"Aku juga bukan, tapi uangnya lumayan. Bukannya kamu bilang jika Ibumu perlu biaya operasi?" Malikha menghentikan kegiatannya dan menoleh pada Jamie teman satu tempat kerja dengannya. Jamie tersenyum manis pada Malikha.

"Untuk apa menjaga keperawananmu, jika kamu bisa menjualnya dengan harga mahal! Mungkin itu bisa mengganti biaya operasi Ibumu. Jika Ibumu tak segera dioperasi, maka dia takkan selamat kan," ujar Jamie lagi makin menggoyahkan Malikha. Malikha sempat menelan ludahnya dan menundukkan pandangannya.

"A-Apa yang harus aku lakukan?"

Malikha masih mendengarkan Jamie yang mulai menggoyahkan pendiriannya karena kemiskinan yang mulai membuat ia frustasi.

"Pikirkan tawaranku tadi. Jika kamu mau, hubungi saja aku! Aku bisa mengatur untuk mencari seorang pria kaya untukmu," ujar Jamie lagi berlalu sambil mengambil nampan. Malikha hanya diam saja melihat temannya itu.

"MALIKHA! JANGAN BERDIRI SAJA, AKU BUTUH GELAS WHISKEY!" teriak salah satu Bartender sudah mengernyit kesal pada Malikha. Malikha terkejut lalu mengangguk cepat. Ia kemudian mengambil gelas-gelas Whiskey yang sudah bersih dan memberikannya pada Bartender yang memintanya.

Malikha menyelesaikan pekerjaannya sampai selesai dan belum pulang meski pegawai lain sudah lebih dahulu keluar. Ia tengah menunggu sang pemilik Bar untuk meminta bantuannya. Malikha tak tahu lagi harus tidur dimana malam ini dan mungkin sang pemilik Bar bisa mengasihaninya untuk satu malam saja.

Begitu Micheal Freeman keluar dari kantornya dan Malikha melihat, ia langsung menghampiri bosnya.

“Tuan Freeman, aku ingin bicara sesuatu padamu,” pinta Malikha dengan takut-takut.

“Katakan!” pria itu bicara sambil mengunci pintu kantornya.

“Aku butuh tempat untuk menginap malam ini. Aku sudah diusir dari apartemenku tadi sore dan aku belum sempat mencari tempat yang baru.” Si pemilik Bar lantas mengernyitkan keningnya menatap Malikha. Apa lagi ini? Kenapa gadis itu terlalu banyak masalah?

“Tidak bisa. Aku tidak pernah mengijinkan pegawai bar untuk menginap di dalam. Lagi pula di sini tidak ada ranjang atau tempat untuk tidur!” bantah Micheal Freeman dengan nada sedikit kesal. Tapi Malikha tak berhenti memohon.

"Aku mohon, Tuan Freeman. Hanya untuk malam ini saja, aku tidak butuh banyak, aku bisa tidur di sofa," pinta Malikha pada pemilik Bar tersebut dengan wajah memelas. Ia ingin diberi ijin untuk tidur di dalam Bar itu karena tak punya tempat tinggal malam ini.

Micheal Freeman masih menatap Malikha lalu menghela napasnya. Malikha baru saja bekerja di sana selama dua bulan belakangan. Memiliki risiko yang besar jika Micheal mempercayakan Malikha sejauh itu.

Tapi pemilik Bar itu akhirnya merasa kasihan dan kemudian mengangguk. Malikha benar-benar bahagia dan tak berhenti berterima kasih.

"Terima kasih, Tuan Freeman ... terima kasih." Pria itu pun mengangguk dan menyerahkan kunci Bar pada Malikha.

"Ingat, jika ada barang yang hilang. Aku takkan pernah melepaskanmu, mengerti?" Malikha mengangguk tanpa berpikir panjang lagi. Ia sudah sangat senang masih bisa memiliki tempat untuk tidur yang aman setidaknya malam ini, ia tak harus tidur di jalanan.

Micheal Freeman akhirnya pergi pulang ke kediamannya dan meninggalkan Malikha sendirian di dalam Bar untuk beristirahat.

Malam itu, Malikha Swan memikirkan lagi yang dikatakan oleh Jamie, temannya. Benarkah ia bisa mendapatkan uang untuk pengobatan Ibunya jika ia menjadi teman kencan? Bagaimana jika ia malah ditipu?

Sementara itu, Aidan Caesar keluar dari pesawat pribadi bersama seorang model cantik yang menjadi teman kencannya selama berada di New York. Asistennya Glenn juga mengikuti lalu berjalan melewati Aidan untuk membukakan pintu. Mereka masuk ke limosin mewah dan bersiap untuk ke apartemen mewah di Manhattan.

"Apa semua persiapan sudah rampung?" tanya Aidan pada Glenn.

"Sudah, peresmian Estrella akan dilakukan besok malam. Satu minggu setelahnya hotel itu sudah dipersiapkan untuk pertunjukan DJ-DJ ternama yang sedang tur di Eropa." Aidan tersenyum pada Glenn lalu melingkarkan sebelah lengannya pada wanita seksi yang ia bawa.

"Siap berpesta, Sayang?" bisik Aidan menggoda. Wanita itu ikut membelai perut Aidan dan berbisik.

"Aku selalu siap untukmu," balasnya sambil tersenyum begitu dekat dengan Aidan.

"Tuan ..." panggil Glenn pada Aidan yang sibuk mengulum bibir wanita tersebut. Aidan melepas dan menoleh pada Glenn bertanya dengan alisnya.

"Aku dengar target kita selanjutnya ada di New York." Aidan mendengus.

"Ronald, Chris dan Jason ... pfft, aku sudah tau," Aidan ingin melanjutkan lagi.

"Malikha Swan juga!" Aidan menoleh sekali lagi pada Glenn dengan wajah datar tanpa ekspresi.

"Apa katamu!"

"Apa kamu yakin itu Malikha?" tanya Aidan lagi begitu tertarik bahkan sampai sedikit memajukan tubuhnya ke arah Glenn.

"Ya, Tuan. Kecuali ada dua Malikha Swan yang berangkat naik bus beberapa hari yang lalu ke New York. Aku mendapatkan laporan dari salah satu orang yang kutugaskan mencari di beberapa jalur transportasi publik dan aku mendapatkan nama Malikha Swan di salah satu daftar penumpang. Hanya saja aku belum tahu alamat pastinya," jawab Glenn dengan sikap dingin. Aidan mengangkat dagunya dengan sikap angkuh lalu menyandarkan lagi punggungnya.

"Temukan dia, dia target utamaku. Aku punya sebuah kejutan untuknya," perintah Aidan kemudian.

“Baik Tuan!” sahut Glenn mengangguk mengerti.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status